ANAS SEDANG NAHAS


      Komentator TV One, Effendy Ghozali, tampak terkagum2 dengan penampilan Anas sabtu siang di kantor DPP Partai Demokrat. Sempat terlihat down dan pucat waktu diserbu gerombolan awak media, Anas dengan cepat mampu menguasai diri, dan tampil dgn karakter aslinya, tenang dan cerdas. Satu kesan yg menarik dr pembicaraan Anas, dan ekses dr peristiwa penetapan status tersangka atas diri Anas adalah kita disajikan perang dingin dari dua figur yg sangat mirip tipikalnya, antara Anas dan SBY. Dua orang ini dr sisi kualitas personal,  sebenarnya cukup mengagumkan, terutama dr sisi pembawaan dan kemampuan berbicara. Baik Anas maupun SBY adlah org2 yg sangat jenius dlm menentukan pilihan kata, setiap kalimat menyimpan pesan dan makna, dan piawai menyusun kalimat demikian tertata.

       Situasi ini mengingatkan saya pd peristiwa sejarah zaman kekhalifahan, saat beberapa sahabat yg dlm hadis dijamin masuk surga berperang melawan sahabat2 lain yg juga dijamin masuk surga (Sahabat Thalhah dan Zubair bin Awwam, dlm sebuah hadis dijamin masuk surga, tapi nyatanya, dua orang sahabat ini meninggal dunia dlm pertempuran melawan pasukan Ali bin Abi Thalib, seorang anggota keluarga Nabi yg juga dijamin masuk surga. Ammar bin Yasir adlah bekas budak kematiannya jauh2 hari telah diprediksikan oleh Nabi, dan dimasa kekhalifahan Ustman sering mengkritik khalifah Utsman yg notabene bergelar dzunnurain (karena memperistri dua puteri Rosululullah). Maka perang dingin antara SBY dan Anas ini merupakan pertempuran yg menyulitkan kita untuk berpihak pada siapa. Dua org ini akan membuat kita bingung menilai, siapa sebetulnya yg benar2 baik, dan siapa pula yg ternyata jahat, karena memang penampilan luar keduanya yg mengesankan org baik2. Saya menganalogikan dgn kisah sahabat di atas, karena realitasnya seringkali orang baik terjebak pertempuran sia-sia melawan org baik lainnya. Hal lain yg dapat kita pahami adlah, gaya bertempur org jawa itu seringkali lebih ‘kejam’ dan tersamar dibandingkan suku2 lain. Lihat saja, gaya bertempur Pak Harto, SBY dan sekarang Anas. Benar2 khas konflik tipikal wong jowo. 

      Siapa bisa menyangka bahwa Pak Harto ternyata punya sisi kejam dlm dirinya. Beliau pribadi bersahaja, murah senyum, dan kebapakan, tapi di sisi lain, ia membiarkan terjadinya pembantaian ratusan ribu hingga jutaan pengurus dan simpatisan PKI, dgn mengatasnamakan masa depan bangsa dan negara. Lain waktu, Pak Harto juga merestui proses eksekusi tanpa proses hukum ratusan (mungkin ribuan) org2 yg diduga preman dan pelaku kriminal dlm operasi terbatas yg diberi nama petrus (penembakan misterius). Bagaimana dgn SBY? Saya tak bisa banyak berkomentar karena memang tak tahu apa2 selain apa yg diberitakan di TV. Tapi saya ingin menanyakan dua hal, selama menjalani karir militer hingga mencapai pangkat jenderal, pernahkah SBY menembak seseorang? Pernahkah dlm koridor pengalaman militer, SBY memukuli seseorang? (terlepas apa alasan dan dasar argumentasinya). Saya ingin mengandaikan dgn diri saya sendiri.

       Pengalaman berkelahi saya seumur2 adlah semasa SD, mungkin kelas 2 atau kelas 3 (tak ingat persis kapan waktunya), walau sbetulnya tak bisa jg disebut perkelahian, lebih tepatnya penganiayaan. Selepas itu rasanya tak pernah lagi, sy memang berkali2 membunuh curut atau katel (berhubung dua binatang ini pernah menggigit saya), tp menyakiti seseorang secara fisik mungkin hanya akan terjadi disaat batas kesabaran sy jauh melampaui batas normal. Hanya hal2 yg mampu membuat kalap dan gelap mata. Bila tidak menyukai seseorang, naluri saya adlah menghindar, itu rasanya jauh lebih baik. Maksud saya, org yg pernah melakukan kekerasan, betapapun pernah kapok dia, peluangnya untuk mengulangi perbuatan lebih besar kendati dlm bentuk kekerasan yg berbeda, misalnya kekerasan politik. 

    Soal niat baik, saya mempercayai SBY. Orang baik niatnya senantiasa baik, cuma masalahnya org baik tidak selalu identik dgn tindakan yg serba baik. Org baik juga bisa berbuat jahat, sekalipun ia tidak berniat jahat. Setiap ada berita di detik.com tentang Anas, sebagian besar komentar pembaca bernada menghujat Anas, menganggap Anas cuma berapologi dan berkilah, seperti yg banyak dilakukan para koruptor lain. Tuduhan itu wajar2 saja, terutama bagi mereka yg tidak mengenal Anas. Dalam suatu fase dlm hidup saya, pernah saya jarang sekali tampak hadir shalat di masjid, maka ada dua kelompok usia (tua dan muda) yg merasa penasaran lalu bertanya pd saya. Kelompok tua memilih menjaga perasaan sy dgn kata2 yg bernada menyindir secara tdk langsung dgn mengutip beberapa hadis, ada juga yg menceritakan betapa rajinnya ia berjamaah, bukan bermaksud menyombong, tp sbenarnya memberikan sindiran. Untuk kelompok usia ini, apologi saya sederhana saja, saya cuma tersenyum simpul tanpa banyak memberi tanggapan, lalu saya katakan “semuanya benar, tak ada yg bisa dibantah”. Sayangnya, mulut memang tak membantah, tp hati saya punya tanggapan berbeda. ‘Tidak segala yg tampak sederhana, selalu mudah mencari solusinya. Masalah sederhana bagi satu org boleh jd rumit bagi org lain. Nasehat itu hanya buat yg belum mengerti, garamilah air tawar, jangan menggarami lautan. Bagi org yg termasuk alim, yg ia perlukan hanyalah kesempatan terbaik. Bukan sekedar kesempatan yg tersedia, tp kesempatan yg ia inginkan. Kepada kelompok usia muda, katakanlah anak2, apologi saya lebih panjang lebar, sebab jangan sampai terjadi mispersepsi dan akhirnya sy menjadi panutan yg buruk. Saya memilih menggunakan istilah, “org alim yg terlihat aneh, berarti sedang dlm proses mencari kebenaran”. Apapun ini hanyalah sekedar apologi, dan apologi tak lebih dr sistem pertahanan diri yg manusiawi. Org yg merasa diserang, akan bertahan dgn menyesuaikan jenis serangan. 

     Konferensi Anas Urbaningrum pd Sabtu kemarin adlah awal dr bangunan apologi untuk membebaskan dirinya dr stigma buruk di masyarakat. Hampir seluruh statement Anas adlah pesan2 bersayap dan terselubung dgn banyak nada, tipikal sistem pertahanan diri seorang yg berpikiran cerdas dan cerdik. Apakah dlm kasus hambalang Anas memang bersih? Menurut saya, persoalannya harus ditarik dlm kerangka yg lebih besar. Apakah Anas bersih dr permainan proyek yg didanai oleh negara, salah satunya adalah Hambalang. Saya berpandangan, Anas telah terjebak dlm sistem politik yg korup. Ketika ia menyatakan apa yg terjadi baru halaman pertama, masih ada halaman2 berikutnya, artinya ia tahu ada praktek kotor realitas politik, terkait aspek pendanaan partai. Anas mungkin2 saja benar tdk terlibat langsung praktek korupsi, tp menurut saya sbetulnya ia tahu proses pemilihannya sbagai ketum partai demokrat tak lepas dr adanya uang2 tdk bersih sumbernya. Saya paham, terkadang kita memang terpaksa harus mengeluarkan uang untuk pihak2 lain, bukan soal yg seharusnya, tapi soal biasanya, masalah kelaziman, tradisi, budaya, apapun namanya. Anas memilih sama sekali tak menyinggung nama Nazarudin dlm konpersnya di hari sabtu kemarin.

     Ada tiga kemungkinan, pertama ia benar2 muak dgn pengkhianatan Nazarudin sehingga menyebutkan namanya saja Anas tak sudi. Kedua, Anas menyadari Nazarudin cuma pion yg dimanfaatkan pihak lain, sehingga memilih menyerang sang dalang utama. Ketika, Anas takut memberi bensin pd arang yg mudah terbakar. Menyebut2 nama Nazarudin hanya akan membuat si Nazar kian antusias menyerang Anas. Apakah memang terjadi skenario pelengseran Anas melalui rekayasa dgn memanfaatkan Nazarudin. Ada skenario, boleh jadi ada. Apakah ada operasi intelijen? Bisa2 aja. Menilik kasus Antasari dan Bibit-Chandra, saya berasumsi dua kasus tersebut merupakan produk operasi intelijen yg cukup sukses, sangat rapi, sistematis dan membingungkan. Maka, jika kasus Anas adlah buah dr operasi intelijen, saya harus mengacungkan empat jempol sekaligus pd pelaku dan aktor intelektualnya. Kata kunci untuk semua kasus adlah soal integritas, jiwa ksatria dan rasa bertanggungjawab. Apakah ancaman tinggal lama dipenjara, potensi dan kehancuran nama baik mampu mendorong seseorang melunturkan integritasnya dan memilih menjadi seorang pembohong, pembual dan munafik? Sampai sekarang kita belum tahu jawabannya, beberapa diantaranya akan terbuka setelah SBY lengser dr jabatannya tahun depan. Bagaimana dgn integritas KPK dlm kasus Anas? Hampir semua komisioner KPK sekalipun berlatarbelakang profesional, mereka tetap punya minat yg besar tentang politik, dan itu lumrah.

      Dari dulu KPK cenderung suka mengejar prestasi prestisius namun sering menahan diri untuk tdk menciptakan huru hara dan gonjang ganjing yg dpt berpotensi mengganggu stabilitas nasional. Akibatnya, ya seperti kesan yg kita dapatkan selama ini. Ada istilah tebang pilih, lokalisir kasus, dan bermain2. Itu semua disebabkan adanya dilema2 rumit yg sulit diputuskan. Bagi KPK, kasus2 tertentu ibarat buah simalakama. Mereka telah menggantung skandal century, karena itu faktanya melibatkan pemimpin2 kunci negara ini. Akhirnya mereka memilih opsi paling aman buat bangsa, buat apa meributkan yg 6 trilyun jika pilihan berbeda bisa merugikan kita lebih dr itu. Contoh lain, kasus Gayus Tambunan. Secara gamblang kita sudah mendapatkan informasi berupa fakta di pengadilan bahwa ada ratusan perusahaan besar yg terbukti menyuap Gayus, tp sampai dmana proses hukumnya? Stagnan. Padahal kasus Gayus termasuk kasus yg paling mudah mencari bukti fisiknya, saya kira KPK sudah punya. Tp pengungkapan kasus Gayus secara tuntas punya dampak nasional, ekonomi kita bisa hancur jika sebagian pengusaha di negeri ini masuk bui. Cara paling aman ya melokalisir kasus. Kasus lain, sbenarnya KPK sudah punya niat mengusut apa yg disebut rekening gendut, dgn melakukan test case melalui kasus simulator. Sebetulnya kasus simulator itu baru langkah awal pemberantasan korupsi ditubuh Polri, singkatnya mencoba2 sembari melihat reaksi. Ternyata resistensinya terlalu besar, dan KPK tidak cukup siap menghadapinya.

      Maka kasus paling aktual terkait Anas adlah bentuk tindakan ‘bermain-main’ yg lain dr KPK. KPK ingin masuk ke dlm kasus Hambalang dlm skema yg lebih besar, terutama terkait elit politik. Mereka sudah dapat informasi dr Nazarudin, mungkin dr Andi Mallarangeng, tp sumber informasi yg lebih besar ada pd diri Anas. Sulit mendapatkan bukti, maka KPK memaksakan diri mempersangkakan Anas melalui kasus gratifikasi yg belum jelas juga jalan ceritanya. KPK berharap dgn menempatkan Anas pd posisi tersangka, mereka akan dpt ikan yg lebih besar. Bocornya kasus draft sprindik, menurut saya adlah wujud dr ketidaksabaran kubu SBY tentang proses hukum yg terjadi di KPK. Mereka ingin tahu sampai dimana proses itu berjalan, maka digelar ‘operasi intelijen’ dan hasilnya adlah copy draft sprindik Anas. Ternyata di ditubuh KPK sendiri ada ketidaksepahaman untuk menetapkan Anas sbagai tersangka, dan bodohnya supaya KPK ‘terpaksa’ menjadikan Anas sbagai tersangka, copy sprindik itu dibocorkan dgn tujuan pertama, menempatkan posisi KPK untuk segera memutuskan status hukum Anas, dan kedua memunculkan keraguan publik atas integritas KPK, karena dokumen yg seharusnya berkualifikasi rahasia bisa bocor. 

     Saya mengenal istilah infiltrasi setelah dulu zaman masih sekolah sempat membaca berulang2 buku putih enam jilid TNI AD tentang PKI. Dari yg saya baca, PKI sbagai parpol memang menerapkan taktik infiltrasi masuk ke dalam berbagai sendi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk pula TNI dan Polri. Letkol Untung cs adlah bukti keberhasilan proses infiltrasi PKI. Maka saya yakin, KPK tak bebas dr taktik infiltrasi pihak penguasa, dan tentu saja bukan hal sulit melakukannya karena para penyidik KPK merupakan anggota Polri dan kejaksaan. Tak heran, ketua KPK pernah menyebutkan di tubuh KPK ada oknum2 pengkhianat. Situasi penegakan hukum dlm konteks ini menjadi rumit karena adanya ‘operasi intelijen’, ‘kontra-intelijen’ dan mafia, akan sulit bagi org awam memahaminya. Akhirnya, kita berharap KPK menghentikan semua perilaku ‘bermain2’, kita ingin KPK lebih lugu, tulus, murni, dan berani mengambil resiko2 terberat buat bangsa ini, demi terciptanya negara yg bebas korupsi, untuk itu butuh keteguhan jiwa, loyalitas pd nilai2 idealisme dan integritas. 

oleh Ainul Huda Afandi (Catatan) pada 25 Februari 2013 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar