SURGA ILMU



Suatu hari, saat aku mulai beranjak remaja, Abahku memintaku untuk masuk pesantren..tradisi dalam keluarga yg berlaku pula pada saudara2ku yg lain. Berat hati rasanya aku menerima keinginan beliau..tp tak berani menolaknya secara langsung..ku sampaikan keberatan itu pada ibu, "mondok itu seperti susu untukku, bu. Bagus, tp sayang aku ngga suka." (Kebetulan, kecuali ayam aku memang ngga doyan segala jenis daging hewan darat, termasuk susu).

Tapi, apalah daya anak dihadapan orang tuanya, seberat apapun menerima kehendak org tua, itulah sebenarnya yg terbaik buat kita. Walau jenuh pd dunia yg sama dan mendambakan kehidupan berbeda, kita harus percaya betapa besar kasih dan sayang orang tua, semua demi kebahagiaan masa depan kita.
Menuntut ilmu (apapun dan dimanapun) harus berlandaskan keikhlasan, kesungguhan dan cinta. Kata peribahasa "man jadda wa jada", siapa sungguh berusaha pastilah ia bisa. 

Kesungguhan, keikhlasan dan cinta itulah yg tak ku bawa dalam ruang2 belajar ilmu agama. Walau pun latar belakang pendidikanku benar2 agama oriented, TPA, MI, MTs, MA, Pesantren, Lalu kuliah di IAIN\UIN dgn bilangan semester yg bs bikin geleng2 kepala..tak jua mampu membuatku mengerti betul soal agama.

Apakah semua ini membuatku lantas menyesali ?.. ngga. Sedari awal aku sadar, kami memang tak cukup saling cinta, dan inilah resikonya. Ilmu tak akan mencintai siapapun yg tak menyukainya..anda benci ikut pelajaran matematika, jangan pernah berharap anda akan bisa mengerti dan menguasai materi dgn sendirinya.

Sementara, ada ilmu lain yg dr balita memang aku suka, yakni mendengar, membaca dan melihat berita. Mulai zaman radio sampai era internet. Masih ku ingat aku paling suka dengar warta berita RRI, berita daerah, berita nasional dan dunia dalam berita-nya TVRI..sampai hafal nama2 presenternya, Daniel, teungku malinda, (Jadul bgt yah..), mungkin yg males nonton, acara laporan khususnya pak harmoko yg isinya cuma ngomongin harga cabe keriting.

Masih terbayang jg saking 'haus' akan berita, tiap ada acara pengajian ku cari di dapur, tempat org2 sibuk masak.. tumpukan koran2 bekas..biasanya koran pos kota. Aku jg girang tiap pulang sekolah menemukan selembar koran bekas dijalan, memungut sambil jln, membawanya pulang sekedar membaca isinya (harap maklum, tdnya daerahku cukup jauh dr kota, ngga ada yg namanya agen koran..)

Apa manfaat ilmu membaca berita ? Hobi akan berita berbanding lurus dgn wawasan sejarah. Semakin banyak informasi yg kita peroleh, kita akan lebih memahami asal mula suatu berita. Org paham sejarah punya kecenderungan lebih menguasai masalah. Ilmu membaca berita tentu bukanlah ilmu pokok, kita takkan menemuinya di bangku kuliah. Cuma ngga ada salahnya cobalah dibiasakan.

Itulah gunanya mencintai ilmu bg para penuntut ilmu, dimanapun tempat kita mencarinya. Walau apa yg terjd di indonesia smakin lama terasa memprihatinkan, kala pendidikan formal tidak lagi berlandaskan pada murni keilmuan..namun berubah menjd normatif dan melihat capaian dr apa yg tertera diatas kertas.

Lihatlah sekolah2 yg muaranya hanya perolehan angka tertinggi nilai ujian kelulusan, tak jarang diraih dgn kecurangan dan ketidakjujuran ..Lihatlah kampus2, yg lebih menghargai IPK tertinggi daripada potensi intelektualitas seseorang. Aku punya beberapa sahabat yg dlm hati ku sanjung sebagai org2 cerdas, tp diperguruan tinggi nasibnya justru terlantar karena ribetnya sistem pendidikan dan birokrasi yg mengagungkan aspek administrasi.

Aku merindukan sosok khalifah Harun al-Rasyid, yg menjadikan baghdad sebagai 'surga' bagi para penuntut ilmu. Beliau tinggikan kehormatan org2 alim, beliau mudahkan jalan bagi siapapun, dari kelas sosial manapun yg ingin menuntut ilmu..

Segala fasilitas yg diperlukan bagi pendidikan tersedia, perpustakaan2 besar nan lengkap koleksinya..Oleh sebab pemimpin menjadi teladan ntuk memuliakan ilmu, maka ilmu pun akan membalas dengan meninggikan derajat dan kehormatan para pengembannya. Lalu kita catat, masa kekhalifahan Harun al-Rasyid salah satu peradaban yg paling cemerlang dalam sejarah keislaman.


oleh Ainul Huda Afandi pada 02 Februari 2011 jam 20:10

Tidak ada komentar:

Posting Komentar