DOSA


Manusia selalu punya cara menghibur diri dan membesarkan hati. Tiap kali dirinya melakukan kesalahan, ia akan berkata "kita hanyalah manusia biasa, tempatnya salah dan alpa", seakan menjadi justifikasi kewajaran untuk atas sgala kekeliruan dan kekhilafan yg pernah kita lakukan.

Lalu sebagai alasan penguat, kita sertakan contoh manusia panutan, "Nabi Adam pun pernah melanggar larangan Tuhan, Nabi Ibrahim pun pernah tiga kali berbohong, Nabi Harun pun pernah lalai mencegah kaumnya menyembah patung sapi."

Harusnya kita ingat bahwa semua manusia pd dasarnya manusia 'biasa', termasuk para Nabi dan Rosul-Nya. Mungkin para ulama mengartikan ke-maksum-an Nabi Muhammad sebagai "terjaga dr berbuat dosa". Saya tak begitu mengerti perkara etimologi bahasa arab, tp saya lebih suka memahami ke-maksum-an Rosululloh sebagai "kemampuan menjaga diri dr berbuat dosa". Pemahaman seperti ini rasanya lebih bs diterima menurut naluri kemanusiaan saya.

Sebagaimana yg pernah di nyatakan oleh Nabi, "Tiap diri manusia ada syetannya, salah sahabat bertanya : apakah termasuk Engkau juga, Ya Rosululloh. Jawab beliau : Ya, tp Allah membantuku menaklukkan syetan itu." (Mohon dikoreksi bila saya keliru menyertakan redaksi terjemah hadits dan salah pula memahaminya)

Manusia slalu punya potensi berbuat dosa, baik disadari atau tanpa disadarinya. Tp potensi dosa tidak lantas menjd toleransi untuk dimaklumi begitu saja. Dosa harus dipandang sebagai momok menakutkan, bila yg kita perhitungkan betapa kejam balasan yg akan diberikan.

Bagaimana cara kita agar tidak terbiasa bergelimang dosa ? Ada banyak cara, salah satunya : Jangan pernh mulai mencoba sesuatu yg mengandung dosa. Bila pertama kali kita melakukannya, mungkin akan ada penyesalan, rasa bersalah dan perasaan berdosa yg teramat dalam. Boleh jd kita lalu berikrar dgn taubatan nasuha. Tp, bila lain kali godaan itu datang lagi, dan tak kuasa kita menahannya, lama-kelamaan perasaan bersalah itu akan hilang, merasa biasa aja..inilah jebakan dan perangkap perbuatan yg mengandung dosa.

Kita boleh menganalogikan dgn merokok, pertama kali kita mesti merasa tdk nyaman, takut ketahuan..dua tiga kali dan seterusnya, setelah terbiasa dan ketagihan..kita tak perduli lg dgn cemoohan, bahkan tak ambil pusing bagaimana hukumnya..makruh atau haram. Bahkan semisal ada pilihan hukum merokok itu wajib, pasti kita akan senang hati memilih opsi ketiga.

Dalam perjalanan hidupku, saya pernah merasa frustasi akan ingatan dosa2 yg pernah sy lakukan dan mungkin selanjutnya akan kembali terjadi lg. Tak perlu saya ceritakan dosa2 apa saja itu..karena sama tak perlunya dgn menceritakan berapa banyak pahala yg sudah saya kumpulkan. Sampai2 sehabis shalat ada do'a yg dahulu cukup rajin saya panjatkan..."Ya Allah, bila hidupku hanya habis untuk berbuat maksiat kepada-Mu, jangan biarkan aku berumur panjang..yg cuma akan membuatku berat mempertanggungjawabkannya dihadapan-Mu kelak."

Tentu saya tahu anjuran berdo'a agar dikaruniai umur panjang. Tp, kita harus ingat umur panjang membawa konsekuensi. Do'aku itu bukan berarti keinginan supaya lebih baik mati saja. Tidak, saya sama seperti anda..laksana puisi "aku ingin hidup seribu tahun lagi."

Do'a itu punya pengharapan yg bersayap, dgn kata lain aku ingin mengatakan "Tuhan, aku tahu sebaiknya aku berumur panjang, maka berikanlah aku jalan dan kesempatan2 yg lapang ntuk berbuat kebaikan..agar aku sibuk dgn urusan kebajikan yg membuatku lupa untuk berbuat dosa."

Sampai detik ini aku masih dikaruniai kehidupan..tetap saja masih sedikit sekali menumpuk pahala dan masih banyak menimbun dosa. Tp, aku bersyukur..karna hidup berarti masih ada kesempatan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Selalu ada cukup waktu untuk berbuat kebaikan.


oleh Ainul Huda Afandi pada 03 Februari 2011 jam 23:29

Tidak ada komentar:

Posting Komentar