MEMBAYANGKAN PADANG MAHSYAR


Mungkin anda akan sedikit mengernyitkan dahi membaca judul catatan ini. Ngapain sih dibayangin segala, mbok cukup percaya aja, nanti malah terjebak memberikan informasi yg menyesatkan. Karena itu di awal catatan ini, saya ingin menyatakan apa yg tertulis disini cenderung subyektif (karena informasi tentang padang mahsyar memang seperti yg telah dikabarkan pada kita sbagai muslim tidak sangat detail), namun tema2 tentang kematian, hari kiamat dan hari hisab menjadi salah satu obsesi pemikiran saya sedari kecil. Saya justru tidak terlalu memiliki obsesi pemikiran tentang surga dan neraka, karena wujudnya terlalu sulit untuk dijangkau bayangan pikiran kita.

Setiap muslim seyogyanya memiliki kepedulian dan kesadaran nyata tentang hari kematian, kiamat dan yaumul hisab, karena peristiwa2 ini adalah kenyataan yg pasti dihadapi umat manusia. Kepedulian dan kesadaran akan memperkuat keyakinan dan keimanan kita. Dulu, saya sering membayangkan seperti apa kematian itu, dan hasil kontemplasi membawa saya pada kesimpulan, kematian adlah proses peralihan kehidupan yg sungguh berat. Setiap bayi yg baru lahir secara alamiah umumnya menderita, karena mereka (kita) harus melewati lubang yg amat sempit (maaf). Para bayi menangis keras, sekalipun keluarga justru tertawa ceria menyambut kehadirannya.

Teknologi kedokteran saat ini melalui metode cecar membuat proses kelahiran secara kasat mata mungkin ‘mengurangi penderitaan’ si bayi. Begitu pula dgn kematian. Kita lahir dengan cara berbeda, tingkat kesulitan berbeda, maka proses kematian yg kita alami juga memiliki variasi perbedaan yg lebih kompleks. Satu hal yg jelas, tidak benar iklan2 di koran yg mengabarkan misalnya, “telah meninggal dunia dengan tenang..bla bla..”. Mungkin si almarhum terlihat tidur, mungkin si almarhum mati ketika tidak sadar, bahkan wajahnya menyiratkan ‘ketenangan’, namun harus diingat bahwa pada saat mati, penderitaan itu lebih dirasakan ruh ketimbang jasad. Wallahu a’lam.

Dalam catatan terdahulu sy pernah menceritakan bahwa suatu hari saya pernah bermimpi mengalami mati. Dalam mimpi kejadiannya tiba2, jadi seolah2 ada yg direnggut dari tubuh saya mulai dari ujung kaki terus naik ke bagian tubuh atas, ketika telah hampir menuju ke tenggorakan barulah saya sadar sedang menemui ajal, sempat membaca bacaan2, dan puncak dr proses mati dalam mimpi tersebut, saya mengandaikan seperti tanaman singkong yg dicabut dr tanah. Wallahu A’lam.

Setelah kehidupan dunia ini berakhir, maka manusia mengalami peralihan alam yg berbeda dgn alam dunia dan alam barzah, termasuk perbedaan dari segi wujud dan lama waktunya. Alam kandungan bagi sebagian besar manusia merupakan alam paling singkat yg pernah dilalui (sekalipun ada juga manusia yg memiliki kehidupan alam dunia lebih singkat daripada alam kandungan). Setelah alam kandungan dan alam dunia, manusiawi harus melewati alam barzah yg lebih lama waktunya, walaupun bagi org2 yg beruntung rasanya berlangsung sebentar saja. Ketika memasuki alam kebangkitan di yaumul hisab, waktu yg harus kita lalui lebih lama lagi. Jangan bayangkan peristiwanya seperti pengadilan dunia yg biasanya tak sampai satu tahun. Di padang mahsyar durasi waktunya begitu panjang dan jangankan org2 yg kehidupan dunianya buruk, bagi org2 baik peristiwa padang mahsyar adlah kejadian yg berat untuk dilalui.

Kita tahu jumlah umat manusia dan bangsa jin jumlahnya mungkin miliaran (berapa pastinya hanya Allah yg Tahu), sejak zaman nabi Adam sampai umat manusia generasi terakhir. Berkumpul dalam satu tempat dalam kebingungan, hiruk pikuk dan tak tahu kemana kita akan pergi sementara matahari didekatkan yg memaksa manusia butuh tempat berteduh.

Pada hari itu, bukan orang tua yg kita butuhkan bantuannya, bukan pula anak dan sanak saudara. Setiap kita hanya memikirkan kepentingan dan urusan kita sendiri. Pada saat itulah kita panik dan sibuk mencari guru2 agama kita, pada mereka yg sewaktu didunia kita akui dan kita percayai akan mampu membimbing kita ke tempat dimana Nabi Muhammad SAW berada. Hanya Nabi Muhammad satu2nya manusia yg dikaruniai Allah syafaat di yaumul hisab, yg akan memberikan tempat keteduhan sementara sbelum tiba saatnya datang panggilan untuk dihisab.

Umat manusia masa itu seperti anak yg kehilangan induknya, pergi kesana kemari tak tentu arah. Akhirnya setelah sekian lama dlm pencarian (berapa lama, entahlah mungkin ribuan tahun di dunia, anda bisa bayangkan mencari seseorang ditengah kerumunan miliaran manusia, jauh lebih lama daripada waktu yg diperlukan Nabi Adam dan Siti Hawa untuk bisa berjumpa sewaktu diturunkan ke bumi), insya Allah kita akan menjumpai guru2 agama kita, tapi jangan salah guru2 agama yg notabene didunia terkenal sebagai kiyai dan ulama di padang mahsyar tak terlepas dari nuansa kebingungan. Padang Mahsyar adalah tempat yg benar2 asing.

Lalu dgn berbondong2 kita mengikuti kemana langkah guru terdekat kita kemanapun ia pergi. Para guru2 agama ini pergi mencari guru2 mereka ditengah suasana sesak manusia. Harus diingat bahwa untuk dapat bergabung dgn guru2 agama kita, kita butuh ridho dan penerimaannya. Banyak guru yg menolak menerima murid2 mereka di padang mahsyar. Mengapa? karena murid2 ini selama belajar dan setelahnya menimbulkan kesan buruk bagi gurunya. Oleh karena itu, saya sering memberikan nasehat pada siswa2 saja, “setidaknya ada tiga jenis manusia yg kalian butuhkan ridhonya, pertama Rosulullah SAW, kedua orang tua dan ketiga guru2 agama”.

Pada hari itu, setiap murid mencari gurunya, setiap jamaah mencari imamnya. Kita sebagai umat Nabi Muhammad masih jauh lebih beruntung daripada umat Nabi dan Rosul lain, yg hilir mudik kesana kemari tanpa solusi. Pada masa2 di Padang Mahsyar inilah nasib manusia bermacam2, banyak murid2 yg mengikuti langkah gurunya yg sudah benar mengarahkan jalan menuju posisi Rosulullah, namun tidak sedikit murid2 yg terlanjur mengikuti guru2 mereka yg sesat dan akhirnya menyesatkan. Karenanya, mumpung masih hidup di dunia, marilah selektif dalam memilih guru dan aliran kepercayaan keislaman.

Secara sederhana, era Padang Mahsyar memiliki beberapa tahapan. Tahap pertama adalah tahap klasifikasi atau pengelompokkan. Setelah bangkit dari alam kubur kita dalam kondisi tercerai-berai dan sebelum memasuki tahap hisab manusia saling menyatukan diri dengan kelompok masing2 dalam jumlah yg banyak. Setelah itu kelompok manusia kafir dan tidak memiliki secuil pun keimanan dgn cepat digiring menuju tempat mereka masing2 di neraka. Adanya iman adalah prasyarat hisab, tanpa adanya iman apanya yg mau dihitung, karena seberapa banyak pun kebajikan yg pernah diperbuat tanpa memiliki keimanan sama sekali tak berarti di akhirat.

Setelah bersama guru2 agama, kita berhasil menjumpai posisi Rosulullah di padang mahsyar, bukan berarti solusi sudah didapatkan. Kita memerlukan ridho Rosulullah agar diperkenankan masuk ke area syafaat. Ada kelompok2 manusia muslim yg ditolak masuk ke area itu, karena perilaku fasik dan kurangnya kecintaan pada Nabi dan agama yg dibawa beliau. Bila kita ingin memperoleh ridho Rosulullah tak ada cara lain selain rajin menjalankan perkara2 yg wajib, meninggalkan perkara2 yg haram, dan rajin pula mengerjakan ibadah sunnah2 yg disukai Rosulullah.

Setelah proses klasifikasi selesai, barulah tahap berikutnya dimulai, yaitu masa hisab. Tidak seluruh umat islam akan dihisab, ada kelompok muslim yg dipimpin Rosulullah menuju surga melewati titian shiratal mustaqim tanpa dihisab sebelumnya, karena memang tak memiliki dosa, atau seluruh dosa yg pernah diperbuat telah diampuni oleh Allah. Dalam sebuah hadits diceritakan umat Islam adalah umat terbesar jumlahnya, umat lain yg lebih sedikit adalah umat Nabi Musa dan jumlah umat Nabi dan Rosul lain jauh lebih sedikit, bahkan ada Nabi yg tanpa pengikut. Ada 70 ribu umat Islam di antara miliaran muslim lainnya yg masuk surga tanpa hisab (apakah kita salah satunya???). Silahkan baca secara detail hadits tentang siapakah kelompok manusia yg demikian beruntung ini.

