MAFIA BIROKRASI


Saya ingin memulai catatan ini dgn sebuah kasus : ada seorang warga miskin mengalami sakit kronis, komplikasi..darah tinggi, asam urat, rematik, tumor bahkan penyakit kulit (pokoknya lengkap sudah penderitaannya) dibawa ke sebuah rumah sakit untuk segera ditangani. Sesampai di rumah sakit, si warga tak bisa langsung diobati, karena berhubung statusnya miskin, harus menempuh prosedur birokrasi, surat keterangan miskin, surat perjanjian dan sgala tetek bengek persyaratan..yg akhirnya membuat nasib si org miskin terkatung2 dan kondisinya terus memburuk.

Pertanyaan saya, seandainya anda dokter di situ bagaimana sikap anda, mengharuskan si warga memenuhi persyaratan terlebih dulu, atau mengabaikan prosedur dgn langsung membawanya ke unit gawat darurat ?

Saya mengandaikan kasus si warga tsb seperti kondisi indonesia saat ini, termasuk respon sang dokter (presiden Sby berikut jajaran pemerintahannya) dlm mengatasi berbagai problematika masalah negara. Sebagai seorang pensiunan jenderal yg cerdas dan terpelajar, Sering Sby memilih bertindak mengedepankan prosedur dan sesuai aturan atas tiap permasalahan yg ia hadapi. Ada ketakutan akan dijatuhkan oleh lawan2 politik bila ia bertindak melanggar prosedur. Akibatnya ia mirip sopir ambulan yg membawa korban tabrakan yg slalu berhenti ditiap persimpangan yg lampu rambu2nya menyala merah. Taat aturan.

Secara aturan sikap Sby benar, tp secara moral dan substansi banyak respon2 Sby justru kurang tepat. Ia dibanyak kesempatan slalu menegaskan, "saya tak boleh melakukan intervensi terhadap penegakan hukum". Betul, tp penegakan hukum berbasis pada aparatur penegak hukum. Dan baik buruk aparatur penegak hukum (terutama polri dan kejaksaan) adalah tanggungjawab dia, koz secara struktural ada dibawah presiden.

Ada pula kecenderungan instruksi2 presiden diabaikan oleh pejabat2 dilapangan sampai2 sekkab dipo alam mengancam melibas eselon 2 dan 3 yg ngga loyal. Pengabaian adlh tindakan insubordinasi (pembangkangan), tp sumbernya berasal dr sikap Sby yg tidak tegas.

Dlm pandangan saya, indonesia sejak lama memang kurang ideal menjd satu negara. Situasi kita berbeda dgn amerika serikat,Rusia, india, china atau australia yg luas wilayahnya, namun satu daratan. Itulah mengapa selama puluhan thn bung karno dan pak harto mati2an mempertahankan keutuhan negara kesatuan ini. Ancaman disintegrasi yg terus-menerus membuat keduanya banyak terfokus pada terciptanya stabilitas nasional, namun tak sukses menutup berbagai celah masuknya penyakit2 yg sesungguhnya biasa terjadi dlm sistem bernegara dan berbangsa. Diantaranya yg menonjol yakni penyakit KKN dan tidak meratanya pembangunan.

Duet Sby-Kalla di periode pertama berhasil mengeliminir potensi ancaman disintegrasi, tp kelimpungan melawan penyakit korupsi, mafia hukum, pornografi, kemiskinan dan penyakit lain. Kalau mau berhasil, Sby (dgn patner barunya, Boediono) memang harus menata ulang dan menyempurnakan identifikasi masalah berikut konsep solusinya. Masalahnya, seperti halnya presiden2 terdahulu, konsep dan gagasan Sby tidak cukup tersosialisasi. Ia jg kerap kali larut, terbawa arus dinamika tema2 perbincangan publik yg membuat Sby kehilangan konsentrasi dan fokus.

Sby bukan bandung bondowoso yg bisa membuat seribu candi dlm satu malam. Ia dan masyarakat indonesia harus menyadari itu. Oleh karenanya, ia perlu skala prioritas dan mengfokuskan 5 thn periode pemerintahannya yg kedua untuk itu. Bagi banyak org persoalan krusialnya adalah konstruksi hukum beserta penegakkannya. Salah satu masalah besar terkait konstruksi hukum adalah korupsi. Atas masalah ini, pertanyaannya : seperti apa hasil Sby dlm meng-identifikasi masalah korupsi, bagaimana konsep dan gagasan mengatasinya, bagaimana aspek pencegahan dan sanksinya, aspek reward dan punisment terhadap siapa saja yg terlibat dlm pemberantasan korupsi.

Saya melihat gebrakan Sby dalam menata dan menegakkan hukum baru sebatas penanganan kasuistik. Muncul kasus ditangani, ngga ada kasus malah disyukuri. Baru seorang gayus tambunan, PNS golongan 3 sudah bikin rame indonesia. Padahal kalau perbaikannya bener, mestinya sekarang sudah terungkap jutaan kasus. Ini kan praktek yg sudah berjalan hampir menyamai usia republik ini. Dari generasi ke generasi. Klo boleh sedikit suudzon, dr tiap 10 orang pegawai pemerintah, mungkin cuma 3 saja yg bener2 bersih. Sudah penuh penjara2 di indonesia.

Makanya seperti kata mantan kapolri, BHD..klo kasus mafia birokrasi itu diungkap, bakal mengguncangkan indonesia. Gimana ngga guncang klo misalnya separuh aparat pemerintah ditangkap, banyak pengusaha kelas kakap dan teri ditangkap..itu memang berakibat instabilitas (walaupun akan jd berita bagus buat para sarjana yg baru lulus kuliah). Tp hidup ini kan menentukan pilihan2, setiap pilihan membawa resiko. Kembali pd org2 yg diserahi amanah, ingin dikenang baik oleh sebagian manusia (yg buruk), atau ingin dipandang baik oleh Tuhan.

oleh Ainul Huda Afandi pada 22 Februari 2011 jam 18:02

1 komentar: