ORANG ISLAM DAN PARPOL ISLAM


Dalam sejarah Negara Republik Indonesia, partai politik bercorak keislaman ternyata belum pernah menjadi pemenang pemilu. Ironis jika melihat mayoritas penduduk Indonesia beragama islam. Akhirnya menjadi pertanyaan, apakah hal tersebut disebabkan karena kebanyakan muslim memang tidak religius dan tidak total dalam beragama, ataukah parpol islam yg tersedia secara praktek Cuma mengandalkan nama, namun segala prilaku politisinya tidak menggambarkan cara berpolitik yg islami ?

Secara pribadi dalam aspek spiritual kita memang harus dituntut untuk menjadi muslim yg taat, akan tetapi sebagai komunitas kita juga berkewajiban menegakkan hegemoni umat islam diatas pemeluk agama lain, dan salah satu jalurnya adalah melalui politik [kekuasaan] dan peradaban. Politik berlandaskan pada agama sepatutnya diletakkan lebih tinggi daripada politik seputar area Negara. Dalam konteks inilah, pernyataan Rosulullah bahwa "tiap muslim itu bersaudara" secara realitas selama berabad-abad hanya berupa wacana dan ungkapan kata belaka. Kaum komunis dimasa lalu ternyata lebih baik dalam mengorganisasikan komunitasnya dengan menjadikan komunisme sebagai ideology dan bersifat internasional. Partai komunis dinegara manapun tunduk pada kebijakan yg diarahkan para pemimpinnya di China dan Soviet, klo dalam sepakbola kayak semacam FIFA.

Sementara dibanyak Negara berpenduduk mayoritas muslim, parpol islam cenderung menjual nama, sementara pergerakan dan orientasi politiknya lebih bersifat pragmatis, sektarian dan didorong kepentingan kekuasaan, termasuk pula di Indonesia. Itu bias terlihat dari penampilan parpol seperti PKB, PAN dan PKS. Sudah waktunya [kalau memang motivasi politiknya adalah islam], parpol bercorak keislaman berfikir untuk melakukan merger, menyatu dengan mengabaikan keinginan untuk menonjolkan baju ormas, madzhab dan aliran masing2. Jelas tidak mudah karena pasti rentan muncul faksi2 dan pergulatan, tapi semua bergantung pada pengelolaan isu2 besar dan menemukan kesamaan visi-misi. Misalnya, jangan pernah menjadikan topic perdebatan didalam agama menjadi isu partai, misalnya merokok itu diharamkan atau sekedar makruh. Tapi jadikan isu2 yg menjadi kepentingan islam yg tidak lagi menimbulkan polemic dikalangan ulama, soal prostitusi, perjudian, korupsi dan semacamnya.

Parpol islam selama ini kurang 'laku' karena mereka selama ini memang tidak terlihat berjuang menegakkan kepentingan islam dan umat islam secara keseluruhan. Mereka tidak pernah menjadi inspirasi bagi kaum muslim bahwa kecintaan terhadap islam harus diwujudkan dalam kontribusi nyata terhadap eksistensi dan masa depan islam sebagai agama. Dulu Rosulullah dan para Shahabat rela berdakwah terhadap org kafir sebagai mayoritas, berperang dan melakukan agresi kemana2…untuk apa sih ? semua demi menjaga eksistensi islam sebagai agama. Sebab kalo waktu itu berfikir sederhana dan nyantai2 aja di Makkah dan Madinah, yg penting bias rajin ibadah dan setelah mati masuk surga, islam sulit bertahan begitu lama hingga sekarang.

Tantangan yg kita hadapi sebagai umat islam saat ini bukan lagi soal jumlah dan wilayah, Dulu memang berlaku adagium, penguasa adalah mereka yg banyak jumlah dan luas wilayahnya, namun sekarang situasinya sudah jauh berbeda. Singapura Cuma Negara kota yg luasnya hanya selebar Jakarta, tp pengaruhnya mendunia. Jepang jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia, namun hingga kini kita masih di'jajah' oleh mereka, tidak lagi secara politik dan militer, namun produk ekonominya. Lihat saja merk kendaraan yg kita pakai, peralatan elektronik, didominasi merk jepang yg mayoritas warganya non muslim. Nasionalisme atas dasar sebangsa dan senegara memang penting, tp nasionalisme karma seagama jauh lebih penting, karena negara dapat menjadi alat yg dimanfaatkan oleh agama, dan agama menjadi alat bagi kita untuk menemukan kebahagian pasca kehidupan dunia. Janganlah sebaliknya, agama dijadikan alat untuk meraih posisi tertentu dinegara, sebab bila itu terjadi kita hanya menukar kebahagiaan diakhirat demi kesenangan dan kepuasan duniawi.

oleh Ainul Huda Afandi pada 8 Agustus 2011 pukul 16:46 ·


MEMPERLAKUKAN ALMARHUM


Hampir sekira seminggu lalu, tetangga sebelah rumah kami yg telah bertahun2 di dera penyakit stroke dibawa cek up ke Palembang, Akhir2 ini beliau memiliki keluhan mengalami imsomnia, malam2 sering mondar-mandir keluar masuk rumah, merasa gerah dan serasa gelisah. Entah mengapa, belakangan ini juga jika malam terdengar suara burung gagak melengking dan terbang berputar-putar. Dalam mitos orang jawa, burung gagak dianggap sebagai burung pembawa kabar kematian. Sempat terbetik pula dalam hati, jangan2 memang sudah waktunya buat Bapak itu. Kalaupun benar, sebagai orang yg mengenal beliau pribadi yg baik dan taat beribadah, kami berharap beliau diberikan anugerah khusnul khotimah. Namun syukurlah, selang berapa hari kemudian beliau pulang, tak ada hal serius yg perlu dikhawatirkan.

Bagi banyak orang, sakit berat yg menahun seakan menjadi cobaan yg terasa menyiksa, namun sesungguhnya bila kita bijaksana, maka kita bisa menarik hikmah, bahwa sakit juga merupakan karunia Tuhan sebagai pertanda dan peringatan. Semakin parah penyakit yg kita derita, berarti menurut kelaziman dekat pula kita dgn akhir hidup. Artinya, besar pula kesempatan untuk khusnul khotimah, tentu saja bila kita memanfaatkan saat2 akhir tersebut dgn respon yg semestinya. Banyak org yg telah meninggal cepat padahal dlm kondisi segar bugar, tak terduga sebelumnya, mungkin diakibatkan kecelakaan atau sebab lain. Karenanya, kita prihatin mendengar berita ada orang2 bunuh diri karena tak tahan lagi menanggung derita sakit berat menahun.

Sehari menjelang Bulan Ramadhan biasanya disejumlah daerah di Indonesia ada tradisi nyekar di makam keluarga dan leluhur. Umumnya untuk membersihkan makam, menabur bunga, menyiram air dan berdo’a. Hingga di kota2 besar seperti Jakarta ada situasi unik, yakni karena pemakaman ramai oleh para peziarah lalu disekitarnya muncul kegiatan ekonomi, berupa jual beli bunga dan jasa mengirimkan do’a2. Ini situasi aneh sebetulnya dalam konteks ajaran islam. Tradisi menabur bunga terjadi karena ada suatu riwayat di masa Rosulullah, bahwa beliau pernah melewati suatu pemah meletakkan dahan yg masih basah dan berdo’a supaya si ahli kubur diringankan dari siksa selama dahan pohon tersebut belum kering. Inilah yg lantas dipahami org2 awam bahwa menaruh tanaman bisa menolong ahli kubur, bahkan kadang tidak cukup menabur bunga2, Bahkan sekalian menanam tanaman di dekat makam dan mengguyur makam dgn air. Padahal ketika Nabi meletakkan dahan diatas makam, bukan dahan itu yg membuat si ahli kubur diringankan dari siksa kubur, tapi karena yg berdo’a adalah Rosulullah. Fenomena adanya penjual jasa berdo’a di pemakaman sebenarnya juga memprihatinkan. Penjual jasa berdo’a ini muncul akibat banyaknya peziarah yg tidak bisa membaca al-Qur’an dan do’a2 berbahasa arab. Padahal, Tuhan adalah Pencipta Bahasa...berdo'a make bahasa apa aja boleh.

Sebagai warga NU, ada tradisi dikalangan masyarakat NU yg agak kurang saya sepakati, yakni mengirimkan surat yasin pada org yg sudah meninggal, membaca sesuatu dan seluruh pahalanya agar disampaikan pada seseorang. Termasuk pula kebiasaan makan2 di rumah duka selama 7 hari. Tapi ya sudahlah kalau kegiatan ini dipandang sebagai ajang silaturahmi dan kesempatan bersedekah bagi keluarga yg ditinggalkan. Saya memahami bahwa al-Qur’an itu diturunkan buat umat islam yg masih hidup, kalau sudah meninggal tentu lain ceritanya. Begitu pula soal transfer pahala, saya memahami bahwa salah satu perkara yg kita boleh pelit terhadapnya adalah pahala. Kita tak pernah bisa memastikan amalan atau ibadah apa yg sudah kita kerjakan yg bernilai pahala di hadapan Tuhan. Secara normatif hukum islam memang dikenalkan bahwa mengerjakan shalat itu mengandung pahala, tapi pahala atau tidak erat kaitannya dgn diterima atau tidak ibadah yg kita lakukan, dan itu mutlak kekuasaan Tuhan. Yg bisa kita perbuat pada yg sudah meninggal baik kita keluarganya atau bukan, hanyalah berdo’a. Namanya juga permohonan, tentu untaian kalimat yg kita baca harus jelas dan relevan dgn maksud dan tujuan yg diharapkan. Ini sekedar otokritik, boleh sepaham, klo ngga gak pa2, kok.

Dalam konteks org mati, ada hadits yg menyebutkan bahwa aliran pahala seseorang akan terputus ketika ia meninggal kecuali 3 hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yg senantiasa mendo’akan kedua orang tuanya. Dari hadits tersebut mudah dipahami bahwa ketika seseorang selama hidup rajin bershadaqah dan wujud shadaqahnya itu bermanfaat bagi seseorang atau banyak orang, maka ia akan turut memperoleh pahalanya. Misalnya, ketika kita turut menyumbang pembangunan masjid, sarana publik, kegiatan social perorangan atau kelompok dan benar-benar digunakankan untuk kegiatan yg bermanfaat, selama masjid itu ramai dipakai beribadah untuk banyak org kita, maka kita turut memperoleh pahala tanpa mengurangi pahala yg diperoleh oleh org yg beribadah. Begitu pula dlm konteks ilmu bermanfaat dan anak sholeh.

Di Indonesia dan dibanyak Negara ada tradisi kalau meninggal lantas ada upacara penghormatan, menempatkannya di lokasi yg tinggi, didekat masjid, bahkan mendisain pemakaman seindah mungkin. Ini jelas bukan tradisi yg islami, karena makam dan pemakaman sejatinya bukan untuk kepentingan bagi si mati, tapi lebih merupakan adab dan etika bagi org yg masih hidup. Kalau bagi si mati sih mau dimakamkan di tanah makkah, di hutan, dilaut, sama saja, tak ada pengaruhnya. Menurut paradigma keislaman adanya pemakaman lebih bersifat untuk menghargai sisi manusiawi, mencegah pergunjingan buruk menyangkut jasad org yg telah meninggal dan sebagai media renungan, pelajaran dan peringatan bagi org2 yg ditinggalkan. Islam justru menganjurkan kesederhanaan dalam memperlakukan orang yg meninggal, dan karenanya saya tidak setuju dgn kenyataan bangunan disekitar Makam Rosulullah di Madinah yg konon dikelilingi dinding yang pintunya berlapiskan emas. Kita memang harus memuliakan Rosulullah, menjaganya tapi sebaiknya biarlah terlihat sederhana, agar menjadi contoh bagaimana membuat makam seorang muslim.

Saya maklum bahwa adakalanya dalam beragama ada orang yang terobsesi untuk membuat modifikasi kegiatan spiritual yg karena dilekatkan symbol atau bahasa agama lantas seakan2 itu menjadi bagian dr syariat agama. Misalnya berdo’a, boleh dgn banyak cara, boleh dgn memanfaatkan media dan perantara, sepanjang tidak keluar dari garis tuntunan agama.

oleh Ainul Huda Afandi pada 25 Juli 2011 pukul 15:37 ·

RAMADHAN


Tak lama lagi, hanya beberapa hari kita memasuki bulan Ramadhan. Saya sudah lupa kapan terakhir kali menyambut kehadirannya dengan cara yg sepantasnya. Mungkin karena terlalu rutin ia bertamu sehingga acapkali kita alpa bahwa Ramadhan adalah tamu mulia, tamu agung yang kemuliaannya melebihi seribu bulan-bulan biasa. Saya mulai mengenal Ramadhan ketika suatu hari dimasa kecil di ajak orang tua untuk berpuasa 30 hari lamanya. Mulanya, seperti anak-anak lain, kami diperbolehkan tidak makan minum setengah hari saja dan barulah selang beberapa tahun kemudian kami harus mengikuti cara orang dewasa berpuasa, seharian penuh sampai adzan maghrib berkumandang. Dimasa kanak-kanak bulan puasa adakalanya membosankan, terutama setelah berlangsung seminggu, menghitung dan melihat tanggalan adalah aktifitas rutin, dan betapa gembiranya ketika bulan puasa mendekati akhir, karena berarti perayaan hari raya idul fitri akan segera tiba. Saat membeli baju baju, sarung dan sandal baru dan banyak kue tersedia.

Lama-kelamaan waktu itu saya mulai paham bahwa puasa di bulan Ramadhan itu kewajiban setiap muslim dan merupakan salah satu rukun islam. Di bulan itu kami tak boleh melakukan kebiasaan buruk yg dibulan-bulan biasa kadangkala kami lakukan, sampai-sampai kami ditakut-takuti oleh anak2 yg lebih gede, “jangan menangis, nanti puasanya batal, lho..”, “ngga usah berenang ya..,nanti klo kemasukan air kan batal..”. Semakin dewasa saya berusaha memahami lebih jauh apa sesungguhnya hakikat Ramadhan, untuk kepentingan apa dianugerahkan Tuhan bagi umat islam. Akhirnya, sedikit demi sedikit saya mulai memahami bahwa Ramadhan memiliki substansi spiritual luar biasa, sebagai ajang latihan agar kita mampu menjadi muslim yang bertaqwa. Ketaqwaan tentu saja bisa di dapatkan diluar bulan Ramadhan, tapi jalan mencapainya lebih terbuka di Bulan Ramadhan. Secara teori, istilah Taqwa adalah idiom yg jamak kita dengar, namun secara praktek, sungguh bukan hal mudah menggapai tingkatan tersebut. Ramadhan juga merupakan tolok ukur kualitas diri kita untuk 11 bulan sesudahnya. Kalau kita mampu menghadapi, menjalani dan mengelola Ramadhan sesuai dgn tuntunan agama, maka kita boleh optimis bahwa pasca Ramadhan kualitas hidup kita akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila setelah ramadhan kelak kita tidak merasakan bekas apapun, semua berjalan seperti bulan2 sebelumnya, sepatutnya kita sadar, Ramadhan berlalu begitu saja, dan berarti kita telah mengabaikan suguhan Tuhan yg begitu berharga.

Tadinya pun saya mengira inti kegiatan Ramadhan itu ya seputar berpuasa, berbuka, tadarus, taraweh dan ritual lain seperti yg biasa kita lihat. Namun kemudian saya mencerna bahwa puasa itu sesungguhnya lebih merupakan alat bantu sekaligus pula ujian untuk mencapai tujuan kita menjalani kehidupan di Bulan Ramadhan. Bukan disebabkan kita sukses mampu menahan lapar dan dahaga seharian selama sebulan penuh, lantas di akhir Ramadhan dgn mudah kita merasa sudah menjadi orang yg bertaqwa, suci kembali tanpa dosa laksana bayi yg baru lahir. Ketaqwaan hanya lahir dr pribadi yg takut kepada Allah dgn sebenar-benarnya takut, Ketaqwaan lahir dr pribadi yg beribadah, memuja dan memuliakan Tuhan tidak saja dgn kata hati, kata pikiran, ucapan, tapi juga dalam tindakan.

Kalau kita saat ini belum mampu menjadi pribadi muslim yang utuh dlm beragama, masih suka berbuat sesuatu untuk sekedar mendapatkan perhatian dan pujian org lain, masih merasa jauh dari Allah, masih merasa derajad kita tak pernah beranjak dr sekedar muslim, jangankan termasuk golongan org2 bertaqwa, predikat mukmin pun tak pantas kita sandang akibat kefasikan kita selama ini, maka Ramadhanlah momen paling tepat untuk peduli, bahwa tiadalah tujuan hidup yg kita jalani ini selain untuk mendapatkan Ridho Ilahi.

oleh Ainul Huda Afandi pada 25 Juli 2011 pukul 15:14 ·

NAZARUDIN DAN TOPINYA


Saya tertawa ngakak melihat penampilan nazarudin malam ini di metro tv. Gaya nazar yg memakai topi keliatan lucu, sama kocak dan culunnya gayus tambunan waktu make wig pas nonton kejuaraan tenis internasional di bali. Tp saya kira itu bagian dr upaya kamuflase nazarudin biar tidak dikenali oleh orang2 disekitar tempat persembunyiannya, karena nazarudin pasti sepenuhnya sadar resiko wawancara yang dipublikasikan di TV.

Bentuk topi Nazarudin tidak begitu lazim di Indonesia, dan dr bentuk topi yang dikenakannya saya percaya polisi sudah bias menebak di Negara mana kira-kira DPO Interpol ini berada. Ada banyak informasi dan pembicaraan yg bias diperoleh dr komunikasi antara Iwan Piliang dan Nazarudin via fasilitas skipe yang hamper seluruhnya memuat tuduhan negative sebagai buah perseteruannya dgn Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Pembicaraan keduanya berjalan serius, sekalipun Iwan lihai membuat Nazarudin terlihat rileks dan mau lebih terbuka. Tp Nazarudin juga tampaknya cukup pintar untuk membatasi informasi mana saja yg ingin dia berikan. Saya yakin masyarakat Indonesia semakin bingung siapakah sebenarnya yang bohong dan siapa yg bias dipercayai. Kita bingung karena melihat kepribadian Anas selama ini yg terkesan kalem, cerdas dan punya background religius. Akankah dunia politik mampu mengubah moralitas dan integritas seseorang yang sebelumnya citranya demikian baik menjadi seorang yg gemar menghalalkan segala cara. Sementara disisi lain, saya juga ingin mempertimbangkan sisi rasionalitas informasi dan kemanusiaan yg ada pada diri Nazarudin. Bagi saya masuk akal bila Nazarudin memilih kabur keluar negeri bila pertaruhannya adalah nyawa dan keselamatan pribadinya bila ia bersikukuh di dalam negeri. Ia selama ini punya pengalaman banyak terlibat dalam urusan keuangan dalam kapasitasnya sebagai bendahara Demokrat dan anggota DPR, ditengah Negara sekorup Indonesia, saya percaya Nazarudin banyak tahu tentang praktek menyimpang terkait pengelolaan uang Negara. Saya percaya hanya rasa sakit hati yg amat mendalam yang bias membuat seseorang terlihat berapi-api dan diliputi dendam membara. Boleh jadi ada kepentingan politik pihak tertentu turut memanfaatkan Nazarudin, tp yg dominant adalah konflik pribadinya dg anas. Dengan melakukan serangan bertubi2, baik terhadap sejumlah petinggi democrat dan KPK, tak ada keuntungan apapun yg bias diperoleh Nazarudin selain justru memperbanyak musuh dan semakin membahayakan keamanan dirinya.

Skandal dan kasus-kasus politik sesungguhnya merupakan ujian kejujuran, sayangnya tidak mudah bagi seorang Nazarudin meyakinkan public bahwa kata-katanya bias dipercayai. Kita tentu masih ingat perdebatan dirinya dengan Sekjen MK di TV. Nazarudin menolak keras pengakuan Ja’far bahwa ia telah menyerahkan sejumlah uang yg kemudian dikembalikan. Walaupun saya memilih lebih percaya pada pernyataan Sekjen MK, tetap saja memunculkan pertanyaan mengapa uang itu tidak dikembalikan langsung pada Nazarudin, sama dengan pertanyaan mengapa surat putusan MK pada KPU tidak diserahkan pada staf administrasi KPU, tetapi dititipkan pada Andi Nurpati yang kemudian dipalsukan. Ini jelas sebuah keteledoran dan disebabkan kebiasaan tidak tertib administrasi.

Situasi yg terjadi saat ini adalah Nazarudin menyerang dan Anas membantah. Kedua berlomba berusaha meyakinkan rakyat Indonesia untuk berpihak dan membela masing-masing. Saya kira tak ada cara yg lebih efektif selain menggunakan bahasa agama, misalnya dgn bersumpah “demi Allah”, seperti yg pernah dilakukan pimpinan KPK, Yasin ketika ada rumor dirinya turut menerima suap. Siapa yg berani menggunakan symbol keagamaan akan lebih meyakinkan rakyat disbanding sibuk berapologi dan berlindung dibalik bahasa hokum formal semacam “berdasarkan fakta, bukti, saksi” dan lain sebagainya. Karena kita percaya, sejahat-jahatnya Nazarudin atau Anas {kalaupun benar telah melakukan kejahatan terhadap Negara}, keduanya mestinya takut dgn resiko adzab Tuhan bila bermain2 dgn bahasa agama. Keberanian bersumpah, bahkan kalau perlu sanggup bila ditantang melakukan ritual “sumpah pocong” misalnya, akan lebih dihargai oleh masyarakat.

Saya juga melihat Anas tidak cukup piawai dalam merespon rumor dan mengelola konflik dlm kasus ini, ia memilih bersikap tenang, tidak terpancing dan menyerahkan nasibnya pada penegakan hokum. Padahal ia mestinya sadar, lawan-lawan politik terbesar democrat memiliki amunisi efektif berupa media massa. TV One telah menjadi salah satu alat politik bagi Ketua Umum Golkar, Aburizal Bakri dan Metro TV menjadi alat politik Ketua Nasdem, Surya Paloh. Kedua media ini sangat lihai memanfaatkan rumor dan isu. Tadinya saya berharap kalau memang Anas Urbaningrum bersih dr prilaku politik kotor, seyogyanya ketika skandal Nazarudin meledak dan turut menyeret namanya, Anas menggelar konferensi pers, menjawab tuduhan secara komrehensif, diperkuat dengan pemakaian bahasa Agama, misalnya dgn kalimat seperti ini, “Demi Allah semua tuduhan Nazarudin atas diri saya tidak benar, tidak sesuai kenyataan dan karena ini menyangkut masalah hokum, maka setelah setelah ini, mohon maaf rekan2 pers, saya tidak bersedia lagi menanggapi atau mengomentari apapun pertanyaan yg berhubungan dengan tuduhan Nazarudin menyangkut diri saya, kecuali saya telah dinyatakan sebagai tersangka oleh penegak hokum.” Keberanian untuk tegas, pintar dalam menentukan substansi dan pilihan kata-kata akan menolong Anas menjawab kemungkinan krisis kepercayaan public atas dirinya.

Komitmen untuk berbuat sesuatu itu sebaiknya memang dipadukan dgn kemampuan komunikasi massa itu amat penting disebuah Negara demokrasi, KPK sekarang tengah disorot integritas dan independensinya karena kurang menunjungkan pada rakyat adanya sebuah komitmen. Contoh, dlm kasus century telah diputuskan rapat paripurna DPR adanya sejumlah pejabat Negara yg ditengarai bersalah yg mengakibatkan timbulnya kerugian keuangan Negara. Namun, begitu prosesnya diserahkan pada KPK, hingga kini tidak jelas juntrungannya. Saya berpendapat, harusnya begitu memeriksa kasus ini, petinggi KPK mengumumkan masa penyelidikan dan pemeriksaan berdasarkan temuan Pansus DPR dan sumber informasi lain misalnya selama 1 tahun. Setelah 1 tahun KPK harus mengumumkan dgn bahasa dan argumentasi yg jelas hasilnya apakah ditemukan indikasi pelanggaran sehingga proses hokum dilanjutkan atau tidak ada indikasi kuat adanya pelanggaran hokum sehingga kasus century diputus clear, tidak dilanjutkan sampai ditemukan alat bukti baru yg mencukupi. Sikap seperti ini akan memuaskan masyarakat.

Contoh lain, kasus korupsi Gayus Tambunan, Gayus dgn terbuka menyatakan bahwa uang yg diperolehnya berasal dr seratus sekian perusahaan sebagai upah memanipulasi pajak perusahaan2 itu. Keterangan gayus sudah jelas, ia juga pegawai Negara yg berwenang, ada uang yg ditemukan serta dokumen2 negara yg bias dijadikan alat bukti. Tapi nyatanya tidak jelas juga kelanjutan kasus ini, dan sayangnya lagi KPK tidak pernah mengumumkan sampai dimana perkembangan proses hokum, karena kita tidak mendengar adanya progress yg berbentuk agenda pemeriksaan pada perusahaan2 tadi. Begitu pula dgn kasus travel cek yg membuat puluhan anggota dan mantan anggota DPR dipenjara. Saya heran mengapa yg besar dibicarakan pelarian Nunun Nurbaeti, sementara actor utama penyuapan yakni Miranda Gultom justru masih bebas. Kalau KPK merasa kesulitan membuat sangkaan pada Miranda misalnya karena ada factor missing link, mengapa mereka mudah membuat surat dakwaan pada para penerima suap. Saya tidak hendak menaruh kecurigaan pada KPK, tp bila mereka mampu mengkomunikasikan pada public sebuah komitmen dgn argumentasi dan tindakan yg sewajarnya maka segala prasangka miring terhadap KPK bias dihindari.

Masih banyak hal yg perlu dibenahi kita semua masih berkesempatan melihat wujud Indonesia sebagaimana yg kita idam-idamkan, baldatun thoyyibatun wa robbun ghofurun.

oleh Ainul Huda Afandi pada 23 Juli 2011 pukul 0:09

ADAKALANYA

Adakalanya kita menjadi org baik bagi seseorang,dan menjadi jahat bagi org yg lain,terkadang kita menjadi kawan bagi satu org,tp jd musuh bagi org yg lain,adakalanya kita menjadi pemberani dan pahlawan bagi seseorang,tp jd pengecut dan pecundang buat org lain..adasaatnya kita jadi malaikat bagi seseorang,tapi menjadi setan bagi orang lain..semua bergantung kemampuan siapa saja menjadi raja atas dirinya sendiri.


oleh Ainul Huda Afandi pada 9 Juli 2011 pukul 11:11 ·

SALAHKAH CONTEK MASSAL ??


Nyaris setiap tahun Ujian Nasional (UN) selalu saja menyisakan kontroversi. Tahun ini berita heboh datang dari Surabaya, saat terungkap berita terjadi skandal contekan massal disebuah SD. Secara realita, kecurangan di negeri ini adalah hal yang lumrah, baik di sekolah negeri dan atau swasta, di kota atau di pedalaman. Saya percaya Alifah jujur ketika mengadu pada ibunya, bahwa ia disuruh guru memberi contekan pada teman2nya disekolah sewaktu UN berlangsung. Saya bisa menerima ketika si ibu kemudian melaporkan kejadian ini hingga terekspos media massa, kata si ibu pada si anak, “Lha, kok enakmen koncomu Le..koe seng angel2 nggarap, kok liyane mung tinggal nyalin wae..” mungkin begitu kira2 apa yg terpikirkan Siami, ibunya Aliyah. Namun, saya juga bisa mengerti mengapa para orang tua marah pada ibu Aliyah, siapa yg tak marah bila anaknya dituduh lulus sekolah dgn predikat “hasil contekan”. Saya pun bisa memahami mengapa sekolah adakalanya terpaksa harus menempuh cara curang, karena ini menyangkut kredibilitas para guru, citra dan nama baik sekolah. Apa yg bisa kita bayangkan jika satu sekolah seluruh atau sebagian besar peserta UN-nya tak lulus. Bisa diperkirakan eksistensi sekolah tersebut mungkin tinggal hitungan tahun saja, kompleks persoalannya. Jangan dikira kisah susahnya mencari murid baru seperti di film “Laskar Pelangi” itu Cuma ilusi, itu sangat riil dan terjadi dibanyak daerah di tanah air.

Satu2nya hal yang tidak bisa saya pahami adalah mengapa pemerintah masih mempertahankan sistem UN sebagai acuan standardisasi produk pendidikan. Saya tidak mengerti siapakah yang diuntungkan oleh sistem Ujian Nasional ini. Apakah siswa ? orang tua, atau guru ? tidak ada. Justru Ujian Nasional menjadi momok yang ‘mengerikan’. Ujian Nasional secara substansi hanyalah merupakan kepentingan pemerintah yang ingin dipandang berprestasi dengan memamerkan peningkatan angka2 normatif kualitas pendidikan nasional. Padahal Ujian Nasional sarat dengan ketidakadilan, apakah adil menguji siswa dengan metode generalisasi. Sungguh tidak fair bila soal yang diujikan disekolah dengan fasilitas minim dan tenaga pengajar dengan kualitas alakadarnya sama dengan soal yang diujikan disekolah yang fasilitasnya super lengkap, dengan tenaga pengajar terdidik.

Bagi saya ujian nasional bukanlah ide brilyan sebagai alat ukur kualitas lulusan sekolah. Harusnya, ujian nasional itu tidak diberlakukan pada siswa, tapi pada guru dan calon guru. Kita tidak bisa banyak berharap pada kualitas sistem pendidikan nasional, selama sebagian guru di indonesia yang terlibat langsung dalam kegiatan pendidikan bukanlah individu yang berkualitas dan profesional. Bagaimana mampu mencetak siswa terpelajar jika gurunya tidak menguasai teknologi pendidikan, media pembelajaran, minim penguasaan metode, pendekatan dan strategi pengajaran. Salah siapa kalau begini problemnya ? lagi-lagi bukan salah guru, tapi salah pemerintah yang ‘gagal’  menjamin ketersediaan guru dengan standar kualitas yang memadai. Tapi itulah wajah dunia pendidikan indonesia yang demikian buruk, yang tidak jauh2 dari kecurangan, manipulasi, mark up dan korupsi dengan beragam modus dan cara. Lihat saja berbagai program yang diluncurkan kemendiknas, selalu saja dibumbui dengan semangat cari “proyekan” dan “mengais keuntungan”, misalnya bantuan buku, komputer, perpustakaan, alat peraga, rehab sekolah, dan berbagai pengadaan barang lain, atas kondisi ini kita cuma bisa mengelus dada dan bergumam, “astaghfirullah...”.

oleh Ainul Huda Afandi pada 22 Juni 2011 jam 13:00

DERITA RUYATI


Sabtu kemarin (18/6), TKI terpidana kasus pembunuhan, Ruyati meninggal setelah harus menjalani hukuman mati dgn cara dipancung di Arab Saudi. Mari coba kita bayangkan bagaimana harapan indah Ruyati mengais rezeki di negeri orang berakhir tragis. Ia berangkat ke tanah arab tahun 2008 dan dua tahun setelahnya ia mengalami peristiwa pahit, ketika nasib membawa ruyäti pädä majíkan yäñg memperlakukannya dgn buruk. Ia mengalami tekanan fisik dan psikis berulang2, sampai suatu ketika saat kesabarannya melewati batas, bersatu dgn dendam dan rasa sakit hati, ia pun melawan. Ruyati tlah membunuh majikan perempuan dgn golok.

Ruyati pun di tangkap dan dihadapkan ke muka pengadilan yg dgn segera menjatuhkan hukuman qishas padanya, ia telah membunuh jiwa seseorang, dan karenanya hukum memutuskan dirinya berhak untuk dibunuh. Saya tak tahu apakah ibu Ruyati menyesal telah menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, menimbulkan duka mendalam bagi keluarga yg ditinggalkan, tapi saya yakin ia menyesal telah berada pada tempat dan waktu yg `salah`, tp begitulah namanya takdir. Hampir satu setengah tahun lamanya ruyati hidup dalam penantian yg amat menyiksa dlm penjara, jauh dari keluarga dan org2 yg menyayanginya.