Setelah kelompok manusia diputuskan tanpa hisab (bi ghairi hisab) seluruhnya telah masuk surga, lalu setiap umat Islam satu persatu dipanggil berlutut menghadap Allah. Inilah pengadilan yg paling hakiki, dimana setiap kebenaran terungkap, setiap hal selama ini yg dirahasiakan manusia akan tersingkap, tak akan ada yg mampu berbohong.  Takkan ada manusia yg sanggup merekayasa dan memanipulasi proses pengadilan di akhirat. Proses hisab setiap manusia terasa amat lama bagi kita. Bayangkan saja, setiap detik bahkan sekian mili detik dari kehidupan kita di dunia akan dihisab dan dimintai tanggungjawabnya. Ketika seorang manusia dipanggil menghadap Tuhan, maka dibentangkanlah kitab catatan amal selama hidup di dunia, “Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.” (terjemah Q.S. Al-Isra’ :13-14). Bukankah Allah Maha Adil dan Maha Bijaksana karena memberikan kesempatan kita sendiri mengecek setiap amal perbuatan kita?

Waktu itu ada manusia2 yg mencoba mengingkari atau mencari alasan atas setiap kesalahan yg di lakukan, tapi kebenaran dan keadilan adalah milik Allah. Lalu, setiap bukti dan saksi seluruhnya ditampilkan. Akhirnya mulut mereka dikunci tak bisa berkata2, lalu tubuh jadi saksi, hati dan pikiran jadi saksi, manusia2 lain jadi saksi, alam semesta yg selama ini kita tinggali jadi saksi. Saat itu ada manusia yg bergembira, wajahnya ceria dan bercahaya karena Allah ridho terhadapnya, dan tidak sedikit yg meneriaki diri sendiri, “sial aku, celakalah aku”, penuh penyesalan, tentu penyesalan yg terlambat dan sia-sia. Sampai2 kelompok manusia ini berkata mungkin lebih baik jika tidak diberikan kitab mengingat betapa buruk kitab yg ia terima, bahkan mereka berujar alangkah lebih baiknya jika tak ada akhirat dan kehidupan selesai setelah kematian.

Selain kelompok manusia tanpa dihisab (bi ghairi hisab), kelompok berikutnya adalah ashabul yamin (penerima kitab catatan amal shalih di tangan kanan), lalu ashabus syimal (penerima kitab pada tangan kiri) dan terakhir ashabul a’raf (kelompok manusia yg keburukan dan kebaikannya berimbang, ini kelompok yg selamat dari neraka tapi terhambat untuk bisa segera masuk syurga).

Masa yaumul hisab adalah saat2 yg penuh dgn sesuatu diluar perkiraan kita dan manusia lainnya. Ada org2 yg miskin amal baik tiba2 menjadi kaya karena limpahan pahala dari org lain, dan ada juga org2 yg kita kenal alim, banyak beribadah, singkatnya banyak memiliki pahala tiba2 bangkrut saat menjalani hisab. Bahkan tidak hanya bangkrut, org2 tersebut juga mendapat limpahan dosa, atas suatu kesalahan yg mungkin selama di dunia tidak terpikirkan olehnya. Tidak ada urusan yg lebih membuat manusia pusing, risau, gelisah, panik dan takut luar biasa selain waktu mengikuti proses hisab di akhirat. Mengapa? karena setiap muslim waktu itu menyadari sepenuhnya resiko bila diputuskan bersalah dan harus menjalani siksaan neraka yg tidak pernah terbayangkan alam pikiran manusia penderitaannya. Wallahu A’lam.

Barangkali kita terpikir, “klo begitu lama sekali ya prosesnya..”. Benar, lama dirasakan oleh manusia yg sedang disidang, dan lama pula dirasakan manusia lain yg menanti giliran dipanggil dalam pengadilan akhirat. Sekali lagi, waktunya lebih lama dari masa kita di alam kandungan, alam dunia dan alam barzah. Wallahu A’lam.

Dalam sebuah hadits dikabarkan, amal shalat menjadi amal yg pertama kali dihisab. Sebab shalat adalah simbol keimanan pada Tuhan yg amat mendasar. Barulah amal perbuatan lain. Setelah seorang muslim selesai mengikuti proses hisab, maka tibalah putusan dari Allah, apakah kita termasuk org2 yg beruntung lolos dari hukuman neraka, atau harus lebih dulu merasakan siksa sebagai konsekuensi kesalahan yg telah kita perbuat, betapapun kecil jumlahnya. Begitulah satu persatu manusia dipanggil menghadap Tuhan, dan kita tak tau bagaimana nasib kita saat itu. Karenanya, tak ada jalan lain selain mempersiapkan diri sebaik mungkin menghadapi masa yaumul hisab. Pesan Rosulullah, “tak ada bekal yg lebih baik menghadapi masa di akhirat selain taqwa”.

oleh Ainul Huda Afandi (Catatan) pada 24 Desember 2012 

1 komentar: