Awalnya, setiap kita adalah "tiada" dan sesuai Kuasa Tuhan kita
kemudian tercipta. Atas Kehendak Tuhan pula kita terlahir atas perantara
dua manusia berlainan jenis kelamin, pada waktu dan tempat yg sudah
ditentukan. Kita tak bisa memilih didalam rahim wanita mana tubuh kita
bermula, dari sperma pria mana yg menjadi unsur pembentuk janin kita.
Oleh Tuhan, semua sudah diatur sedemikian rupa, seiring 'diri' ini
berpadu dan menyatu dalam jasad, saat itu pula ujian dan drama kehidupan
dimulai.
Tidak semua anak manusia diloloskan seleksi awal dlm
rahim, beberapa diantaranya diputuskan tak sempat menikmati kehidupan
dunia. Entah mati dgn sebab keguguran atau memang sengaja digugurkan
oleh ibunya. Namun, sbagian besar anak manusia berhasil melampui ujian
terberat permulaan hidup, keluar melewati lubang yg teramat sempit dan
menyakitkan (supaya ngga terkesan vulgar ngga usah sebut mereknya ya..),
kemudian si manusia kecil pun lahir dalam dunia baru seraya menangis
keras, tp oleh para orang tua dan keluarga (umumnya) justru disambut
tawa bahagia.
Jasad, badan, tubuh, orang tua, kakek, nabi Adam,
semuanya adlah perantara bagi kita. Perantara untuk menjadi "pemain
sandiwara". Jalan ceritanya berlangsung sesuai 'skenario' yang telah
disusun 'Sang Sutradara', namun dlm banyak kesempatan kita berada pd
situasi harus 'berimprovisasi', tentu saja semenarik mungkin.
'Improvisasi' inilah yg dinilai, apakah baik dan memuaskan, ataukah
buruk dan mengecewakan.
Kehidupan ini ibarat ladang kosong yg
dipinjamkan Pemiliknya untuk kita kelola. Ukuran luas dan lebar ladang
tidaklah sama, ada yg dipinjami ladang luas terhampar, ada jg yg cuma
dipercayai atas sepetak tanah ladang yg sempit saja. Terserah Pemilik
ladang. Sebagai bekal mengelola ladang, kita pun dibekali bibit dalam
jumlah, jenis dan kualitas berbeda satu sama lain. Bermacam2 sikap dan
respon manusia dalam menata dan mengelola ladang masing2.
Ada yg
saking luas ladang yg dikelolanya, ia mengurus secara asal2an,
mencampakkan bibit yg dibawanya begitu saja, sembari asyik menabur bibit
lain yg lebih menyenangkan, padahal berupa 'bibit paku dan ranjau'. Ada
manusia yg tak luas tanahnya, tak seberapa berkualitas bibit
tanamannya, namun dengan tekun ladang kosong td dirawat, dipupuk hingga
subur, berbuah lebat menunggu tiba waktunya panen raya. Sementara,
diladang lain jg ada org yg slalu bersikap tak puas, serba menggerutu,
banyak berdiam diri dan membiarkan ladangnya ditumbuhi semak belukar.
Bermacam2 sikap dan respon atas amanah 'ladang kosong' dr Tuhan tadi.
Sampai
kemudian tiba masa Sang Pemilik ladang datang dan meminta
pertanggungjawaban. Bila hidup awalnya diresmikan dgn susah payah
melewati suatu lubang sempit dan menyakitkan, maka mati sesungguhnya
tidaklah 'setenang' yg digambarkan berita duka di koran2.
Mati
adalah saat "diri" kita dilepaskan (paksa atau sukarela) dr jasad. Kala
"diri" ini sudah bersemayam sekian puluh thn di dalam jasad kita. Lalu
kita harus pergi dari dunia kasar yg berlapis2 menuju dunia lain yg amat
halus dan berlapis2 pula. Di tempat yg pernah hidup di dunia menanti
saat pengajuan ke hadapan 'sidang pengadilan' yg menggetarkan..
|tulisan ini terinspirasi dari lagu Bang H. Rhoma Irama, "pesta pasti berakhir".|
oleh Ainul Huda Afandi pada 12 Maret 2011 pukul 16:00
Tidak ada komentar:
Posting Komentar