IRAN BUKANLAH IRAQ


Perang adalah bagian dr peradaban umat manusia, tak bs terhindarkan. Bahkan sejak generasi pertama umat manusia, konflik menjadi kisah perjalanan makhluk paling cerdas dalam jagat raya. Tahun lalu, energi dunia internasional tertuju pada gejolak politik dan keamanan yang melanda beberapa negara di Timur Tengah, di awali oleh aksi demonstrasi besar-besaran di Tunisia, lalu merembet ke Mesir, Libya, Yaman dan Suriah.

Dalam kasus Mesir, negara2 barat tak berani ambil resiko melawan kehendak rakyat mesir, sekalipun mantan Presiden Husni Mubarak adalah ‘sekutu’ selama puluhan tahun yg berpengaruh besar meredam nuansa permusuhan bangsa arab dgn musuh abadi mereka, Israel. Kalaupun, negara2 barat yg dimotori Amerika Serikat melibatkan diri dalam konstelasi politik mesir, itu mereka lakukan tanpa banyak koar2, cukup operasi intelijen. Begitu pula dalam kasus Yaman dan Suriah.
Sungguh berbeda respon negara2 barat dlm menyikapi Libya, ini memang negara yg pemimpinnya tidak mereka sukai selama berpuluh2 tahun. Maka ketika pecah pemberontakan, negara2 barat dgn segala kepentingan punya alasan melibatkan diri, pertama untuk menekan habis kekuatan yg selama ini memusuhi barat, kedua, tentu saja aset minyak libya yg begitu menggiurkan.

Kini, ditahun 2012 agaknya kita akan menyaksikan babak baru pertempuran dan peperangan yg kali ini besar kemungkinan dampaknya akan demikian luas dan terasa bagi banyak negara. Yakni antara Iran dan negara2 NATO. Situasi terbaru sudah memanas, Iran telah dijatuhi embargo ekonomi secara sepihak, lalu dgn dalih menegakkan embargo Amerika akan menempatkan armada militer di sekitar Iran, sekaligus persiapan bila perang terbuka jd kenyataan. Dalam posisi menantang seperti itu, peluang benturan semakin besar dan dalam posisi yg tertekan Iran boleh jd akan nekad melancarkan konfrontasi terbuka, dgn pemicu misalnya memblokade selat Hormuz yg merupakan salah satu akses utama perdagangan minyak dunia.

Bila perang pecah, maka dunia akan mengalami situasi yg benar2 krisis dan kritis. Bagaimanapun Iran jelas kondisinya jauh berbeda dibandingkan Irak dan Libya. Dua negara ini dgn cepat dikalahkan oleh pasukan koalisi barat karena kekuatan militer keduanya sama sekali tidak solid yg disebabkan gejolak sosial masyarakat secara massif yg memang tidak lagi menghendaki Saddam dan Khadafi terus-menerus menjadi pemimpin bangsa.
Sementara kondisi inter negeri Iran jauh lebih solid sekalipun mereka termasuk negara yg kurang disukai negara2 arab disekitarnya, karena perbedaan ras, aliran keagamaan dan politik luar negeri Iran yg tidak kooperatif dgn dunia barat. Bila rakyat bersatu padu, maka segala strategi lebih mudah diterapan.

Sia2 klo kita membandingkan kekuatan militer Iran dan NATO, sekalipun katanya Iran sudah menguasai teknologi Nuklir. Jangankan model keroyokan, lawan Amerika Serikat saja Iran akan kerepotan, bila perbandingannya kekuatan militer. Mereka butuh keajaiban untuk memenangkan pertempuran. Kalau ingin mengimbangi kekuatan sekutu, memang seharusnya sejak lama Iran menjalin koalisi dgn rusia atau China yg militernya demikian kuat dan disegani negara2 eropa. Itulah mengapa dr dulu Amerika tdk berani macam2 dgn Korea Utara, karena negara komunis ini dilindungi China.
Kalau perang terjadi, maka saya memprediksi Iran akan kalah (untuk sementara), tp tidak dlm waktu cepat. Perang itu boleh jadi akan terjadi berbulan2, dan melihat karakter masyarakat Iran yg cerdas dgn memperhitungkan peradaban ala Persia di masa lalu, maka Iran mengerahkan seluruh potensi dan strategi untuk mempermalukan Amerika. Mereka mungkin saja akan memperluas isu perseteruan antar negara menjadi isu agama. Bila konflik dimaknai warga dunia sebagai perang antar umat beragama, maka realitas yg ada di depan mata adalah terulangnya perang salib. Kecilkah kemungkinan itu, untuk saat ini iya..tp semua bergantung dinamika situasi.

Bagi masyarakat islam beraliran fundamental, Iran adlah harapan terakhir yg menjadi symbol perlawanan atas hegemoni dunia barat. Mereka tak akan rela melihat Iran jd bulan2an, dan dgn segera melibatkan diri. Kelompok garis keras diberbagai negara Arab, Yaman, Libya, Irak, Palestina, Yordania, Libanon dan sekitarnya akan berjuang didepan rakyat Iran. Bahkan mungkin termasuk pula kelompok garis keras dr asia tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dan Filiphina. Atau kawasan Asia selatan yg terkenal radikal semacam Pakistan dan Afganistan.
Itu akan jd perang yg tak mudah buat Amerika. Boleh jd Iran akan memberi dana luar biasa besar bagi jaringan ekstrimis dr Libya, Yaman dan Afganistan untuk membuat perang lain dinegara2 barat sendiri. Boleh jd bentuknya memang aksi teror. Bagaimanapun kematian mengenaskan Khadafi dan Usama bin Laden masih menyisakan dendam membara yg menunggu saat tepat untuk melakukan pembalasan.

Secara pribadi, saya tak menyukai peperangan, apapun alasannya. Tapi perang adlah takdir, cuma soal waktu dan pemicu, sebuah siklus yg tak terhindarkan. Bagi umat islam, perang ini akan demikian krusial, bisa jd titik balik proses menuju kemenangan yg telah dijanjikan. Kedua belah pihak kini saling menghitung kekuatan lawan, mulai merancang strategi apa yg paling jitu.

Kalau boleh memilih, saya lebih suka perang itu tidak terjadi di zaman kita, tp kalau pun harus terjadi, mau apalagi. Kita cukup jd penonton sepanjang peristiwa ini tidak melebar dan akhirnya menyentuh harga diri kita sebagai muslim.
Bagi Amerika, mereka sudah sangat siap terlibat konflik, mereka punya banyak pengalaman memenangkan pertempuran. Sementara buat Iran, kunci memenangkan perang menurut pendapat saya adlah menjaga soliditas rakyat Iran, menerapkan permainan isu dgn memanfaatkan media dan menyusun aksi teror.

Teror adlah bagian dr strategi peperangan, namun dgn catatan bukan teror yg serampangan dan sembarangan seperti menyerang fasilitas public misalnya. Perang tidak berarti lantas boleh semaunya menafikan etika kemanusiaan, prinsipnya “seranglah lawan yg memang benar2 memusuhimu”.
Mungkin Iran bias menjiplak strategi perang dalam sebagaimana strategi olahraga. Dalam sepak bola ada filosofi menarik, bahwa pertahanan terbaik adlah langsung menyerang area pertahanan lawan. Sementara klo dalam olahraga bulu tangkis yg mempertandingkan ganda, ada strategi mendasar untuk mematikan permainan lawan, seranglah sisi terlemah pertahanan lawan, tempatkan bola pada area diluar penguasaan lawan atau tempatkan cock pada area tengah dua pemain lawan. Olahraga punya banyak strategi yang dapat diadaptasi menjadi strategi peperangan yg sesungguhnya.
Buat kita bangsa Indonesia, mari berdo’a semoga perang itu ditangguhkan dlm jangka waktu yg lama.

oleh Ainul Huda Afandi pada 5 Januari 2012

1 komentar:

  1. ada baiknya kedua negara tersebut saling mendukung kemerdekaan palestina daripada harus saling berperang. keduanya sama2 memiliki armada angkatan bersenjata yang canggih dan bisa saja berguna untuk mendukung negara palestina MERDEKA.

    BalasHapus