MEMBELA YG SALAH


Sudah jd rahasia umum kalo Tifatul Sembiring adlah salah satu pejabat negara yang paling rajin "berkicau" lewat akun twitternya. Sebagai pejabat publik, kebiasaan ngetweet mengandung sisi positif dan negatif sekaligus. Pertama, selaku pejabat yg dikenal luas masyarakat, tentu apapun yg disampaikan Tifatul menarik perhatian, terutama karena jabatannya di pemerintahan maupun dlam skala kepartaian posisinya terbilang strategis. Namun, kadangkala mungkin saking asyiknya, atau terpancing komentar followers..rentan keceplosan yg akhirnya bs melebar jd polemik di media massa.

Seperti yg terbaru, Tifatul mulanya memposting tweet yg berisi pendapat pribadinya tentang kasus yg menimpa kolega separtainya, Arifinto yg ketahuan menonton video porno saat sidang paripurna DPR. Tifatul berpendapat klo nonton video porno itu bukanlah dosa besar, karena menurut yg ia pahami dlm syariat agama, dosa besar itu hanya mencakup kabair (dosa2 besar) adalah: 1. Syirk pd Allah 2. Durhaka pd ortu 3. Pembunuhan 4. Zina 5. Sumpah palsu.

Ia bahkan menantang dua followers yg meragukan pemahamannya untuk adu argumen dalam halaqah di bathsul masail. Setelah beberapa kali bertukar tweeps, ada satu bunyi tweeps yg bikin gemas banyak orang. Tifatul menyampaikannya dgn gaya khasnya , lewat pantun : "Kalau tebu tak-punya ruas, sila digiling sampai sehasta, Kalau situ tak-juga puas, sila pergi ke-laut saja..
".

Celotehan tifatul inilah yg sontak jd pergunjingan, ngga cuma rame dibicarakan di dunia maya tapi juga melalui pesan berantai BBM. Masa sih rakyat klo ngga puas sama pendapat dia disuruh "melaut" aja (jd nelayan, dong !!). Mungkin Tifatul sekedar berseloroh, tp sebagai pejabat negara, apa yg ditulis oleh menkominfo ini terasa kurang elok.

Terlalu panjang lebar klo mendiskusikan benarkah nonton video porno itu bukan dosa besar...tp sejatinya video porno harus diakui memiliki pengaruh yg terlalu buruk bagi moralitas masyarakat dan memiliki efek negatif yg kuat terhadap prilaku seks bebas. Banyak kasus pencabulan, pemerkosaan dan aktifitas seks diluar nikah yg dirangsang oleh tontonan video porno yg dengan mudah bisa kita temukan dimana2.

Secara manusiawi menonton aktifitas seks itu memang menyenangkan, sekalipun tingkat kenikmatan yg diperoleh tidak seklimaks jika melakukannya langsung. Namun, ada aspek moral berupa syariat agama yg membatasi hasrat seksual kita agar tidak terjebak pada prilaku seksual hewaniah. Klo binatang, mereka wajar aja ngeseks disembarang waktu, dimana aja, dgn pasangan yg mana aja..tp demi tegaknya kemuliaan derajad manusia dalam strata makhluk hidup, ada aturan yg mengatur tata cara menyalurkan nafsu seksual, misalnya harus melalui ikatan maghligai rumah tangga.

Dalam persepsi seperti inilah, kita selayaknya prihatin atas merebaknya kultur nonton video porno. Tanpa bermaksud munafik, mungkin kita sendiri adalah orang2 yg bisa menikmati tontonan video porno tanpa rasa bersalah, dan karenanya kita membutuhkan peran negara untuk membantu kita menghilangkan kesempatan dan keleluasaan untuk memperoleh tontonan2 porno itu. Sehingga jd aneh, jika orang2 (para aparat atau pejabat penyelenggara negara) yg kita harapkan dapat membantu justru terjebak pula dalam keasyikan semu menonton video porno.

Dan semakin aneh, khususnya buat tifatul sembiring, baru beberapa bulan lalu atas nama moralitas ia gencar menekan operator telekomunikasi tanah air, bahkan termasuk pula blackberry supaya memasang piranti filter pornografi disistemnya sebagai bagian dr kampanye anti pornografi, namun sekarang seakan2 tifatul justru menganggap kalau menonton pornografi itu bukanlah masalah yg terlalu serius. Merealisasikan idealisme dalam kenyataan, memang tak semudah mengucapkan lewat kata2.

oleh Ainul Huda Afandi pada 13 April 2011 jam 9:44

Tidak ada komentar:

Posting Komentar