Arab saudi masih setia menggunakan metode hukuman mati menurut syariat islam tempo dulu. Sebagai muslim, tentu saja saya sepakat pemberlakuan hukuman mati, hanya saja metode dan teknisnya perlu dimodernisasi sehingga tidak terkesan `kejam`. Bagi saya, syariat islam harus dilihat substansi, dan substansi hukuman mati dlm islam adalah kematian bagi terhukum, soal teknisnya dgn cara apa diserahkan menurut cara yg bisa diterima oleh masyarakat dimana hukum tersebut diberlakukan.

Contoh lain, perbuatan mencuri dalam khazanah hukum islam dijatuhi hukum tangan, mengapa potong tangan ? karena itu merupakan hukuman terberat yang sekaligus pula menutup kemungkinan yang bersangkutan mengulangi perbuatannya. Namun, dimasa sekarang dimana problematika kemanusiaan semakin kompleks, penyebab seseorang melakukan tindak pidana juga semakin bervariasi, dan ada kecenderungan peradaban global semakin sensitiv terhadap hukuman yang mengakibatkan bekas fisik pasca hukuman dijatuhkan, maka metode hukuman boleh saja berubah sepanjang substansinya sama, yakni adanya efek jera serta terciptanya keadilan dan keamanan masyarakat.

Dalam kasus Ruyati, respon masyarakat beragam, namun ada juga yg salah kaprah. Misalnya menuntut Ruyati atau TKI yang dijatuhi hukuman mati dinegara lain harus bisa dibebaskan. Kita harus ingat bahwa Arab Saudi menerapkan syariat islam, menolak sistem hukum Arab Saudi sama halnya meragukan sistem hukum syariat islam itu sendiri yang menjunjung tinggi rasa keadilan. Ruyati telah dinyatakan bersalah terbukti membunuh seseorang dipengadilan. Sebagai bagian dari warga indonesia, yang kita inginkan adalah melihat bahwa pemerintah indonesia sebelumnya sudah berusaha, dgn berbagai cara memperoleh pintu maaf dari keluarga korban yg menjadi syarat adanya pengampunan. Kalau toh, sudah diusahakan tetap saja keluarga korban bersikukuh menolak, maka kita harus bisa berlapang dada menerima konsekuensi perbuatan Ruyati yg telah melawan hukum. Sehingga persoalan utamanya bukan terletak pada sistem hukum yg ada di Arab Saudi, tapi benarkah pemerintah kita sudah bekerja secara maksimal atau lalai memberi atensi pada kasus hukum yg membelit Ruyati ?

Ada indikasi kuat bahwa ada kelalaian, sayangnya dikalangan pejabat negara kita belum mentradisi budaya malu. Di berbagai negara yg lebih beradab, atas kasus seperti ini pejabat terkait biasanya mengundurkan diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral karena telah lalai yg berdampak fatal atas nasib salah satu warga negara. Yg terjadi selama ini justru sibuk mencari apologi dan melempar kesalahan pada pihak lain. Semoga mereka yg berkuasa dibukakan pintu hidayah seluas-luasnya.

oleh Ainul Huda Afandi pada 19 Juni 2011 jam 19:02

POLITIK SEPAK BOLA


Sepak bola pada dasarnya hanyalah sebuah permainan dan olahraga.  Namun dunia modern mengubahnya menjadi lebih kompleks. Kini disejumlah negara, sepak bola telah menjadi industri yang menghasilkan banyak uang. Tak heran bila banyak orang dengan kepentingan dan motif masing-masing melibatkan diri dalam urusan sepak bola. Lihat saja, Malcom Glazer yang mati-matian membeli Manchester United sekalipun dengan duit utangan, dan barangkali ia sendiri sebetulnya bukanlah penikmat sepak bola. Adapula yang melibatkan diri karena motif politik dan popularitas. Klo yang beginian, ngga usah jauh-jauh dinegara kita banyak contohnya. Sudah hal yang jamak jika ketua perserikatan sepak bola diindonesia banyak dijabat oleh para pejabat daerah. Sebagai pejabat publik yang terpilih atas sokongan partai, akibatnya banyak pula kebijakan dalam mengurusi klub yang adakalanya berbau politis. Tak Cuma dikalangan klub, PSSI era Nurdin Halid punya kental dengan corak warna kuning (baca : golkar). Tinggal lihat saja susunan kepengurusan dan perhatikan background politik masing2 pengurusnya. Makanya ngga heran saat turnamen AFF beberapa bulan silam, timnas indonesia sempat diajak sowan sama Nurdin ke ketua umum Golkar.

Kini setelah rezim Nurdin Halid ditumbangkan nuansa pergulatan politik masih juga terasa. Memang tersamar, tapi perang kepentingan yang melanda PSSI tak benar-benar murni karena kepentingan sepak bola nasional semata. Pemerintah mengambil langkah berani dengan membekukan kepengurusan Nurdin Halid (dan anehnya tindakan intervensi pemerintah yang merupakan pelanggaran berat statuta FIFA ini tidak berujung pada sanksi, mungkin karena pejabat FIFA memang masih memandang populasi, potensi dan aset dunia sepak bola indonesia yang merupakan olahraga paling populer, sekalipun secara prestasi timnas indonesia tak ada apa2nya dikancah internasional).
Seperti layaknya tatkala melengserkan orde baru dan menggelorakan era reformasi, proses suksesi dikepengurusan PSSI ternyata lebih rumit dari yang dibayangkan sebelumnya. Situasi rumit ini timbul yang disebabkan oleh hadirnya dua tokoh berpengaruh yang aktifitasnya memunculkan kontroversi, Jenderal George Toisutta dan Arifin Panigoro. Toisutta memicu polemik terkait jabatannya dimiliter dan diantara bawahannya berperan aktif mempengaruhi bahkan mengintimidasi pemilik suara, walaupun dilarangnya Toisutta ikut kongres oleh FIFA masih bisa diperdebatkan. Sementara terlarangnya Arifin Panigoro lebih mudah dimengerti karena ia telah ‘salah strategi’ ketika menggelar LPI, kompetisi yang tidak berafiliasi dgn PSSI dan oleh karena itu dianggap ilegal oleh FIFA.

Ketika kelompok 78 begitu ngotot dan memaksakan diri, saya yakin persoalan mendasarnya bukan karena pertimbangan dua orang inilah yang terbaik, tapi karena terpilihnya dua orang ini akan lebih menguntungkan bagi kepentingan pribadi orang2 78. Saya kira tak jauh2 dari urusan uang dan peran kekuasaan ditubuh PSSI. Bila sudah begini, maka sebenarnya yang terjadi bukanlah reformasi, cuma rezim yang digantikan oleh rezim yang lain. Pemerintah harus berinisiatif mengendalikan situasi, misalnya dengan menetralisir Toisutta dan Arifin Panigoro. Presiden bisa saja memerintahkan panglima TNI tidak mengizinkan Toisutta melibatkan diri dalam urusan kongres PSSI. Sementara untuk Arifin Panigoro cukup didekati dan dicapai kesepakatan (misalnya kesepakatan melegalkan dan memasukkan LPI dibawah naungan PSSI), saya percaya Panigoro bisa dilobi, apabila i’tikad dia memang baik, toh berjuang untuk sepak bola nasional tak harus menjadi ketua PSSI.

oleh Ainul Huda Afandi pada 04 Juni 2011 jam 12:47

SALING SANDERA


Kesulitan terbesar yang dihadapi pemerintah dalam memberantas korupsi diakibatkan adanya saling sandera yang melibatkan pejabat-pejabat pemerintahan dan orang2 berpengaruh diluar pemerintahan. Situasi pelik ini menjadi problem serius yang bukan saja tidak mudah dihadapi, tapi semakin lama juga kian berat dirasakan oleh Presiden SBY. Dalam sejumlah situasi dan kasus, SBY terlihat kesulitan untuk bersikap dan mengambil tindakan yang disebabkan oleh adanya saling ‘sandera’ ini. Seperti misalnya dalam hal penanganan lumpur lapindo dan penyelesaian persoalan ganti rugi kepada ribuan warga yang terkena dampak langsung tragedi kemanusiaan ini. Dalam hal ini, komitmen SBY sebagai kepala negara yang bertanggungjawab terhadap kondisi setiap warga negara ‘tersandera’ oleh keberadaan keluarga Bakrie dalam kasus ini. Sebagai salah seorang terkaya dan kebetulan pemimpin partai besar, Abu Rizal Bakrie punya ‘nilai tawar’ berlebih untuk mencegah pemerintah mengambil tindakan2 yg akan merugikan kepentingan keluarga Bakrie. Begitu pula dalam menyikapi kasus hukum BLBI, Bank Century, Antasari Azhar, Susno Duadji, Bibit-Chandra, dan yang teraktual kasus hukum yang tengah membelit politisi Demokrat Andi Nurpatti dan M. Nazarudin.

Dalam berbagai kesempatan, presiden SBY seringkali berapologi bahwa ia menjunjung tinggi supremasi hukum, ia tidak ingin mencampuri atau mengintervensi proses hukum. SBY memang betul, ia tidak boleh mengintervensi proses hukum baik yang masih ditahap penyelidikan, penyidikan atau di proses persidangan. Namun, sebagai presiden, SBY punya tanggungjawab moral dan hukum terhadap kemurnian jalannya hukum. Semestinya SBY paham, peradilan di indonesia cenderung masih korup, rentan sekali terjadi peradilan sesat atau pengadilan rekayasa. Atas konteks realitas seperti inilah SBY harus berani berpihak dan mempertaruhkan jabatannya, apakah ia berpihak pada hal2 normatif yang adakalanya disalahgunakan atau tetap setia pada kebenaran dan keadilan. Sangat tidak pantas seorang kepala negara bersikap apatis terhadap  problem adanya sejumlah orang tidak bersalah yang dihukum dan banyaknya orang bersalah yang bebas berkeliaran tanpa mampu tersentuh hukum.

Ditengah keheranan, ketidakmengertian, saya selalu mencoba memahami posisi sulit Presiden SBY. Dalam hidup ini berlaku pula hukum kausalitas, sebab akibat. Mengapa orang itu tumbuh menjadi orang tegas atau orang bimbang, pemberani atau penakut, pemenang atau pecundang, dan sebagainya. SBY tentu mengalami problem rumit yang dalam berbagai situasi membuatnya sungkan dan memilih berdiam diri pada waktu semestinya ia harus atau sebaiknya bertindak. SBY punya pengalaman hidup yang panjang, ia tentunya punya kenalan baik dengan banyak orang, semasa masih aktif di militer, saat jadi menteri maupun masa-masa merintis jalan menuju RI-1. Hingga kini saya masih percaya pada dasarnya SBY itu orang baik, tak Cuma SBY semua presiden Indonesia dimasa lalu pada dasarnya orang baik. Cuma ibarat pepatah “tak ada gading yang tak retak”, sebaik apapun orang, tentu masih memiliki sisi tidak baik (saya lebih sreg menyebut sisi kelemahan). Masa2 SBY berjuang menggapai tampuk kekuasaan inilah yang dikemudian hari telah menyandera SBY. Tuntutan keadaan dimasa kampanye, SBY dan partainya perlu dana besar, pendanaan berarti butuh sokongan pengusaha dan orang kaya. Tapi dizaman modern seperti ini tentu saja sulit mencari ketulusan dan gratisan, semua pada akhirnya menuntut konsesi dan balas budi. M. Nazarudin adalah contoh pengusaha yang lantas memiliki karir cemerlang di partai yang bermula dari sikap ‘dermawan’ dan kemurahannya dalam menebarkan uang. Soal jasa dan balas budi inilah diantara beban mental dan problem psikologis SBY yang kemudian membuat SBY tersandera untuk melakukan hal-hal yang semestinya

oleh Ainul Huda Afandi pada 04 Juni 2011 jam 12:45

NEGARA ISLAM


Beberapa minggu saja tak memposting catatan rasanya seperti sudah berbulan2 lamanya. Kini mencoba lagi rutinitas membuat tulisan tentang apa saja, mumpung masih punya kesempatan, masih cukup sehat, masih hidup.

