JADI KORUPTOR


Mari berandai-andai, apa yang akan kita lakukan jika sebagai publik figur atau tokoh terkenal tiba2 dirumorkan melakukan tindak pidana korupsi, setiap hari disudutkan pemberitaan media cetak, media elektronik dan media online, sementara kenyataannya memang demikian ?

Tidaklah sulit menjawabnya (apalagi klo cuma “seandainya”), namun sesungguhnya amat tidak mudah bersikap bila itulah kenyataan yg harus dihadapi. Ketika para awak media berebut menyodorkan mic atau alat perekam, “benarkah semua tuduhan itu, pak ?”, ketika penyidik KPK mulai menanyakan substansi materi pemeriksaan yg menyeret keterlibatan nama kita, tatkala hakim atau jaksa mencecar saat kita dijadikan saksi, sementara kesaksian yg kita berikan dibawah sumpah, apa sikap terbaik kita ?

Maka yg terjadi, bak buah simalakama. Klo berkata jujur, segera terbayang dibenak kita betapa beratnya harus hidup sekian lama dalam jeruji penjara, karir hancur seketika, anak-istri dan keluarga menanggung malu tak terkira, lalu dilekatkan di depan nama kita, julukan seumur hidup yg begitu hina, “sang koruptor”.  Tak ada cara lain yg lebih mudah untuk dijalani, agar terhindar dr semua kenistaan itu selain mengelak, mangaburkan persoalan, mengkambinghitamkan pihak lain dan menebar kebohongan.  Ketika berbohong menjd keputusan bersikap, maka sebenarnya kita tengah menjerumuskan diri kita ke dalam kubangan kebohongan2 yg lain.

Maka wajar, jika kita melihat banyak kebohongan demi kebohongan dipertontonkan dihadapan masyarakat oleh mereka yg sedang dituduh korupsi. Memang tidak semuanya terbukti korupsi, ada terdakwa yang sebenarnya tidak terbukti tp tetap menerima sanksi, ada yg tidak terbukti tapi malah dibebaskan, banyak yg terbukti dipersidangan, lalu dijatuhi hukuman, sayangnya masih lebih banyak lagi penyimpangan dan pelanggaran hukum yg sangat nyata tp tak ada punishment yg sepantasnya.

Salah satu nama yg banyak disebut namanya terlibat korupsi, berbulan2  sebelum diputus pengadilan tlah rusak namanya , ia adalah Anas Urbaningrum. Kita tahu, ia termasuk bagian dr keluarga besar pesantren kondang di Jogja, mantan ketua umum organisasi mahasiswa islam, HMI, mantan anggota KPU dan kini Ketua Umum partai terbesar, Partai Demokrat. Dialah satu2nya orang yg membuat saya tidak yakin, apakah memang terlibat korupsi atau sebenarnya masih menjadi org yg bersih.

Saya tentu tidak mengenal banyak hal pribadi Anas, saya jg tidak tahu mengapa saat sebagian besar anggota KPU 2004 terkena kasus korupsi dan suap,  Anas mampu lolos, namun dr tutur kata, sikap, kualitas dan pilihan kata yg digunakan, saya percaya Anas adalah tokoh muda yg cerdas dan taat beribadah. Satu2nya nilai minus Anas adalah ia berada dilingkaran politisi2 yg kurang kredibel (sy sengaja tdk memilih ungkapan ‘kotor’), berkecimpung disebuah partai yg mulai akrab dgn kasus2 korupsi dan prilaku merugikan keuangan rakyat. Padahal kita paham adanya adagium, “dekat dgn tukang minyak wangi, bisa kecipratan wanginya, dekat dgn penjual ikan bisa kebagian amisnya”.

Saya percaya Nazarudin cs adalah seorang pendendam yg susah dipercaya kata2nya, tapi tidak lantas berarti Anas berada dipihak yg benar dan hanyalah semata korban fitnah. Toh, hidup diakhir zaman seperti sekarang, tuduhan benar atau cuma sekedar fitnah semakin tipis batasnya. Bahkan sekalipun pengadilan sudah membuat putusan hukum, percayakah kita atas produk pengadilan indonesia yg terkenal bobrok.

Anas sudah sering membuat bantahan, “tuduhan itu tidak benar, itu khayalan, itu ilusi, kita percayakan pada proses hukum.” Bantahan yg tidak cukup meyakinkan kita, apalagi kita tahu kepercayaan masyarakat begitu rendah terhadap tegaknya supremasi hukum dinegara kita.

Padahal, saya ingin Anas Urbaningrum bersikap seperti mantan pimpinan KPK, M. Yasin saat muncul tuduhan ia terlibat kasus suap Anggodo. Walaupun tuduhan itu sesungguhnya jauh lebih punya bobot ketimbang tuduhan yg dialamatkan pd Bibit-Candra (karena sejatinya Anggodo menyebut nama Yasin dan Ade), namun sebelum rumor kian meluas, Yasin membuat pernyataan penting, tampil di TV dan bersumpah atas dasar keagamaan. Sumpah secara agama bukan sumpah sembarangan, itu sumpah yg implikasinya dunia-akhirat. Masyarakat kita masyarakat beragama, menghargai agama diatas semua hal yg berbau duniawi, karena itu masyarakat dgn mudah melupakan kemungkinan keterlibatan Yasin dalam praktek  kolusi.

Sebagai org yg sy yakin lebih paham ilmu agama, saya heran mengapa Anas tidak mengambil cara yg sama. Ia harus berani menyatakan sejak dini tanpa berlindung atas nama pengadilan, bahwa “saya bersumpah Demi Allah” atau cara yg cukup ekstrem yg bersifat spiritual, berani sumpah pocong misalnya. Itu akan banyak membantu masyarakat untuk bersimpati dan tegak berdiri membela Anas, kecuali klo memang ternyata ia memang benar bersalah. Jangan bersikap tanggung, mengambang dan datar2 saja. Tuduhan korupsi itu tuduhan yg menyentuh wilayah harga diri dan integritasnya sebagai seorang manusia yg berangkat dr citra dan latar belakang perjalanan hidup yg baik. Anas harus marah dan tersinggung, bukannya pasrah dan membiarkan fitnah menjd budaya yg berkembang dimasyarakat indonesia.

Tapi seandainya Anas memang terlibat atas semua uang haram, akan lebih baik jika ia memilih berpihak pd kehidupan akhirat sekalipun citranya akan jatuh serendah2nya. Belajarlah dr salah seorang mantan politisi PDIP yg menjadi wistleblower kasus cek pelawat. Ia memang bersalah, tp citranya terselamatkan oleh kejujuran dan keberanian bertanggungjawab. Orang indonesia itu terkenal sebagai bangsa pemaaf dan pelupa (maksudnya kita gampang sengaja melupakan kesalahan), apalagi kita tau hampir tidak ada manusia yg tidak pernah melakukan kekhilafan dalam hidupnya, bahkan kita sendiri pun mungkin saja pernah menjadi koruptor walau nilainya tak seberapa bahkan terkadang tidak disadari sebagai korupsi, bisa berupa korupsi uang, korupsi barang, korupsi ‘waktu’, korupsi omongan, korupsi laporan dan sejenisnya.  

Akhirnya kita masih menunggu muara kasus wisma atlet dan hambalang atau century (yg dianggap publik sebagai kasus korupsi kelas kakap), mungkin butuh waktu lama untuk memperoleh kebenaran hakiki, tp kita yakin kebenaran itu ibarat sinar matahari yg tak tak mudah ditutupi hanya dgn keduabelah tangan. Kebenaran akan selalu menjadi pemenang. WASSALAM.

oleh Ainul Huda Afandi pada 7 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar