AGAMA AHMADIYAH |II|


Pemerintahan SBY tengah dilema dan dilanda kegamangan menyikapi keberadaan FPI dan Ahmadiyah. Berkali2 sepak terjang FPI mengundang kontroversi dgn aksi2 kekerasan yg dilatarbelakangi keinginan menegakkan amar ma'ruf nahi mungkar lewat caranya sendiri. Bermodal basis massa yg demikian fanatik, mereka terjun mengambil peran yg semestinya menjadi kewenangan aparat penegak hukum.

Tidak mudah bagi SBY membubarkan FPI, selain rentan memicu aksi perlawanan dan konflik terbuka, jg seandainya dibubarkan pun amat mudah bagi FPI ntuk berganti nama, sementara gerakan dan eksistensinya tetap ada. Di sisi lain, gerakan islam radikal adalah habitat yg subur bagi pemicu benturan2 antara pemeluk agama, kerusuhan dan tindak terorisme.

Dipihak lain, bukan hal yg gampang pula bagi pemerintahan SBY membubarkan ahmadiyah. Kita telah berada pada masa dimana mayoritas negara di dunia menyepakati sistem demokrasi dan menjunjung tinggi hak2 asasi manusia, diantaranya mengenai menghargai kebebasan berkeyakinan dan memeluk agama.

Dalam pemahaman ini, siapa saja boleh memeluk agama apapun, berkeyakinan apapun sepanjang tidak menyerang agama lain. Secara teori kemanusiaan, penghargaan terhadap hak2 asasi ini bs diterima akal, rasional dan tak apa2 jika sudah jd pilihan bersama dlm menata kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, secara realita idealisme ini sangat susah diwujudkan, karena adanya dimensi ajaran agama yg justru bertolak belakang dgn semangat kebebasan beragama seluas2nya.

Ahmadiyah adlah contoh aktual yg kini ramai diperdebatkan. Ahmadiyah memang tidak memiliki masalah dgn prilaku keagamaan mereka, mereka sanggup hidup damai, bermasyarakat secara wajar, dan tidak menganut ideologi kekerasan. Namun masalahnya terletak pd perbedaan meyakini pondasi keimanan yg menjadi penentu identitas keagamaan seseorang. Bagi mayoritas umat islam akan sulit menerima org yg dipercaya telah murtad dan kafir, tetap saja menggunakan nama dan simbol2 keislaman. Dlm khazanah ajaran islam, sangat penting menjaga perbedaan identitas antara org islam dan
Org kafir..kita bisa mendapatkan dalil dan landasannya dlm alquran dan al-hadits.

Persoalan konflik yg menjadikan beberapa warga ahmadiyah tewas karena penyerangan, menurut saya adlah buah dr kegagalan pemerintah mensosialisasikan identifikasi yg jelas atas ajaran ahmadiyah. Padahal sepatutnya pemerintah bisa bersikap tegas, bila benar ajaran ahmadiyah sesat dan menyimpang, tentu harus dilakukan pembubaran. Pemerintahan SBY boleh meniru gaya orba dalam mematikan komunisme dgn mendengungkan bahaya laten komunis.

Saya seorang yg terbuka dan toleran terhadap perbedaan, namun bukan perbedaan yg salah kaprah. Tidak boleh perkara yg benar dan tidak benar dicampuradukkan atau dikompromikan. Kita boleh melangit memperbincangkan gagasan kebebasan beragama dan berkeyakinan tanpa batas, kita boleh saja mendukung penghapusan hukuman mati atas dalih hak hidup manusia, namun saya lebih suka takut pada Tuhan.., saya takkan perduli dicap fundamentalis ortodok, intelektual konservatif atau semacamnya, bagi saya ada konsep keimanan tertentu dalm islam yg merupakan 'harga-mati', tak boleh disentuh oleh modifikasi tafsir baru yg akhirnya justru membuat keimanan dan keislaman kita tergelincir pd kesesatan.

Untuk kepentingan menjaga keimanan dan keislaman itulah, dalam shalat kita berdo'a : Ihdinasy syiroothol mustaqiim..syirootolladzii na an'amta 'alaihim, ghoiril maghdhuubi 'alaihim wa ladl dlooliin...

oleh Ainul Huda Afandi pada 11 Februari 2011 jam 10:19 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar