MENGHAKIMI SANG PENGADIL


Sore td aku menyempatkan diri sejenak menonton liga ISL, sesaat setelah babak kedua dimulai. Memainkan pertandingan antara tuan rumah Persisam samarinda menjamu Deltras sidoarjo. Pertandingan berjalan seimbang, tp seharusnya bs lebih menarik bila melihat sejumlah pemain asing berkualitas dr masing2 tim.
Bila patokannya nama besar, mestinya Deltras punya lini serang yg garang. Marcio souza, cristiano lopes, dan danilo fernando adalah pemain2 dgn kualitas skill dan agressifitas diatas rata2 untuk ukuran liga indonesia. Sayangnya bagusnya striker deltras tak ditopang lini tengah yg kuat, jarak pemain seringkali terlalu jauh, sehingga pemain2 depan deltras cenderung bermain individual, dan itu jelas tak efektif, apalagi marcio dan lopes punya tipikal yg sama.




Persisam jg punya koleksi pemain bintang semacam julio lopes, Ronald Fagundes dan pavel solomin. Ku lihat mereka lebih seimbang dlm permainan, konsisten dlm mengalirkan serangan, dan hasilnya menjelang akhir pertandingan mereka mampu mencetak gol kemenangan.

Gol yg terjd sebenarnya bs dihindari klo salah satu pemain deltras tidak merusak konsentrasi mereka sendiri. Bermula dr posisi bola mati dan salah seorang pemain yg baru masuk, Fahmi yg mencoba memprovokasi Fagundes, dgn mengajak adu-mulut dan menghalangi fagundes yg hendak mengambil tendangan bebas. Anehnya wasit diam saja, dan tidak memperingatkan fahmi. Sempat beberapa saat terjadi kericuhan.

Dulu sy pernah menonton deltras main, dan baru tau betapa buruk mental pemain senior bernama fahmi ini. Saat itu situasinya nyaris sama, ia masuk lapangan sebagai pemain pengganti, tidak lama kemudian hampir berkelahi dgn pemain lawan, lalu dlm beberapa menit akibat pelanggaran2 keras, pemain yg lebih pantes main di level tarkam ini mendapat kartu merah. Mending klo mainnya bagus, ada yg bs dipuji..tp klo pemain model begini sih, ke laut aja deh..

Gol satu2nya dlm pertandingan td sore diprotes keras pemain deltras. Mereka sempat WO. Padahal dlm tayangan ulang menurutku tak ada yg ganjil, gol td sah, kecuali klo bolanya emang lebih dulu tlah melewati garis lapangan. Bolehlah diperdebatkan. Tp, apapun problem wasit, regulasi dlm sepak bola sudah memastikan, keputusan wasit adalah 'harga mati'.

Memprotes keras wasit sebaiknya memang tak perlu jd urusan pemain, toh jarang2 ada wasit yg mau menganulir putusannya, hal2 yg tidak diterima akibat putusan wasit biarlah jd urusan manajemen klub ama Badan Liga yg membawahi wasit.

Banyak faktor yg menyebabkan kualitas wasit di indonesia dikenal buruk, sampai2 ngga di pake dlm ajang turnamen skala piala asia dan piala dunia. Persoalan utama sebenarnya bukan faktor uang. Mereka sudah dapat honor yg pantas, lg pula umumnya wasit punya pekerjaan tetap lain, beda dgn pemain yg harus full konsentrasi, karena tiap hari harus latihan.

Persoalan yg menurutku urgen bagi wasit indonesia adalah minimnya pelatihan, pembinaan dan pemahaman terhadap aturan main sepak bola. Banyak situasi dlm pertandingan yg menuntut wasit tidak saja harus benar, tp jg tepat dlm memutuskan. Sungguh tidak gampang jd wasit. Selain butuh mental yg kuat sehingga tidak mudah terpengaruh tekanan pemain dan penonton, seorang wasit harus punya stamina fisik yg bagus, yg membuatnya tidak malas bergerak. Banyak keputusan2 yg tidak tepat berasal dr penempatan posisi wasit yg tidak efektif untuk melihat gerak-gerik dan aktifitas pemain, baik yg tengah menguasai bola atau tanpa bola.

Selain itu faktor lain yg membuat wasit indonesia gampang ditekan pemain, penonton atau ditengarai menerima suap, adalah aspek keselamatan. Sering kita jumpai wasit dikeroyok dan dipukuli, karena pihak keamanan 'setengah hati' dlm melindungi wasit. Bahkan, pelaku pengeroyokan dan pemukulan kerapkali tidak memperoleh sanksi hukum yg sepantasnya. Bila sudah begini, mau tak mau kita harus menunjuk PSSI sebagai pihak yg tidak cakap dlm menegakkan aturan main.

Sejauh ini saya tidak akan menilai wasit2 di LPI lebih baik drpada wasit ISL. Benar ada usaha perbaikan untuk mencitrakan diri sebagai pengadil pertandingan yg baik, tapi tim2 ISL punya kualitas dan level tim yg lebih tinggi dr klub2 LPI. Ada semangat persaingan yg lebih ketat dan melibatkan fans yg begitu fanatik. Sehingga level tekanan yg diterima wasit LPI memang belum seberat wasit ISL. Mungkin baru bs diperbandingkan lima tahunan lagi, kala sudah ada sistem degradasi, juara dan munculnya kekuatan2 utama tim di liga.

Belajar dr primier league di inggris, liga di sana adalah contoh ideal bagaimana mestinya menjalankan roda kompetisi. Tiap pertandingan di rekam, hampir di setiap sudut stadion ditempatkan cctv yg memungkinkan tidak saja merekam aktifitas pemain atau offisial, tp jg penonton. Bagi penonton yg diketahui melanggar aturan menonton dlm stadion dgn kategori berat, tanpa ampun akan dilarang menonton di seluruh stadion yg diakui oleh FA, bisa saja berlaku seumur hidup.

Disana aturan bukanlah tinggal aturan, tp ada komitmen menegakkan aturan, menjunjung tinggi nilai sportivitas, semua didasari kecintaan pada olahraga sepak bola.


oleh Ainul Huda Afandi pada 03 Februari 2011 jam 19:58

Tidak ada komentar:

Posting Komentar