Ide kali ini emang ngga begitu up to date lagi, menyoal Negara Islam Indonesia. Belakangan ini kembali marak diperbincangkan menyusul kasus hilangnya sejumlah mahasiswa di malang. Bagi saya, fenomena NII bukanlah hal yang aneh. Justru menjadi aneh bila orang islam ratusan juta seindonesia ngga ada yang punya pemikiran atau gagasan tentang negara islam. Hidup ini memiliki banyak kemungkinan dan pilihan-pilihan, termasuk dalam hal memilih corak dan konsep bernegara. Sebagai muslim, saya tentu terbuka akan gagasan negara islam sejauh masih berupa wacana dan gerakan kultural. Karena dalam islam formalitas bukanlah esensi, apalah artinya menjadi negara islam jika secara riil kita menghadapi persoalan pelik yang segera menyeret kita pada jurang konflik dan benturan berkepanjangan.

Hidup kita saat ini sudah berbeda jauh sekali dengan situasi dimasa Rosulullah dahulu kala, 14 abad silam. Zaman yang kita hadapi sekarang lebih rumit dan kompleks. Apalagi dalam konteks keindonesiaan. Jikalau negara kita hanya sebesar Pakistan, Mesir atau Arab Saudi, bolehlah kita berandai2. Pertama, negara2 tersebut hanya terdiri dari satu ras bangsa yang dominan. Kedua, secara kultur keagamaan, masyarakat muslim di negara2 itu memang religius. Ketiga, secara geografis negara2 tadi hanya terdiri dari satu daratan. Sementara indonesia punya situasi amat berbeda. Benar bahwa mayoritas penduduk indonesia adalah muslim, tapi sebenarnya sebagian besar tidak terlalu fanatik terhadap agama yang dianutnya. Dengan mudah kita bisa menengok ritual shalat jamaah di masjid2, berapa banyak masyarakat setempat yang rajin hadir di masjid tiap kali shalat jamaah diadakan. Ini indikator yang sederhana untuk membuat klasifikasi tentang tingkat religiusitas warga negara.

Kemudian kemajemukan ras bangsa. Indonesia memiliki aneka ragam ras, suku dan kultur berbeda. Tiap pemaksaan generalisasi konsep kenegaraan pasti memicu penolakan dan akhirnya pecah konflik. Potensi ini sudah sejak lama disadari founding fathers negara ini ketika menentukan seperti apa dasar dan bentuk konstitusional negara. Itulah mengapa bila NII tetap saja berlanjut dan dampaknya kian meluas, resiko yang harus kita terima adalah bubarnya negara indonesia.

Sejujurnya, saya bukanlah termasuk orang yang menganggap adanya negara ini (indonesia) sebuah 'harga mati' yang tak bisa ditawar2 lagi eksistensinya. Dalam sejarah peradaban umat manusia, pernah ada negara2 besar yang karena 'takdir' hilang ditelan perubahan. Ditanah air kita sendiri, dulunya pernah ada negara sriwijaya, majapahit, pasundan, demak dan sederet negara2 berbentuk monarkhi lain yang kini hanya mengisi lembar catatan sejarah. Sekali lagi, inilah hidup, selalu ada kemungkinan. Semua kembali pada konstelasi yang terjadi dalam dinamika bernegara. Suatu waktu indonesia boleh jadi bernasib sama jika pemerintah yang berkewajiban menjaganya alpa untuk menyadari apa fungsi dan tujuan adanya negara bagi tiap warganya. Kalaulah bernegara tidak lantas mendatangkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi mayoritas penduduknya, niscaya akan selalu muncul pergolakan dan pergulatan yang mencoba berjuang menggapai wajah negara yang berbeda.

Fenomena NII dan terorisme adalah warning nyata bagi pemerintah tentang akar permasalahan dan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi persoalan tersebut. Respon represif adalah salah satu solusi tersendiri, tapi betapa melelahkan jika tiap kali Densus 88 membunuh beberapa tersangka, ternyata disisi lain justru menumbuhkan nama2 baru pelaku terorisme yang lebih banyak, lebih cerdas dan semakin terorganisir. NII dan terorisme memang punya 'dalang' dan 'aktor intelektual' dalam wujud manusia, tapi 'aktor intelektual' yang sebenarnya adalah realitas sosial keagamaan masyarakat indonesia yang kemudian melatarbelakangi munculnya gerakan2 yang meresahkan tersebut. Realitas perjudian, prostitusi, seks bebas, pornografi dan berbagai realitas lain yang menimbulkan kegelisahan bagi sejumlah orang, yang akhirnya berujung pada tindakan dan gerakan.

Sejauh yang saya lihat dari reaksi pemerintah, saya melihat elit pemerintahan masih terlihat kebingungan dalam mendeteksi, mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan awal. Mereka memang sudah banyak memiliki informasi adanya gerakan, belum juga memiliki konsep yang terukur dan sistematis untuk mengatasi. Mungkin saja, karena pemerintah terlalu dekat dengan kelompok islam moderat semacam NU dan Muhammadiyah sehingga tidak cukup mencoba mengakomodasi kepentingan dan kemauan kelompok lain, yang lantas memilih bertindak sendiri (bersambung).

oleh Ainul Huda Afandi pada 10 Mei 2011 jam 17:00

EL CLASSICO


Saya tak tahu apakah dulu duel pertemuan "el classico" Real Madrid versus Barcelona ada yg sebanyak musim ini. Namun, sebanyak apapun pertemuan dua klub terbesar di daratan spanyol ini tetap saja menarik untuk disimak. Musim ini Madrid dan Barca baru melakoni dua laga dari lima laga yang memberi kesempatan pada keduanya ntuk membuktikan siapa yg terkuat dan terbaik untuk saat ini.

Untuk sementara, Barcelona masih unggul karena pada pertemuan pertama di ajang la liga, tim catalan ini berhasil menekuk wakil ibukota dgn skor mencolok, 5-0. Kekalahan telak ini membuat Real Madrid telah banyak belajar, hasilnya tadi malam sekalipun belum berhasil revans, Madrid mampu mencegah Barca meraih kemenangan untuk kesekian kalinya.

Rivalitas kedua klub ini sebetulnya tidak tumbuh dr lapangan hijau, melainkan berawal dr rivalitas politik yg dibangun sejak zaman Francisco Franco ditahun 1934, dimana penguasa spanyol saat itu menindas penduduk catalan (barcelona) karena catalan dipandang belum sepenuhnya tunduk dibawah kekuasaan negara spanyol. Hingga kini spirit nasionalisme ala catalan masih terjaga dikalangan masyarakat catalan, sekalipun secara politik mereka adalah bagian dr negara spanyol. Akhirnya perseteruan politik itu dilampiaskan melalui arena lapangan hijau, dgn barcelona sbgai simbol 'pemberontakan' bangsa catalan, dan Real Madrid merepresentasikan klub kebanggaan raja spanyol.

Dalam kiprah keduanya beradu kekuatan di kancah sepak bola domestik, Real Madrid dan Barcelona silih berganti mendominasi, selama satu dekade terakhir dlm beberapa musim Madrid pernah menjadi tim terkuat tidak saja diajang lokal tp juga regional sekaliber liga champion eropa. Sementara pada musim-musim terakhir gantian Barcelona yg menunjukkan mendominasinya. Real Madrid banyak mengalami penurunan prestasi justru disaat mereka mulai mengadopsi kebijakan pembelian pemain2 bintang (sempat di juluki los galacticos), hingga akhirnya merusak karakter permainan madrid sendiri.

Sementara Barca terlihat konsisten dalam menciptakan gaya dan karakter permainan sendiri, dgn banyak bertumpu pada pemanfaatan potensi pemain dr akademi la masia, dan kalaupun membeli pemain, ia haruslah cocok dan sesuai kebutuhan tiem. Sekalipun Barcelona memiliki pemain2 fantastis seperti Xavi dan Iniesta, namun yg membuat klub ini sulit dikalahkan karena mereka slalu mempunyai 'super player' yg sanggup membuat perbedaan.

Beberapa musim lalu, Barca punya pemain super semacam Ronaldinho, kini pemain super itu terletak pada diri Leonel Messi. Tanpa messi, tentu saja barcelona tetap saja klub hebat secara permainan, namun keberadaan messi jelas mempermudah pencapaian skor akhir pertandingan yg diharapkan, meraih kemenangan di tiap pertandingan menjadi hal yg sederhana dan biasa saja.

Setelah sempat mengalami banyak kegagalan dan kesulitan mengimbangi kekuatan Barca, musim ini Real Madrid mau tak mau banyak berbenah. Ada dua aneksasi kunci yg mempengaruhi performa madrid sejauh ini, pertama mengontrak salah satu pelatih terbaik, jose mourinho..dan membeli salah satu pemain terbaik dunia, Cristiano Ronaldo.

Namun, betapapun besar pengaruh keduanya, terlalu dini berekspektasi Madrid langsung mampu menggapai banyak sukses dan prestasi, agaknya musim ini Real Madrid harus bersabar untuk menuai proses pembenahan yg baru saja mereka lakukan. Sama sabarnya dgn proses yg dijalankan barca selama bertahun2.

Oleh sebab itu, saya kira secara realistis Barcelona musim ini masih jd yg terkuat dan terbaik diranah spanyol. Saya sudah melihat dua laga keduanya dikompetisi la liga. Kesimpulannya, dipertemuan pertama Madrid benar2 babak belur, tampil sangat buruk, akibatnya mereka tanpa banyak perlawanan dihabisi barca dgn skor 5-0.

Pertemuan keduanya di bernebeu td malam, pertandingan berjalan relatif seimbang, namun madrid tampaknya belum sepenuhnya berhasil mengatasi problem mental dan trauma kekalahan, itulah mengapa mereka kelihatan masih inferior. Itu terlihat jelas dr cara madrid mengalirkan bola kala menyerang dan penempatan posisi serta ketenangan pemain sewaktu bertahan. Untuk mengalahkan barca, siapapun lawan tak boleh membiarkan barca enjoy dan nyaman memainkan bola. Melihat cara bermain Madrid, saya kok tak begitu yakin mereka bisa melewati Barca di ajang liga champion.

Sebagai salah satu pelatih terbaik dunia, Jose Mourinho tentu punya strategi jitu dalam meracik komposisi tim lawan barca, sementara saya sebagai orang awam punya pendapat sendiri, terutama dalam pemilihan pemain. Melawan barca menurut saya sebisa mungkin madrid seyogyanya memilih pemain2 bermental juara, artinya mereka yg sebelumnya pernah bergabung diklub2 raksasa, seperti Ricardo Kaka misalnya, serta pemain2 yg secara fisik dan teknik kuat untuk menahan bola. Sebab melawan tim bagus tidak cukup bermodal pemain bertalenta, namun diperlukan juga pemain2 berpengalaman.

Madrid pun sebaiknya sedikit merubah gaya bermain, dan menyerang barca dgn cara yang disukai barca..menguasai ball possesion selama mungkin, jangan terlalu mudah melepas bola...(Ini cuma pendapat ya).

Masih ada tiga el classico lagi yg belum tersaji, kita berharap ada tontonan pertandingan seru dan seimbang serta sebisa mungkin tak ada selisih gol yg mencolok. Saya tak terlalu menyukai barcelona, bukan apa2 sih...karena tim ini merupakan tim terkuat dibumi saat ini, sehingga sejujurnya saya lebih suka madrid bisa tampil bagus dan memenangkan laga. Perlawanan Madrid akan menjanjikan musim depan yg lebih menarik dan kompetitif.

oleh Ainul Huda Afandi pada 17 April 2011 jam 13:23 

BOM BUNUH DIRI


Ajaran islam tidak mengenal bunuh diri dengan dalih dan alasan apapun. Bahkan Syariat islam juga tidak memiliki anjuran menyerang musuh dalam situasi bagaimanapun agar terbunuh. Mati dalam situasi perkelahian, konflik atau peperangan dalam islam hanya bermakna syahid bila tujuannya lillahi ta'ala dan kematiannya secara natural.

Yang saya maksud natural misalnya seseorang berkelahi satu lawan satu atas dasar motif konflik keagamaan menggunakan pedang atau senjata api, namun mungkin karena orang itu kalah cepat sehingga ia terkena senjata lawan dan tewas, maka kematiannya bs dikategorikan mati syahid. Namun bila dgn sengaja membiarkan dirinya terbunuh atau meminta dibunuh saja, menurut saya sih itu namanya cuma mati konyol.

Sehingga kita merasa heran dan tak habis pikir mengapa ada sekelompok org islam yg menjalankan aksi untuk tujuan tertentu karena didorong alasan agama atau negara dgn cara melancarkan aksi bom bunuh diri. Kalaupun ternyata memang ada diberbagai negara muslim termasuk dinegara kita sendiri, maka saya kira penyebabnya adalah kebodohan dalam mengenal agama. Dan orang2 bodoh ini ngga cuma mereka yg pada dasarnya minim wawasan keagamaan, tapi juga mereka yg banyak hafal hadits dan teks2 agama, namun salah kaprah dalam memahami maknanya.

Aksi bom sendiri bagi saya tak mengejutkan, dalam catatan2 terdahulu tentang bom atau terorisme, sy meyakini aksi bom ditanah air akan terus terjadi dalam variasi bentuk dan cara, karena pemerintah entah sadar atau tidak memang 'melindungi' habitat terorisme. Habitat teroris inilah yg akan selalu aktif memproduksi para teroris2 baru.

Begitu pula dalam hal pemilihan target, polisi dan intelijen sudah lama mendeteksi adanya pergeseran target serangan terorisme.
Bila dulu, peledakan bom ditujukan pada rumah ibadah kristiani, kedutaan besar dan warga negara asing dr negara2 yg dicap sebagai musuh islam, namun sekarang pola pemilihan target berubah. Kini mereka memilih menjadikan target perorangan untuk dijadikan sasaran serangan. Tidak lagi bule2, tapi pejabat atau aparat keamanan pemerintah RI yg menunjukkan permusuhan langsung dgn pihak teroris. Semacam operasi terbatas. Pertimbangannya barangkali lebih disebabkan faktor dana, efektifitas dan supaya lebih sukar diungkap. Namun, karena banyak diantara mereka yg dilatih untuk aksi militer telah ditangkap atau ditembak mati dalam penggerebekan di aceh, mau ngga mau mereka masih menggunakan bom sebagai media rusak utama.

Polresta Cirebon jadi target, saya kira alasannya sederhana saja, mereka butuh orang yg mengenal betul kondisi lingkungan target, kebetulan karena mereka dapat 'pengantin'nya (pelaku bom bunuh diri) warga cirebon, ya udah di polresta cirebon aja. Kok dimasjid sih ? Kesempatan terbesarnya ada disitu, pemilihan saat shalat jum'at, mungkin karena melihat seluruh pimpinan dan anggota polres yg beragama islam serta kebetulan ada dikantor biasanya bakalan shalat disitu. Namanya jg masjid, siapa aja boleh masuk tanpa diperiksa, siapa aja boleh menempati shaf barisan yg mana aja.

Dari sisi keamanan, terutama personel Polri, fenomena bom bunuh diri dilingkungan kerja polisi adalah situasi baru yg mencemaskan. Kecuali pelaku yg tewas, seluruh korban lain memang masih bisa diselamatkan. Tapi dr sisi tujuan, aksi bom bunuh diri di polresta cirebon terbilang berhasil. Keberhasilan ini tentu saja akan memacu 'kreatifitas' pelaku teror lain untuk semakin 'inovatif' dan berani.

Tak ada jalan lain bagi pemerintah untuk menghentikan terorisme selain menekan habis habitat terorisme dan semakin akomodatif terhadap penerapan syariat islam. Selama pemerintah tak peduli akan akar pemicu terorisme seperti ini, maka sampai kapanpun sulit membebaskan indonesia dr serangan aksi teror.

oleh Ainul Huda Afandi pada 16 April 2011 jam 19:58

PADA AKHIRNYA


Tadi malam aku bermimpi...
Mimpi yg membuatku masygul sepanjang hari ini
Tidak banyak yg bisa diingat kembali,
Sulit pula melukiskan apa yg sebetulnya terjadi
Cuma dua hal saja yg masih membayang dipelupuk mata
Saat aku, ibuku dan orang2 disuatu tempat..tidak jelas ada dimana
Tiba2 ada 'sesuatu yg amat besar' terbang diangkasa
Sepintas bentuknya mirip pesawat terbang supersonik
Tp dalam dunia nyata, rasanya tak ada 'pesawat' yg sebesar itu
Benda itu melayang perlahan, terbang rendah, terlalu rendah hingga kemudian saat melintasi kami bagian bawahnya menyentuh kubah masjid di depanku
Kami semua terkejut, tapi tak kuasa lari menjauh saat kubah masjid itu tiba2 runtuh..
Reruntuhannya jatuh tepat diujung kakiku, nyaris menimpa tubuhku...

Lalu setelahnya kisah dlm mimpiku malam itu terus saja berlanjut, berubah2, liar dan tak bisa dikendalikan jalan ceritanya...sampai tiba pada satu fragmen dlm mimpi ada suatu sinar cahaya berbentuk gerigi yang berputar2 mengejar dan menggerus apapun yg dilaluinya...anehnya sinar itu bersuara dan melantunkan QS at-tiin, lalu tiba2 sinar td mengejarku...aku berusaha lari menghindar, tp tetaplah ia dgn cepat dapat mencapaiku, aku berusaha melawan dgn tangan, namun begitu terkena tangan anehnya dlm sekejab sinar tersebut berubah menjadi 'sesuatu', agak agak sulit digambarkan, ia seperti plakat mengkilat layaknya ipad, seperti ada cermin didlamnya, bagus sekali bentuknya, dan perasaanku memahami benda itu sebagai 'raport kelulusan' yg amat memuaskan (nuansanya spiritual karena aku merasa situasinya berbau kiamat). Begitu memegang benda itu, aku menangis terisak2...

Dlm mimpi itu aku menangis karena merasa 'tak selayaknya' memperoleh 'penghargaan mulia', mengingat kehidupan spiritualku dalam dunia nyata yg seringkali gersang.

Tak lama sesudahnya aku pun terbangun, sejenak tercenung dan merasakan suasana batin yg masygul, ada kesedihan yg susah dijelaskan mengapa harus bermuram durja hanya karena mimpi yg tidak terlalu jelas maksudnya
Mungkin karena aku berlebihan menganggap mimpi kemarin malam lebih dr sekedar bunga2 tidur saja
Mungkin pula karena aku merasa seakan tengah mendapatkan peringatan dan sindiran,
Entahlah...

Siang harinya, dalam ibadah dhuhur aku tersadar
Pada akhirnya hidup ini hanyalah untuk mendapatkan ridho Ilahi semata
Untuk apa semua kesibukan duniawi bila justru membuat kita lalai berusaha mendekatkan diri pada Tuhan Yang Maha Pencipta
Terlalu banyak sumber kebahagiaan semu yg membuat kita terlena dan mengabaikan pencarian sumber kebahagiaan hakiki yg sebenarnya

Seringkali
Kita kerja hanya untuk menjadi kaya
Kita bersosialisasi cuma untuk membesarkan nama
Kita berkeluarga demi anak istri dan kebahagiaan pribadi
Kita menyalurkan hobi semata demi suka ria belaka
Pada akhirnya tak banyak waktu, tenaga, hati dan Pikiran yg mampu kita luangkan untuk sekedar ingat pada Tuhan
Bahkan sembahyang pun kerapkali kita kerjakan hambar tanpa rasa

Kita perlu kesadaran akan hakekat hidup dari manapun datangnya
Kita harus ingat dan smoga saja slalu diingatkan dgn apapun cara dan perantaranya

Pada Tuhan kita berdoa ;
Ya Allah, trima kasih atas kesempatan hidup yang Engkau berikan,
Trima kasih atas semua anugerah, atas segala petunjuk...
Mohon biarkan hidayah-Mu terus-menerus menjadi cahaya penerang hidupku...sampai tiba saat ajal menjadi pemisah...Tak banyak yg aku pinta selain ampunan, ridho-Mu ya Robb, aku tak perduli berapa banyak manusia yg akan menghadiri pemakaman jasadku...tp mohon ramaikanlah bila saat itu tiba dgn kehadiran malaikat2-Mu yg mendo'akan keselamatanku.

Mohon kabulkanlah do'a kami, ya Robb..
Tuhan Yang Maha Pemurah, Penyayang, Pengampun lagi Bijaksana...

oleh Ainul Huda Afandi pada 15 April 2011 jam 2:51 

MEMBELA YG SALAH


Sudah jd rahasia umum kalo Tifatul Sembiring adlah salah satu pejabat negara yang paling rajin "berkicau" lewat akun twitternya. Sebagai pejabat publik, kebiasaan ngetweet mengandung sisi positif dan negatif sekaligus. Pertama, selaku pejabat yg dikenal luas masyarakat, tentu apapun yg disampaikan Tifatul menarik perhatian, terutama karena jabatannya di pemerintahan maupun dlam skala kepartaian posisinya terbilang strategis. Namun, kadangkala mungkin saking asyiknya, atau terpancing komentar followers..rentan keceplosan yg akhirnya bs melebar jd polemik di media massa.

Seperti yg terbaru, Tifatul mulanya memposting tweet yg berisi pendapat pribadinya tentang kasus yg menimpa kolega separtainya, Arifinto yg ketahuan menonton video porno saat sidang paripurna DPR. Tifatul berpendapat klo nonton video porno itu bukanlah dosa besar, karena menurut yg ia pahami dlm syariat agama, dosa besar itu hanya mencakup kabair (dosa2 besar) adalah: 1. Syirk pd Allah 2. Durhaka pd ortu 3. Pembunuhan 4. Zina 5. Sumpah palsu.

Ia bahkan menantang dua followers yg meragukan pemahamannya untuk adu argumen dalam halaqah di bathsul masail. Setelah beberapa kali bertukar tweeps, ada satu bunyi tweeps yg bikin gemas banyak orang. Tifatul menyampaikannya dgn gaya khasnya , lewat pantun : "Kalau tebu tak-punya ruas, sila digiling sampai sehasta, Kalau situ tak-juga puas, sila pergi ke-laut saja..
".

Celotehan tifatul inilah yg sontak jd pergunjingan, ngga cuma rame dibicarakan di dunia maya tapi juga melalui pesan berantai BBM. Masa sih rakyat klo ngga puas sama pendapat dia disuruh "melaut" aja (jd nelayan, dong !!). Mungkin Tifatul sekedar berseloroh, tp sebagai pejabat negara, apa yg ditulis oleh menkominfo ini terasa kurang elok.

Terlalu panjang lebar klo mendiskusikan benarkah nonton video porno itu bukan dosa besar...tp sejatinya video porno harus diakui memiliki pengaruh yg terlalu buruk bagi moralitas masyarakat dan memiliki efek negatif yg kuat terhadap prilaku seks bebas. Banyak kasus pencabulan, pemerkosaan dan aktifitas seks diluar nikah yg dirangsang oleh tontonan video porno yg dengan mudah bisa kita temukan dimana2.

Secara manusiawi menonton aktifitas seks itu memang menyenangkan, sekalipun tingkat kenikmatan yg diperoleh tidak seklimaks jika melakukannya langsung. Namun, ada aspek moral berupa syariat agama yg membatasi hasrat seksual kita agar tidak terjebak pada prilaku seksual hewaniah. Klo binatang, mereka wajar aja ngeseks disembarang waktu, dimana aja, dgn pasangan yg mana aja..tp demi tegaknya kemuliaan derajad manusia dalam strata makhluk hidup, ada aturan yg mengatur tata cara menyalurkan nafsu seksual, misalnya harus melalui ikatan maghligai rumah tangga.

Dalam persepsi seperti inilah, kita selayaknya prihatin atas merebaknya kultur nonton video porno. Tanpa bermaksud munafik, mungkin kita sendiri adalah orang2 yg bisa menikmati tontonan video porno tanpa rasa bersalah, dan karenanya kita membutuhkan peran negara untuk membantu kita menghilangkan kesempatan dan keleluasaan untuk memperoleh tontonan2 porno itu. Sehingga jd aneh, jika orang2 (para aparat atau pejabat penyelenggara negara) yg kita harapkan dapat membantu justru terjebak pula dalam keasyikan semu menonton video porno.

Dan semakin aneh, khususnya buat tifatul sembiring, baru beberapa bulan lalu atas nama moralitas ia gencar menekan operator telekomunikasi tanah air, bahkan termasuk pula blackberry supaya memasang piranti filter pornografi disistemnya sebagai bagian dr kampanye anti pornografi, namun sekarang seakan2 tifatul justru menganggap kalau menonton pornografi itu bukanlah masalah yg terlalu serius. Merealisasikan idealisme dalam kenyataan, memang tak semudah mengucapkan lewat kata2.

oleh Ainul Huda Afandi pada 13 April 2011 jam 9:44

NONTON PORNO DI SIDANG PARIPURNA


Rasanya belum lama menkominfo Tifatul Sembiring sibuk meng-oprak2 Blackberry supaya memasang perangkat filter konten pornografi disistemnya. Tp dasar utek2 bisnis, biarpun terkesan patuh, blackberry sebenarnya mencoba menyiasati tekanan pemerintah ini dgn strategi yg lumayan cerdas. Si berry-berry dr awal emah ogah rugi sepeser pun, makanya perusahaan asal kanada ini memilih nawala sebagai produk dlm negeri indonesia untuk jd rekanan dlm mengakomodasi tuntutan regulasi dr pihak pemerintah indonesia.

Toh, nyatanya sekalipun ada yg menyebut nawala handal dlm hal menyaring konten pornografi, sebagai user blackberry sy merasa nawala ngga hebat2 amat kok dlm hal beginian..brarti pernah ngetes kualitas filter nawala donk ? Hmm...bukannya ngetes sih, cuman penasaran aja.

Beberapa bulan lalu, saat ribut2 soal blokir pornografi di blackberry, jujur aja pernah sih sy mencoba membuktikan bener ngga ada blokir di handheld bb dgn cara mengetikkan kata2 tertentu melalui google supaya dapat link situs pornografi. Dan ternyata dibulan pertama nawala emang keliatan ampuh dan efektif...bahkan domain yg ngga terang2an merujuk pd situs porno ternyata udah masuk jg ke database blokir nawala.

Sayangnya (?), Satu bulan kemudian, mungkin gara2 blackberrynya belum ngasih honor ke nawala, makanya nawala ngga serius lagi dlm hal blokir-memblokir,,(dan setan pun tertawa...)

Sampai beberapa bulan berselang, ditengah hantaman masalah yg mendera PKS, Tifatul sembiring ikut menanggung malu. Pasalnya seniornya di PKS yg jd anggota DPR ketahuan seorang wartawan tengah membuka file video porno di galaxy tabnya saat sidang paripurna DPR tengah berlangsung..busyet dah..parah! Kayak ngga ada tontonan lain aja yg lebih pantes ditonton saat rapat, masih mendingan klo nonton bernard, upin-upin atau sinchan..

Saya berusaha ngga terlalu mencibir soal nonton video porno..sebab porno itu emang bagian dr peradaban manusia yg paling lama. Coba kita ingat2..Nabi Adam dan Siti Hawa sewaktu melanggar larangan Tuhan agar tidak makan buah khuldi, apa yg terjadi ? Pakaian surga yg menutupi keduanya seketika lenyap, Adam dan Hawa pun bugil..porno kan itu.

Kebiasaan nonton pornografi itu sifatnya naluriah dan erat kaitannya dgn orientasi imajinasi dan pelampiasan nafsu seks seseorang. Ini udah kayak selera musik, kayak misalnya saya, klo dasarnya suka dangdut, biarpun mau tinggal dijakarta, di amerika atau diarab tetep aja suka dangdut.

Sehingga sy berkesimpulan, betapapun bagusnya ibadah seseorang tidak menjamin selalu berbanding lurus dgn kemampuan org tersebut dlm mengontrol gejolak nafsu birahinya.

Jadi klo ada ahli ibadah tiba2 misalnya hobi jg nonton video porno, bg saya itu bisa dipahami. Seks itu unik, liar dan susah dikendalikan. Sebaliknya, klo ada seorang katakanlah bajingan, atheis, bandit, atau yg sebangsanya ternyata ngga suka nonton video porno, sy juga bisa memahami. Sekali lagi seks itu masalah naluri, hasrat dan selera. Masing2 orang punya letupan2 gairah seks yg berbeda.

Diatas semuanya, sebagai muslim patokan saya dlm memandang segala permasalahan hidup sy usahakan slalu dgn cara pandang agama. Dulu sy sempat mengerutkan dahi (pertanda heran) saat ada aktifis waria yg mencoba memperjuangkan adanya gender ketiga, yakni waria. Alasannya, waria itu kodrat Tuhan, sehingga mereka ingin statusnya agar diakui negara dan diterima masyarakat. Mereka ingin memperjuangkan pernikahan sejenis...sebuah pemikiran wajar bila faktanya mereka bukanlah org yg paham agama (atau setidaknya ngga begitu peduli ama agama). Sebab, Waria itu bukanlah kodrat..itu hanyalah salah satu bentuk ujian yg merupakan kombinasi cobaan jasmani dan ruhani sekaligus. Ujian berbentuk waria tak ubahnya orang diuji terlahir autis, terlahir buta, tak punya tangan atau kaki dsbnya. Karenanya, respon terhadap ujian bukan dgn cara disiasati atau mencari sibuk apologi..namun seyogyanya harus diterima, dihadapi dan slalu mencoba cara hidup yg benar menurut agama.

Sama halnya dgn kebiasaan nonton porno. Taruhlah klo soal nonton konten porno, terserah deh klo mau nonton dirumah sendiri, ditempat pribadi, tp klo diruang publik, apalagi gedung DPR yang terhormat, itu sih dah keterlaluan. Tp, menurut saya org yg paling bertanggungjawab atas budaya pornografi bukan orang yg menonton konten porno, karena org menonton kan klo emang ada yg ditonton...jd yg paling layak kita tunjuk2 batang hidungnya adalah org2 yg membiarkan konten pornografi bertebaran dimana2, mudah diakses dan diunduh. Baru setelah itu mereka (mungkin termasuk kita) yg tanpa merasa berdosa menikmati dgn khusuk koleksi video porno.

Ini persoalan bangsa saat ini, saat perkembangan teknologi punya dua sisi berlawanan, disatu sisi bermanfaat mempermudah manusia menjalani kehidupannya, dilain sisi membawa dampak negatif ketika teknologi membuka banyak ruang penyalahgunaan yg semakin menjauhkan manusia dr tujuan eksistensinya ada di dunia..yakni menjalankan segala Perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.

oleh Ainul Huda Afandi pada 11 April 2011 jam 21:04

MENDADAK ARTIS


Brigadir polisi satu (Briptu) Norman Kamaru jadi tokoh utama pemberitaan media massa pekan ini. Setiap hari kisah tentang anggota brimob Polda Gorontalo ini muncul dilayar televisi, jadwal kegiatannya pun amat padat. Ia sudah tampil di acara bukan empat matanya tukul, abis itu harus melayani sejumlah permintaan wawancara, trus besoknya terbang ke bali diundang di acara Opera Van Java. Balik lagi ke jakarta, ketemu kapolri, masuk dapur rekaman, belum lagi belasan acara lain sudah siap menunggu kedatangan Briptu Norman.

Semua bermula dr secara iseng Briptu Norman berinisiatif merekam nyanyian lipsing lagu india sekaligus berjoget ala aktor tenar bollywood, sahrukh khan..lalu entah gimana ceritanya file rekaman video hp joget tersebut tersimpan di tautan video diakun facebook salah seorang rekan norman sesama anggota polisi. Sampai kemudian seorang mahasiswa teknik melihat postingan video tadi dan menguploadnya di situs youtube dengan judul "polisi gorontalo menggila". Judul video yg terkesan bombastis inilah agaknya yang memancing perhatian banyak orang untuk sekedar melihat isinya, sampai hari ini udah mencapai sejutaan orang.

Saya sendiri mulanya ikut penasaran kayak apa sih videonya pemuda kelahiran 1985 ini kok kayaknya heboh banget...ternyata eh ternyata setelah dah liat..oo, cuma segitu aja...ngga terlalu surprise sih, orang hanya gerak2in tangan doang..kalaupun video ini menarik mungkin lebih disebabkan karena selain aksi ini sifatnya spontanitas, juga barangkali karena si polisi mengenakan seragam uniform dinas harian, ekspresi wajahnya emang terlihat kocak, dan lagunya nyentrik (hari gini kan ngga musim lg lagu2 india).

Namun, emang seperti halnya sinta-jojo atau udin sedunia, didunia maya video kocak ala Norman punya potensi bikin heboh, dan semakin jd racun begitu media massa ngga ikut2an latah.

Pimpinan polisi sendiri awalnya bingung menyikapi fenomena yg terbilang baru dan unik ini. Tadinya dengan tegas si Briptu Norman mau dikasih sanksi karena dianggap berprilaku tidak etis kala menjalankan tugas. Pimpinan Polri khawatir aksi joget Norman memberi kesan buruk bagi pencitraan anggota polri yg selama ini imejnya serius dan berwibawa.

Namun melihat respon masyarakat yg justru positif, pimpinan polri akhirnya mikir, daripada diberi sanksi tp malah bikin kontroversi, lebih baik si norman ini dimanfaatkan buat memperbaiki citra polisi yg selama ini sudah terlanjur negatif. Akhirnya, bila atasan Norman tadinya mau menindak org yg pertama kali mengunggah video ke youtube, eh belakangan malah berterima kasih. Si Norman sama kesatuannya di kasih duit, atas kebijakan mabes polri diberikan izin seluas-luasnya bagi Norman untuk melakukan aktifitas yg sebenarnya ngga ada kaitan sama sekali dgn tugas2 kepolisian.

Singkat cerita, si norman sekarang bukan Briptu Norman yg dulu, ia sudah jadi orang terkenal. Lebih populer ketimbang kapoldanya sendiri. Soal jadwal padat Norman, saya sendiri ngeliatnya aneh aja...ngapain sih urusan joget ini bisa sampai si Norman kemana2 justru dikawal atasannya dibrimob gorontalo, udah kayak pahlawan atau personel polri yg berjasa besar, wawancara didampingi Kombes Boy Rafli, kadivhumas mabes Polri, Irjen Pol. Anton Bahrul Alam, bahkan dipanggil ketemu kapolri segala. Klo misalnya ada anggota polri yg sukses menangkap penjahat besar, panteslah kalau diperlakukan istimewa. Tapi klo cuman joget ??? Emang itu prestasi anggota polri yg dianggap membanggakan ya...Masyarakat ngga butuh hiburan dari polisi, masyarakat cuma ingin polisi2 yg profesional dan jujur, itu aja. Klo ingin menghibur ya udah ngga usah jd polisi, jadi artis aja...

Saya ngga menyalahkan Briptu Norman, saya cuma menyayangkan awak media tv dan pejabat2 Polri yg keliatan lebay dan berlebihan dalam memperlakukan Norman. Semoga aja..aksi Norman ngga jadi wabah dikalangan personel polri atau TNI, yaahh..lucu aja klo tiba2 banyak video orang2 berseragam muncul di youtube hanya gara2 pengen tenar kayak briptu Norman.

oleh Ainul Huda Afandi pada 10 April 2011 jam 11:11

GEDUNG DPR


Seminggu sudah saya rehat menulis catatan di facebook. Kebetulan mulai beberapa hari lalu saya terserang penyakit yg memang sangat akrab dalam hidup saya, meriang. Tapi kali ini memang agak complicated, demam tinggi campur sakit kepala, mual2, perut kembung, tak nafsu makan, diare...tp masih lumayanlah, baru sebatas penyakit yg biasa diderita org kere, hehe.

Alhamdulillah, setelah menelan segala jenis obat dan pil kini kondisi badan udah terasa mendingan. Malam ini, sembari menunggu kantuk datang, ku coba kembali menambah daftar catatan di facebook. Sambil tiduran. Sempat mikir, idenya soal apa ya...alah, dr pada kelamaan mikir, ya udah barusan kan nonton tv ada yg rame tuh meributkan masalah pembangunan gedung DPR, itu aja ide catatan kali ini.

Iya, saya sebetulnya heran, pembangunan gedung DPR ini penting ngga sih diributkan...secara menurut saya ya.. terserah deh biarin aja klo mau bangun gedung, mau brapa trilyun kek, gitu aja kok ribet..

Klo berdasar substansi dan kebutuhan, pembangunan gedung baru DPR itu ngga ada yg aneh, wajar adanya. Lha, bangunannya emang produk lama, dah puluhan tahun. Kalaupun mau dipolemikkan, taruhlah soal disain, berapa anggarannya, lokasinya dimana..(malah masalah lokasi ini yg seharusnya rame didiskusikan. Soalnya dr dulu ada wacana pemindahan ibukota negara. Jangan sampai udah capek2 bikin dijakarta, eh ngga taunya ibukota negara jd pindah).

Klo soal anggaran, cuma 1,7 T kan ? Itu mah kecil, wong negara kita (anggap aja begitu) kaya...itu angka yg teramat kecil ketimbang fakta kebocoran beratus2 trilyun tiap tahun duit negara gara2 dibobol para koruptor. Malah, aku pesen klo bikin jangan nanggung2, bikin yg super megah sekalian. Dulu, waktu Bung Karno berencana membikin istiqlal, monas, gelora senayan, banyak jg yg mencibir, "rakyat banyak yg susah klo neko2 to pak, bikin gedung yg mahal biayanya"...tp begitu sudah jd dan kelihatan mentereng, semua akhirnya bisa dikenang dan dinikmati sebagai bagian dr aset indonesia.

Masih ada jg aktifis pemerhati parlemen yg ngeyel, kinerja anggota DPR buruk..harusnya benahi dulu kinerja, baru minta fasilitas. Klo aku sih ngga heran sama kinerja...dulu zaman orba isinya DPR cuma datang, duduk, diam, manggut2..tepuk-tangan. Klo sekarang udah beda jauh, ngga sekalem dulu, sekarang banyak yg hiperaktif dan pecicilan..

Saya memang termasuk orang yg tidak setuju konsep perwakilan rakyat dalam wujud keberadaan partai politik. Parpol itu bagus secara konsep dan gagasan, tapi basi dan tak relevan lagi bila dikaitkan dgn perkembangan peradaban manusia. Parpol hanya cocok untuk org2 berintegritas tinggi, nasionalis dan patriotik, tp realitas yg terjadi menjadi kontraproduktif bg kepentingan negara bila parpol justru terdiri dr banyak politisi pragmatis, kehilangan idealisme dan slalu berdiri diatas kepentingan partai masing2. Itulah yg banyak terjadi saat ini.

oleh Ainul Huda Afandi pada 31 Maret 2011 jam 0:14

BLUNDER


Saya tak punya riwayat penyakit mumet, tapi informasi yg disampaikan salah seorang kawan lama seketika membuat kepala saya pusing berdenyut2. Berita itu cukup membuat sy shock..

Ceritanya tentang pengurus yayasan sebuah pesantren disatu kota yg ditetapkan sbagai tersangka kasus penyalahgunaan dana bantuan pemerintah. Saya pernah beberapa tahun mondok di pesantren itu, karenanya wajar jika secara emosional masih tersisa kenangan dan kecintaan terhadap almamamater tersebut. Pikiran sy dipenuhi bayangan memprihatinkan tentang efek proses hukum persidangan nantinya, ancaman penjara, tuntutan ganti rugi yg luar biasa besar untuk ukuran org biasa dan bagaimana memulihkan citra dan nama baik pesantren.

Saya tak ingin menceritakan kasus ini terlalu detail, pertama karena sy memang tidak tau apa2 selain yg diberitakan dimedia massa, kedua..ini adlah aib secara institusi. Citra dan nama baik yg sudah dibangun sejak awal oleh almarhum pendiri dan pengasuh pesantren harus mengalami musibah berat. Ketiga, secara pribadi sy mengenal dgn baik org yg dituduh melakukan penyalahgunaan. Beliau adalah salah seorang guru saya, org yg kuat aspek spiritualnya dan banyak jasa terhadap perjalanan pesantren.

Kalaupun akhirnya sy membuat catatan ini, lebih sy tujukan agar perkara ini menjadi pembelajaran berharga bagi siapa saja. Bahwa urusan akhirat bila ditangani secara duniawi, cenderung berpotensi mendatangkan blunder. Tp, apa mau dikata..begitulah kita sbagai manusia. Kadang apa kita rencanakan dan berawal dr tujuan baik namun dgn cara yg tidak benar menurut org lain justru jd bumerang yg mempermalukan kita.

Mengetahui berita yg barusan sy baca, ingatan saya melayang saat masih menjadi santri disana. Sy tergolong 'santri ndableg' sering disidang karena dianggap melanggar aturan. Tahun2 pertama sy masuk pesantren, setau saya inilah salah satu pesantren terbaik dikota itu. Terbaik dlm hal potensi basic santri dan ustadz yg terdiri dr pelajar dan mahasiswa. Terbaik dlm konsistensi memadukan khazanah keilmuan keagamaan klasik dan kontemporer.

Lambat laun apresiasi dan penilaian sy menurun, sejak pihak otoritas mendirikan bermacam2 lembaga dan sekolah. Sebagai santri biasa, tak ada yg bs dilakukan selain urun pendapat melalui media lokal pesantren. Tentang banyak hal menyangkut kehidupan internal pesantren. Tp tiap tulisan nasibnya hampir selalu sama, sekedar dibaca (itupun klo sempat), tp tak cukup terakomodasi.

Itulah mengapa sekalipun terkejut dan turut terpukul atas kasus yg terjadi, sy bs memahaminya. Semuanya melalui proses, dan kadangkala tiap kesempatan yg kita peroleh menghadirkan dua pintu..jalan perantara menuju anugerah atau jalan yg membawa kita pd musibah. Kini apa yg tlah terjadi kiranya jd pelajaran berharga, bagi pihak yg tengah dikait2kan dgn perkara hukum dlm kasus ini smoga tetap tabah, biarlah penilaian manusia memutuskan, namun yg paling hakiki dan kita butuhkan adlah penilaian baik dr Tuhan.

oleh Ainul Huda Afandi pada 22 Maret 2011 jam 21:29