GEMPA DAN TSUNAMI

Bagi alam semesta perubahan dan pergeseran bentuk hanyalah gerak alamiah. Namun bagi makhluk se'kecil' manusia, semua perubahan diatas bumi yg mereka pijak senantiasa terasa memberi dampak besar dan beberapa perubahan itu bermakna bencana yg menggetarkan. Bagi bumi, gempa hanya berarti penyesuaian lempengan dan patahan oleh tekanan2 natural dari dalam bumi, namun penyesuaian2 ini, apabila dalam skala besar (menurut kalkulasi ilmiah manusia) niscaya menimbulkan kerusakan dan kehancuran.


Tadi siang (dan betapa 'beruntung'nya terjadi disiang hari), jepang mendapat cobaan hebat oleh gempa bumi 8,9 skala richter, disusul oleh tsunami setinggi 10 meter yg dlm sekejab meluluhlantakkan daerah2 dipesisir pantai. Jauh2 hari jepang menyadari negaranya berada dikawasan yg memang rentan dilanda gempa dan tsunami, mereka pun tlah bersiap dgn segala upaya meminimalisir jatuhnya korban, namun alam benar2 punya kekuatan luar biasa untuk mengacaukan sgala rencana manusia.

Tahun2 terakhir alam (atas seizin Tuhan) seakan tengah mempertontonkan betapa hebatnya daya rusak yg dimilikinya. Sepertinya Tuhan bermaksud memberikan peringatan dan shock therapy bagi umat manusia bahwa alam telah bergerak mendekat kearah kehancuran total, menuju hari H peristiwa kiamat. Cuma soal waktu, sekali lagi hanyalah soal waktu saja.

Dalam catatan sejarah, tahun 1976 terjadi gempa bumi di Tangshan china sebesar 8,2 skala richter yang menewaskan 240-255 ribu jiwa. Ratusan tahun sebelumnya, tahun 1556 masih diwilayah china gempa bumi menelan korban 830 ribu jiwa. Sementara di indonesia, Masih segar dalam ingatan kita, ditanggal 26 Desember 2004 silam saat gempa 9,1 dan 9,3 skala richter di Aceh hanya dalam beberapa menit mengantarkan 200-an ribu jiwa pada ajalnya masing2. Pemerintah daerah lumpuh seketika, dan tumpukan mayat bergelimpangan dimana-mana, tak terurus berhari2 dan terpaksa dikuburkan secara massal tanpa sempat mendapatkan penghormatan dan ritual seperti biasanya.

Dua tahun setelahnya, giliran Jogja yang dihantam gempa 5,9 skala richter, berlangsung hanya sekitar satu menit dan membuat lebih dari 5000 nyawa melayang. Saya berada di kota ini saat itu, walau rumah kost yang saya tempati tak mengalami kerusakan namun ada kepanikan hebat. Apalagi muncul isu2 datangnya tsunami. 

Betapapun pusat kota jogja sebenarnya relatif jauh dr pantai tak urung membuat jalanan ramai oleh wajah2 yg takut, bingung dan tampak ingin segera menyelamatkan diri. Yang dr arah utara berbondong2 menuju ke selatan karena mengira gempa diakibatkan gunung merapi akan meletus, warga dr selatan menuju ke utara karena takut terkena tsunami. Tidak sedikit yg lari menjauh tanpa perduli harta benda dan siapapun, bahkan kawan akrab saya satu kost pun tak sempat menoleh dan menjawab ketika ku sapa hendak mengungsi kemana. Tanpa mengajak siapa2 ia memacu kendaraannya ke arah kaliurang. Berjam2 tak tau ia pergi kemana, baru kembali setelah sore hari.

Tiga tahun berselang, 2009 terjadi gempa padang 7,2 skala richter. Bahkan ke depan sumatera barat dan sekitarnya 'dihantui' potensi gempa megathrust, diperkirakan bs sebesar 8,9 skala richter. Ini bukanlah rumor belaka, namun hasil kajian dan penelitian oleh tim yg dibentuk pemerintah. Situasinya sungguh rumit karena secara geografis Ibukota Sum-bar, Padang berada dipinggir pantai.  Salah satu ahli tsunami memprediksi dgn potensi seperti itu, menurutnya bila gempa terjadi disiang hari, maka potensi korbannya bisa mencapai 150 ribuan jiwa, itu pun jika akses jalan keluar lancar. Namun bila banyak akses jalan ternyata terhambat oleh dampak kerusakan yg diakibatkan gempa(sebagaimana diketahui akses ke padang melewati bukit barisan), warga besar kemungkinan akan terisolir dan kesulitan untuk segera mengungsi, menjauh dr gempa susulan atau bahaya tsunami berikutnya, belum lagi umpama kejadiannya dimalam hari. Sulit membayangkan betapa parah semua kemungkinan terburuk.

Sejauh ini saya tak tahu berapa banyak yg pemerintah pelajari dr tsunami di aceh, karena sbagai penduduk sumatera saya tak cukup mendengar bagaimana sistem antisipasi dan penanggulangan bencana secara optimal seperti yg telah dipersiapkan oleh jepang. Bukan untuk melawan gempa, tapi meminimalisir jatuhnya korban. Apalagi kita tau umumnya rumah2 diindonesia tidak cukup kuat menahan gempuran gempa bumi.

Semoga bagi kita orang indonesia, gempa dan tsunami hari ini di jepang mampu sekali lagi membangunkan pemerintah untuk peduli dan berusaha lebih giat mempersiapkan diri menghadapi bencana. Tinggalkan perdebatan tentang koalisi dan reshufle,  singkirkan ambisi2 2014..karena begitu bencana alam datang sewaktu2 dan kita tak mau bersiap diri, semua tinggallah cita2 dan angan2..

Masih ingatkah kita cerita tentang derita nasib sejumlah warga merapi yg tewas karena 'wedus gembel'. Mestilah masih ingat betul, itu baru beberapa bulan lalu. Banyak diantara mereka awalnya berada dizona aman, lalu ketika musibah menimpa mbah maridjan dan beberapa orang lain, beberapa hari mereka saling bercerita tentang nasib yang menimpa mbah maridjan. Siapa yg nyana bila dihari2 berikutnya mereka menanggung derita sama, meninggal diterjang awan panas gunung merapi. Itulah nasib dan begitulah kehidupan, sulit diprediksi dan penuh misteri. Usaha yg bisa kita lakukan hanyalah ikhtiar dan berdoa, selanjutnya terserah Tuhan. (oleh Ainul Huda Afandi pada 11 Maret 2011 jam 22:53)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar