ANTARA PAMER DAN PAMERAN


Gemar mempertontonkan keunggulan dirinya adlah salah satu watak alamiah manusia. Keinginan menunjukkan kelebihan itu seringkali didorong motivasi supaya diakui, dihargai, termasuk pula agar mendapatkan pujian dari orang lain. Gejala manusiawi ini lazim kita sebut sebagai pamer atau mental “show off”. Aktivitas pamer juga umumnya dilakukan sebagai wujud pemenuhan kebutuhan akan perhatian, popularitas dan kepentingan eksistensi diri sbagai makhluk sosial.

Secara psikologis, pamer sebetulnya naluri yg identik melekat pada diri anak-anak sejak ia mulai mengenal sosialisasi dan pertemanan. Kita bisa mengamatinya klo mereka tengah ‘asyik’ mengobrol, biasanya tercetus omongan yg membanggakan apa yg ia miliki, baik mainan2nya, fasilitas rumahnya, atau keluarganya. Semakin banyak hal hebat yg bisa ia banggakan, maka anak2 akan kian bersemangat bercerita tanpa perlu ada yg bertanya. Seiring perkembangan karakter manusia yg berbeda2, maka demikian pula dgn mental pamer, terutama saat anak tumbuh menjadi manusia remaja yg mulai mempelajari mana yg baik dan manapula yg buruk, enak dan tidak enak, bermanfaat dan merugikan, mana yg penting untuk diceritakan manapula yg sebaiknya dirahasiakan. Pada tahap kematangan psikologis tertentu, ada manusia yg mampu mengendalikan mental pamernya, namun ada juga yg tetap mengembangkan mentalitas ini hingga dewasa.

Bentuk perilaku pamer tentu beragam, anak2 remaja umumnya suka pamer secara fisik (ini sesuai dgn perkembangan seksualitas saat mereka memasuki fase ABG), contohnya mulai senang berdandan, berpakaian modis, mengenakan aksesoris, dan bergaya. Apa yg diharapkan dr perilaku ini? apalagi klo bukan komentar bernada pujian, “wuihh, kereen..wow cakeep, hebaat..”. Klo yg kebetulan ditakdirkan ngga punya keunggulan secara fisik, biasanya lebih sibuk lg membenahi diri, pokoknya berjuang keras supaya tetap dapat pujian sekalipun caranya terkadang neko2. Demikian pula manusia yg dikaruniai kelebihan rezeki, maka potensi dan opsi pamer semakin bervariasi, keinginan berpakaian mahal, mobil gonta-ganti, rumah mewah, itu semua dapat terlihat dr kebiasaan kita sewaktu menyambut lebaran. Rasanya ngga cukup klo cuma yg penting pantes dilihat, tp juga kita butuh banyak komentar sarat kekaguman.

Terkadang kita ngga cukup narsis dgn milik pribadi, yg punya istri cakep rajin dipamerkan, yg punya anak2 lucu dan pintar dipamerkan, klo ada saudara atau teman yg sukses, bahkan temannya teman aja terkadang ikut dibanggakan, “kae dulurku lho, koncoku kae,..bla..bla..bla”. Semua dilakukan agar muncul kesan positif tentang diri kita, bahkan seandainya sanggup melaksanakan haji,  rasanya kurang afdhol juga klo ngga dipamerkan. Orang Indonesia termasuk paling hobi soal ini, terlepas dr urusan ibadah, haji jg bernilai prestise supaya diakui sbagai org kaya (maklum ngga semua org mampu pergi ke Makkah), makanya sepulang haji, fenomena di zaman dulu setelah bergelar haji warna kopiah pun turut berganti, dr warna hitam ke warna putih.

Klo kita mencermati isi facebook, maka dgn mudah kita melihat banyak kepameran. Sering kan baca status “Otw..Jakarta..Otw gunung kidul..dan informasi2 lain yg sebetulnya ngga penting juga diketahui sembarang org, tp kita butuh untuk memperlihatkan sisi keunggulan kita, dan Facebook paham betul soal ini. Makanya disediakan kolom komentar. Belum cukup dgn kolom status dimana siapa saja bisa aja ngapusi, tersedia pula halaman foto dan video, apalagi klo bukan untuk memuaskan nafsu pamer kita. Lalu kita upload koleksi foto terbaik kita dgn gaya yg macem2, klo perlu bergaya sedang berada didalam mobil sbagai bukti kesuksesan, walaupun misalnya sedang ada di mobil rental. Ngga usah org lain, lihat saja koleksi foto saya, klo mau jujur itu jg bagian dr pamer. Makanya para psikolog menganjurkan jarang sering2 membuka facebook, terutama klo kita sedang dilanda kesusahan atau kesedihan, karena facebook bukan jd obat tapi justru malah jd beban mental. Ketika menyaksikan status temen2 yg kelihatannya sukses dan bahagia, semakin menderita kita.

Memang sih banyak juga temen2 FB yg statusnya selalu dirundung masalah, umumnya sih masalah cinta, bahkan status curhat pada Tuhan. Ngga penting banget kan sebetulnya diketahui org lain..cinta dgn manusia atau hubungan dgn Tuhan masalah privacy dan bersifat pribadi, mosok malah publikasi..klo promosi sih boleh2 aja..

Pamer dan promosi sekilas dua terminologi yg agak mirip bentuknya namun berbeda tujuan. Klo pamer cenderung mengharap pujian dan lebih suka org lain ngga punya dgn apa yg kita miliki, sementara promosi justru supaya org lain bisa menikmati apa yg kita miliki. Memamerkan diri dengan mempromosikan diri sekalipun memiliki kesamaan, namun targetnya lain. Mempromosikan diri targetnya bukan pujian, kayak misalnya org melamar kerja, yg penting bukan komentar pujian, tp diterima bekerja. Apalah artinya, “wah, anda sbetulnya punya kualitas hebat, sayangnya kami ngga ada job yg tersedia..” Mendingan komentar, “kualitas anda sebenarnya pas2an, tapi anda tetap kami terima.”

Salah satu aktivitas promosi bentuknya bisa berupa kegiatan pameran. Pameran konotasinya ada dua macam, pertama memang murni promosi, seperti pameran buku, komputer, hp, pameran mobil, tanaman hias dan segala macam yg termasuk kategori bisnis atau bersifat informasi dan pertunjukan, semacam pameran lukisan. Ide dasar pameran memang karena sifat alamiah manusia untuk pamer, cuma kesannya lebih positif. Sedangkan yg bersifat negatif itu klo pamer yg kepentingannya untuk pribadi.

Mengapa sifat dan mentalitas pamer sepatutnya dihindari? Agama punya dua istilah tentang pamer, yakni riya’ dan sum’ah. Riya’ itu keinginan pamer agar lihat orang, sedangkan sum’ah supaya kelebihan kita didengarkan org lain dgn tujuan memperoleh pujian. Semakin populer kelebihan, keunggulan dan kesuksesan diketahui orang, maka itulah yg dinikmati sbagai salah satu sumber kebahagiaan. Tentu saja kebahagiaan semu, karena popularitas itu penuh jebakan, terutama mudah memunculkan perasaan ujub dan sombong. Ujub secara sederhana bolehlah kita sebut dgn narsis alias mengagumi diri sendiri secara berlebihan. Biasanya org klo hatinya sudah diliputi perasaan ujub, yg timbul selanjutnya adlah perilaku sombong dan gemar membanggakan diri. Perilaku inilah yg tidak disukai dlm agama dan kehidupan sosial, karena memang sejatinya apapun yg melekat pada diri kita semuanya hanyalah titipan. Tubuh yg kita tinggali ini hanyalah titipan sbagai ujian, jangan dikira cuma manusia yg ditakdirkan memiliki fisik pas-pasan saja yg dapat cobaan hidup, yg punya keunggulan fisik itu jg ujian. Lalu harta benda, anak-istri, orang tua, semua itu titipan dan perantara ujian, maka tentu tidak sepantasnya disombongkan.

Mengapa sombong itu perilaku buruk? Karena potensi perilaku negatif berikutnya ialah hobi mencela, hobi mengejek dan kebiasaan memperbincangkan kelemahan atau kekurangan org lain. Akibatnya apa? Ya jelas menyakiti dan menyinggung perasaan org lain. Apalagi klo apa yg kita cela adalah kelemahan dimana kita justru memiliki keunggulan. Klo kita miskin dan kemiskinan kita dicela oleh org yg sama2 miskin, ngga masalah, soale senasib. Klo kulit kita hitam dan kehitaman kulit kita di ejek oleh org yg sama2 hitam, no problem. Tapi klo kita miskin, kemiskinan kita dicela oleh org kaya, klo tampang kita ngga cakep dicela oleh mereka yg kebetulan berwajah rupawan, bisa ditebak gimana perasaan kita.

Itulah mengapa nafsu untuk pamer untuk mesti dikendalikan sebaik2nya, caranya gimana? ya menjalani hidup sewajarnya saja. Punya HP ngga usah mahal2 banget, apalagi klo jarang ada yg punya, nanti jadinya terjebak pada pamer, walaupun kita ngga punya i’tikad pamer. Seandainya sy punya i-phone, walaupun tujuan awalnya adlah menikmati kecanggihan smartphone, tapi klo ketemu org trus dianya komentar, “wuih, apik tenan hp-mu, nul..piro regani? tuku nendi? Piye kualitas kamera ne? piya lakdiengge internetan?” dan sederet pertanyaan takjub lain, kira2 apa yg kita rasakan..seneng sudah pasti, lalu terpancing juga kita untuk pamer, apalagi klo yg nanya org katrok. Begitu juga klo punya motor dan mobil ya yg biasa aja, kuncinya hindari memiliki sesuatu yg mudah menarik perhatian banyak org. Lho kalo takdirnya kaya raya masak sih ngga boleh..ya boleh2 aja. Klo takdirnya cakep masak sih mo dibikin jelek, ya ngga lah..klo terlihat atau dilihat org g pa2, yg ngga boleh klo sibuk dipamerin kemana2..

Makanya, sy termasuk langka menghubungi teman2 lama yg tidak lagi mengetahui kehidupan keseharian saya, hehe..sbetulnya sih bukan soal pamer atau khawatir dipameri, tapi dasar emang ngga hobi nelpon aja, makanya jg sampai sekarang sy ngga ngerti soal layanan murah buat nelpon, klo punya kepentingan ya nelpon aja tanpa liat operator yg dituju, suka gregetan jg klo beberapa kali disms org, “Mas Huda, nduwe no M3 ora, aku arep nelpon ki..”, Lah, situ yg butuh kok aku yg repot ya..tapi ngga pa2lah, husnudzon aja, mungkin dia lg pengen konsultasi panjang lebar..(haha..gayamu, nul..). Nah, loh bakat narsisnya muncul lg kan..belum jg kelar nulis catatan.

Itulah mengapa, sy setujuh dgn slogan Aa’ Gym, “jagalah hati”. Slogan sederhana ini tentu tidak muncul seketika dalam benak Aa’ Gym, bukan pula sekedar istilah basa-basi, tp tentu terbersit dr pengalaman hidup, pengalaman spiritual dan kontemplasi mendalam Aa’ Gym. Itulah mengapa beliau memproklamirkan diri keluar dr area popularitas yg sarat pujian dan kekaguman, takut kalau ikut2an prilaku ustadz2 kacangan yg hobi pamer istri baru, hobi pamer kegiatan keseharian, atau ustadz yg hobi mengendarai moge yg kadung terjebak dlm kemilau popularitas, berdakwah kesana-kemari, terseret dlm perilaku menjadikan urusan ukhrowi menjadi kepentingan duniawi. Na’udzu billah..

oleh Ainul Huda Afandi pada 26 Agustus 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar