MAULID NABI


Hari ini (15\2) mayoritas umat islam memperingati tanggal kelahiran Baginda Nabi Muhammad, yg populer dikenal dgn maulid nabi.

Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan oleh raja Irbil (wilayah Iraq sekarang), bernama Muzhaffaruddin al-Kaukabri, pada awal abad ke 7 hijriyah. Ibn Katsir dalam kitab Tarikh berkata:“Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awwal. Beliau merayakannya secara besar-besaran. Beliau adalah seorang yang berani, pahlawan,` alim dan seorang yang adil -semoga Allah merahmatinya-”.Dijelaskan oleh Sibth (cucu) Ibn al-Jauzi bahawa dalam peringatan tersebut Sultan al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh para ulama’ dari berbagai disiplin ilmu, baik ulama’ dalam bidang ilmu fiqh, ulama’ hadits, ulama’ dalam bidang ilmu kalam, ulama’ usul, para ahli tasawwuf dan lainnya.

Sejak tiga hari, sebelum hari pelaksanaan mawlid Nabi beliau telah melakukan berbagai persiapan. Ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para hadirin yang akan hadir dalam perayaan Maulid Nabi tersebut. Segenap para ulama’ saat itu membenarkan dan menyetujui apa yang dilakukan oleh Sultan al-Muzhaffar tersebut. Mereka semua berpandang dan menganggap baik perayaan maulid Nabi yang dibuat untuk pertama kalinya itu.

Walaupun Rosulullah sendiri tidak mensyariatkan perayaan pesta ulang tahun kelahiran, begitu pula tak pernah dilakukan para sahabat dan generasi Salaf. Namun demikian tidak berarti memperingati hari kelahiran sesuatu yg terlarang, terlebih merayakan Maulid Nabi. Maulid nabi kita rayakan sebagai penghargaan dan wujud kecintaan pada seorang manusia yg paling utama dan mulia. Atas perantara jasa dan perjuangan beliau dlm menegakkan agama-lah, kita memperoleh anugerah kenikmatan iman dan islam.

Para ulama’ menyatakan bahawa perayaan Maulid Nabi adalah sebahagian daripada bid`ah hasanah (yang baik). Suatu perbuatan yg baik, atas niat yg tulus tentu akan dinilai baik pula oleh Allah. Sebagaimana hadits nabi :
“Barang siapa yang melakukan (merintis) dalam Islam sesuatu perkara yang baik maka ia akan mendapatkan pahala daripada perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya selepasnya, tanpa dikurangkan pahala mereka sedikitpun”.(Diriwayatkan oleh al-Imam Muslim di dalam kitab Shahihnya).

Rosulullah semasa hidup didunia amat mencintai umat islam hingga akhir hayat beliau. Kecintaan itu tidak terbatas pada umat islam dizaman beliau saja, tp jg ditujukan pada umat islam yg hadir setelah beliau wafat, termasuk kita. Tinggal bagaimana respon kita dlm membalas cinta Rosulullah. Apakah cinta kita pada Baginda Nabi hanya sebatas ucapan lisan semata, ataukah rasa cinta itu telah merasuki jiwa dan pikiran kita, menyelimuti hati dan perasaan kita.

Cinta itu memang kasat mata bentuknya, tak terlihat oleh pandangan penglihatan, tp cinta akan selalu mendorong siapa saja untuk menunjukkan rasa cintanya tsb pd org yg ia cintai. Sudahkah selama ini kita menunjukkan cinta kita pada Rosulullah ?

Wujud cinta pd Rosulullah yg paling mudah dan sederhana adalah dgn ungkapan lisan, membacakan shalawat untuk beliau. Akan lebih bagus jika kita paham isi shalawat2 yg kita baca, hingga seolah2 kita tengah menyampaikannya secara langsung pada Rosulullah. Org yg banyak bershalawat adalah org2 yg rindu berjumpa Rosulullah, dan Rosulullah pun kangen dgn org2 yg selalu mengingat beliau karena cinta.

Saya berharap pemerintah atau ormas2 islam (seperti NU dan Muhammadiyah) bersedia mengfasilitasi peringatan maulid Nabi, agar lebih terencana, meriah dan perayaan dlm arti sesungguhnya. Tidak cukup menggelar pengajian dan ceramah agama, tp bagus jg klo sekalian menyelenggarakan konser2 shalawat..(jangan sampai kalah rame sama konsernya justin bieber atau justin timberlake...).

Sebagai penutup, saya mengakhiri catatan ini dgn seruan shalawat : "Shollu 'alaa nabi Muhammad...!"

oleh Ainul Huda Afandi pada 15 Februari 2011 jam 18:08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar