RAMADHAN


Tak lama lagi, hanya beberapa hari kita memasuki bulan Ramadhan. Saya sudah lupa kapan terakhir kali menyambut kehadirannya dengan cara yg sepantasnya. Mungkin karena terlalu rutin ia bertamu sehingga acapkali kita alpa bahwa Ramadhan adalah tamu mulia, tamu agung yang kemuliaannya melebihi seribu bulan-bulan biasa. Saya mulai mengenal Ramadhan ketika suatu hari dimasa kecil di ajak orang tua untuk berpuasa 30 hari lamanya. Mulanya, seperti anak-anak lain, kami diperbolehkan tidak makan minum setengah hari saja dan barulah selang beberapa tahun kemudian kami harus mengikuti cara orang dewasa berpuasa, seharian penuh sampai adzan maghrib berkumandang. Dimasa kanak-kanak bulan puasa adakalanya membosankan, terutama setelah berlangsung seminggu, menghitung dan melihat tanggalan adalah aktifitas rutin, dan betapa gembiranya ketika bulan puasa mendekati akhir, karena berarti perayaan hari raya idul fitri akan segera tiba. Saat membeli baju baju, sarung dan sandal baru dan banyak kue tersedia.

Lama-kelamaan waktu itu saya mulai paham bahwa puasa di bulan Ramadhan itu kewajiban setiap muslim dan merupakan salah satu rukun islam. Di bulan itu kami tak boleh melakukan kebiasaan buruk yg dibulan-bulan biasa kadangkala kami lakukan, sampai-sampai kami ditakut-takuti oleh anak2 yg lebih gede, “jangan menangis, nanti puasanya batal, lho..”, “ngga usah berenang ya..,nanti klo kemasukan air kan batal..”. Semakin dewasa saya berusaha memahami lebih jauh apa sesungguhnya hakikat Ramadhan, untuk kepentingan apa dianugerahkan Tuhan bagi umat islam. Akhirnya, sedikit demi sedikit saya mulai memahami bahwa Ramadhan memiliki substansi spiritual luar biasa, sebagai ajang latihan agar kita mampu menjadi muslim yang bertaqwa. Ketaqwaan tentu saja bisa di dapatkan diluar bulan Ramadhan, tapi jalan mencapainya lebih terbuka di Bulan Ramadhan. Secara teori, istilah Taqwa adalah idiom yg jamak kita dengar, namun secara praktek, sungguh bukan hal mudah menggapai tingkatan tersebut. Ramadhan juga merupakan tolok ukur kualitas diri kita untuk 11 bulan sesudahnya. Kalau kita mampu menghadapi, menjalani dan mengelola Ramadhan sesuai dgn tuntunan agama, maka kita boleh optimis bahwa pasca Ramadhan kualitas hidup kita akan semakin meningkat. Sebaliknya, bila setelah ramadhan kelak kita tidak merasakan bekas apapun, semua berjalan seperti bulan2 sebelumnya, sepatutnya kita sadar, Ramadhan berlalu begitu saja, dan berarti kita telah mengabaikan suguhan Tuhan yg begitu berharga.

Tadinya pun saya mengira inti kegiatan Ramadhan itu ya seputar berpuasa, berbuka, tadarus, taraweh dan ritual lain seperti yg biasa kita lihat. Namun kemudian saya mencerna bahwa puasa itu sesungguhnya lebih merupakan alat bantu sekaligus pula ujian untuk mencapai tujuan kita menjalani kehidupan di Bulan Ramadhan. Bukan disebabkan kita sukses mampu menahan lapar dan dahaga seharian selama sebulan penuh, lantas di akhir Ramadhan dgn mudah kita merasa sudah menjadi orang yg bertaqwa, suci kembali tanpa dosa laksana bayi yg baru lahir. Ketaqwaan hanya lahir dr pribadi yg takut kepada Allah dgn sebenar-benarnya takut, Ketaqwaan lahir dr pribadi yg beribadah, memuja dan memuliakan Tuhan tidak saja dgn kata hati, kata pikiran, ucapan, tapi juga dalam tindakan.

Kalau kita saat ini belum mampu menjadi pribadi muslim yang utuh dlm beragama, masih suka berbuat sesuatu untuk sekedar mendapatkan perhatian dan pujian org lain, masih merasa jauh dari Allah, masih merasa derajad kita tak pernah beranjak dr sekedar muslim, jangankan termasuk golongan org2 bertaqwa, predikat mukmin pun tak pantas kita sandang akibat kefasikan kita selama ini, maka Ramadhanlah momen paling tepat untuk peduli, bahwa tiadalah tujuan hidup yg kita jalani ini selain untuk mendapatkan Ridho Ilahi.

oleh Ainul Huda Afandi pada 25 Juli 2011 pukul 15:14 ·

Tidak ada komentar:

Posting Komentar