BILA ULAMA MENGGERTAK UMARA'


oleh Ainul Huda Afandi pada 18 Januari 2011 jam 14:57

Derajad agama menurut kebanyakan alam pikiran manusia ada diatas derajad negara, namun dalam prakteknya, banyak tokoh2 agama (baca : ulama) justru patuh dan takluk dibawah pengaruh pemimpin negara, termasuk di negara kita, indonesia.

Diawal merdeka, para tokoh agama mencoba berjuang masuk memberi warna pada corak tata berbangsa dan bernegara, namun tetap tak kuasa dan kalah dominan pada kharisma Bung Karno yg cenderung memilih corak nasionalis dan kebarat2an (dan ini mudah dimengerti melihat latar belakang Bung karno yg kurang agamis serta produk pendidikan eropa).

Praktis semasa Bung Karno, keberadaan agama sekedar jd penjaga norma dan budaya semata, dijauhkan dr peran dan fungsi yg semestinya. Di zaman orba, hubungan agama-negara lebih harmonis, namun tetap dijauhkan dari arena kekuasaan. Sekalipun, banyak ulama mencoba masuk politis praktis dan diantaranya berhasil menggapai jabatan2 politik, tetap saja tak mampu mengangkat peran agama pada tempat yg semestinya.

Ketika Gus Dur dijatuhkan MPR dari kursi kepresidenan, respon saya mendua, disatu sisi kecewa, namun pada sisi berbeda justru lega, karena jabatan presiden memang tidak cocok buat Gus Dur, walaupun banyak contoh figur yg sukses sebagai ulama dan umara' sekaligus, namun untuk indonesia yg sebagian masyarakatnya sekuler, mungkin lebih baik diserahkan pada ahlinya saja.

Kini kita dipimpin seorang presiden yg dulu begitu tinggi citra baiknya, begitu kuat pamor dan kharismanya, sosok yg dianggap tepat ntuk menggantungkan banyak harapan dan cita2, namun apa hendak dikata, presiden kita SBY ini banyak dihadapkan pada persoalan2 kompleks dan menimbulkan dilema.

SBY (Sekarang namanya tambah mentereng lho..jd Susilo Bambang Yudoyono Siregar..bah ! Kok mau2nya kau jd org batak..hehe). dimata saya tetaplah pribadi yg baik, ia tetaplah sosok yg cerdas dan tegas. Namun, persoalannya, pada berbagai kasus, situasinya benar2 jd "buah simalakama", dimakan "bapak mati", ngga dimakan "ibu yg mati", bagaimana memilih antara memegang teguh prinsip kebenaran atau menghancurkan kehidupan ekonomi banyak org. Pilihannya antara memilih orang baik satu orang atau memihak yg jahat ribuan org. Saya ingin memberi saran pada SBY tiapkali punya problem dilematis dalam memutuskan sesuatu, pergilah..datangilah dua org kiyai..KH. Quraisy Shihab, dan KH.Abdullah. Gymnastiar..

Agak telat, tp sy baru tau klo ada ribut2 soal tudingan daftar kebohongan pemerintahan SBY (metro tv lebih kejam lagi, disebutnya pemerintahan SBY sebagai rezim SBY). Klo yg bikin daftar catatan kebohongan itu aktifis mahasiswa, mungkin dicuekin ama SBY, tp bila berasal dr tokoh2 lintas agama, wajar bila bikin SBY gusar. Potensinya bisa eskalasi massa, itu lebih berbahaya ketimbang hiruk pikuk org2 DPR. Ini situasi baru dalam sejarah republik ini menurut saya, belum pernah ada (kecuali individu tertentu dari kalangan tokoh agama), yg berani bersuara keras pada pemerintah. Memang begitulah seharusnya peran ulama. Keberanian bersuara pada ulama ini akan dgn sendirinya menaikkan kredibilitas dan citra pemimpin agama dimata masyarakat..

Semoga suara keras tokoh agama ini bisa didengar SBY lebih bijak. Tak perlu tersinggung atau uring2an..sebab kalau disikapi dgn kemarahan dan ketidaksukaan justru bisa berubah jd bumerang..semoga Presiden SBY Siregar slalu diberi kekuatan dan hidayah kepemimpinan..amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar