INDAHNYA RUMPUT LAPANGAN QATAR


oleh Ainul Huda Afandi pada 20 Januari 2011 jam 1:17

Negara kaya selayaknya berbanding lurus dgn fasilitas yg tersedia.Tak aneh, bila Qatar, salah satu negara kecil di timur tengah terpilih jd tuan rumah piala dunia 2022. Iri rasanya melihat lapangan dan standar stadion sepak bola disana, stadionnya sendiri memang tak besar kapasitasnya. Wajar, soalnya jumlah suporter Qatar tak seberapa, tp kondisi stadion lebih dr cukup ntuk memberikan kenyamanan bermain bagi para pesepak bola. Tak ada lg alasan ntuk menyalahkan faktor lapangan lantaran timnya bermain buruk misalnya.

Rasanya tak lengkap bila ngga membandingkan dgn lapangan2 sepak bola di indonesia. Ini negara kaya sebenarnya, banyak org pinternya, tp kebanyakan wacana, duit negara sering buat 'bancakan' buat mereka yg emang suka cari2 proyekan.

Padahal, bukankah lebih bagus jika duit negara (dana apbd) puluhan milyar yg tiap tahun keluar buat subsidi klub2 itu, diperuntukkan saja buat membangun stadion yg biarlah biasa2 aja, tp paling ngga, termegahlah seasia tenggara..(Jd klo bangun stadion jgn nanggung2, sekalian aja yg bikin org luar geleng2..).

Ngga keliru klo 'sikil' dan skill pemain indonesia dr dulu begitu2 aja, lha wong tiap pertandingan pemain cuma belajar bagaimana bekerja keras mengontrol bola ditengah lapangan yg buruk, ngga rata, pantulan bolanya sering liar, dan klo hujan deras lapangan tergenang.

Mengontrol bola diatas lapangan buruk menyita konsentrasi ekstra, apalagi dlm posisi press body pemain lawan, boro2 berfikir cepat kemana berikutnya bola dialirkan, bolanya bisa dikendalikan aja udah lumayan. Lapangan jelek selain membuat pemain menderita, jg rentan membuatnya gampang cidera. .

Itulah mengapa yg menonjol dr pemain indonesia cuma skill beberapa pemain tertentu yg harus dipuji diatas rata2, tp praktis tidak banyak mengalami peningkatan dan kemajuan dlm hal mengasah visi, membaca situasi dan mengembangkan skema atau pola permainan. Jujur saja, timnas malaysia dan thailand lebih baik dalam hal hal ini.

Bukan semata faktor pelatih menurut saya, lebih pada gaya dan kebiasaan bertanding pemain2 indonesia yg dipengaruhi kondisi lapangan yg buruk. Jangan salah, lapangan buruk jg bikin pemain bad mood lho..ujung2nya ada saja yg frustasi, trus emosi..akhirnya berkelahi.

Uniknya, banyak klub di kota2 besar dgn suporter yg fanatiknya minta maaf, kayak persija jakarta, persib bandung, persebaya surabaya, PSMS medan, PSIS semarang justru ngga pernah punya stadion bagus yg merepresentasikan besarnya dukungan masyarakat bagi klubnya masing2. Jeleknya stadion sebanding dgn kelakuan suporter di stadion yg doyan bgt musuhan dan 'misuhan', coba perhatikan aja nyanyiannya..kebak pisuhan, hujatan,umpatan, makian, cacian..

Sebagai contoh susahnya mengembangkan gaya dan pola permainan diindonesia, sebutlah klub Sriwijaya FC diera Rahmad Darmawan,yg punya stadion lumayan bagus di palembang (Fasilitas olahraga di kota ini boleh dibilang terbaik setelah yg ada dijakarta, karena besarnya support dr pemerintah daerah, makanya setelah sempat jd tuan rumah piala asia, tahun ini palembang jd tuan rumah utama sea games),

tim sriwijaya FC senang memakai pola serangan umpan2 pendek, tik-tak, satu-dua sentuhan, tp begitu main tandang, seringkali kalah ketika main dgn klub yg diatas kertas harusnya bisa lebih gampang ditundukkan. Ini karena pola dan gaya bermain yg biasa dipakai sewaktu main dikandang, gagal diterapkan dan tidak efektif dimainkan dikandang lawan yg umumnya punya lapangan dgn kualitas seadanya. Makanya tim yg bagus kontrol bola dan kuat secara fisik kayak arema atau persipura lebih punya peluang jd juara.

Intinya, tak perlu lg banyak berwacana, segera fokus perbaiki kualitas stadion, atau setidaknya kualitas lapangan sepak bola berikut sistem drainasenya. Ini cara terpenting diawal, klo masih ingin bermimpi indonesia menjadi salah satu tim elit dunia. Wassalam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar