Kemarin malam sy menonton acara HBO tentang kisah hidup ‘raja
pop’ dunia, Michael Jackson. Kisah yg cukup menyentuh ini menginspirasi
sy membuat catatan ini. Hingga kini, sy memang masih terkagum2 tentang
cara org2 barat dalam membuat kisah biography, bagaimana mereka menyusun
materi secara detail dan runtut, memilih subyek informan yg tepat, dan
kagum pula gaya informan org barat ketika memberikan testimoni, umumnya
menampakkan ekspresi, intonasi suara dan pilihan kata yg menurut saya
tepat dan ‘pas’.
Sejujurnya sy tidak mengidolakan Michael Jackson, setau saya waktu
masih kecil mungkin dialah penyanyi barat yg paling sering sy dengar
namanya. Michael Jackson adalah korban dr perangkap popularitas dan
kejayaan dunia hiburan. Tak dapat disangkal bahwa Michael Jackson adlah
seorang legenda musisi dunia, ia tidak hanya sekedar dikenal karena
lagu2nya, tp juga bakat alamiahnya sebagai penghibur, ia menciptakan
satu gaya panggung yg lantas jd identitas dan demikian identik dgn
penampilannya.
Ketika Michael Jackson mulai menapaki puncak ketenaran, normal bila
ia terobesi untuk tampil ‘sempurna’, tidak sekedar atraksi panggung
namun jg secara penampilan. Kebetulan ia memiliki suatu penyakit yg
membuat beberapa bagian tubuhnya timbul bintik dan belang putih, dan
karenanya ia merasa cukup terganggu dgn kondisi ini. Michael cemas
‘cacat’ tubuhnya akan mereduksi kesempurnaan imagenya sbagai superstar.
Lantas tercetus ide melakukan operasi plastik agar belang kulit berwarna
putih itu menjadi merata. Hasil operasi plastik pertama memuaskan
Michael dan tak heran ia semakin tergiur untuk melakukan operasi2
plastik berikutnya.
Pada usia 30-40 tahun, hasil operasi plastik memang membuat
penampilan fisik Michael Jackson menjd lebih menarik dan lambat laun
memberi kesan feminis yg ternyata disukai penggemarnya. Pada mulanya,
Michael Jackson adlah superstar yg hidup secara normal, ia bukan pecandu
minuman keras, obat2an dan semacamnya, tp situasi menjd lebih rumit,
karena hingga usianya memasuki masa separuh baya, org masih dibikin
penasaran tentang jenis orientasi seksualnya, mengingat praktis ia
banyak menyembunyikan hubungan asmaranya. Padahal sbetulnya, Michael
hanya tidak ingin mengecewakan para penggemar, khawatir akan memberi
kesan yg kurang menyenangkan, terutama bagi fans cewek bila tahu Michael
menikah atau setidaknya memiliki pacar. Sayanya pada titik ini, justru
tanpa sadar Michael Jackson memperlihatkan sisi manusiawi yg cenderung
abnormal dan semakin membuat jurnalis bergairah mengeksploitasi
kehidupan pribadinya.
Pada era 1990-an, masalah demi masalah serius menimpa Michael
Jackson. Satu kecelakaan fatal iklan Pepsi sempat membakar rambut
kepalanya, merusak jaringan kulit, akhirnya membuat dokter memutuskan
melakukan satu teknik medis yg ternyata berefek jangka panjang
menyakitkan. Untuk meredakan rasa sakit yg kambuh sewaktu2 itu, akhirnya
memaksa Michael bergantung pd obat2an tertentu pereda rasa sakit.
Masalah lain muncul ketika ada tuduhan ia melakukan pelecehan seksual
pd seorang anak laki2 yg bermalam dirumahnya di Neverland. Michael
awalnya ingin melawan tuduhan tersebut, tp waktu itu jadwal konsernya
demikian padat, maka Michael memilih mengikuti saran buruk dari para
pengacaranya untuk mengambil jln pintas, “ya udah bayar saja, itu
jumlahnya yg ngga berarti buat kamu.”
Apalagi Jaksa wilayah di daerah dimana domisili Michael ternyata
memang punya obsesi menjdkan Michael sebagai target, mungkin ada motif
mencari keuntungan popularitas. Kasus ini bagaimanapun menghancurkan
perasaan Michael Jackson, ia berfikir “bagaimana mungkin sikap baiknya
disalahpahami, bahkan tak masuk akal org yg diperlakukan demikian baik
dgn tega membuat tuduhan palsu”, ibarat pepatah, air susu dibalas air
tuba. Perasaan Michael Jackson bertambah hancur ketika proses hukum
mengintervensi kehidupan pribadi Michael yg sekian lama memang terkesan
tertutup. Ia merasa dilanda tekanan batin yg hebat, saat proses hukum
memaksa Michael membiarkan tubuhnya difoto, termasuk pula alat
kelaminnya, sekalipun dgn alasan demi proses hukum. Kejadian memalukan
ini amat menyita pikirannya, sampai kemudian Michael mengalami kesulitan
tidur (imsomnia), dan demi karier ia akhirnya rutin mengkomsumsi obat2
tidur yg jelas memiliki efek negatif bila dikomsumsi terus2an.
Sekitar tahun 2004, tuduhan pelecehan seksual itu kembali terulang,
dgn ‘korban’ berbeda. Sejak itu Michael Jackson merasakan hidupnya
menuju ‘kehancuran’, terutama ketika ia merasa tidak pernah melakukan
semua hal yg dituduhkan itu. Semua org yg mengenalnya secara pribadi,
menyakini Michael Jackson bukanlah gay, pedhopile atau semacamnya. Ia
hanyalah org yg terlalu peduli dgn karir dan popularitasnya sehingga
abai dgn hal2 yg bernuansa seksual. Tp tuduhan kedua membuat banyak org
memilih percaya bahwa Michael Jackson memang bersalah. Apalagi karena ia
tidak pernah menunjukkan secara eksplisit orientasi seksual tertentu.
Di dunia ini ada org yg tidak pernah perduli apa kata org lain,
mereka tidak perduli “apa kata dunia”, dan bertindak sesuai keinginannya
sendiri dengan mengabaikan segala macam komentar. Bagi org dng tipe
begini, “terserah apa kata org, itu tidak penting.” Namun kebanyakan org
butuh komentar dr org lain, tentu saja komentar2 positif, bila ada
komentar2 negatif, itu akan sangat mengganggu.Michael Jackson tentu saja
termasuk tipe org yg kedua, apalagi ia seorang figure public.
Peristiwa2 tidak mengenakkan yg dialami Michael Jackson membuat ia
dari hari ke hari semakin tertutup dan kehilangan kepercayaan pd org2
disekitarnya. Tp apa mau dikata, ia terlanjur populer dan tak mudah
keluar dr popularitas, ia tak bisa berada disuatu tempat tanpa dikenali.
Tuduhan pelecehan seksual yg kedua merupakan tuduhan yg lebih serius dr
tuduhan pertama, dunia heboh saat penegak hukum mengerahkan 70 sherif
menggeledah Neverland (rumah Michael Jackson), lantas dgn keyakinan kuat
menyeret Michael Jackson ke pengadilan.
Proses pengadilan yg berlangsung sekitar 5 bulan mau tak mau menyita
perhatian dan energi Michael Jackson, semakin lama kondisi fisik dan
psikologisnya melemah, secara kepribadian dan mentalitas, ia kadung
rapuh, bahkan ketika hakim memutuskan Michael Jackson bebas dr segala
tuduhan, saat pengacaranya membisikkan kata, “you free”, ia tak banyak
bereaksi, terlihat linglung, tidak juga tampak bahagia. Michael merasa
sudah telanjur dihancurkan, dan keputusan bebas itu tak akan mampu
mengkompensasi ‘kehancuran’ yg sudah ia alami.
Selang beberapa tahun kemudian, raja pop dunia ini ditemukan dlm
kondisi tewas. Meninggal dunia dlm kenyataan bahwa popularitas ternyata
bukanlah sumber kebahagiaan sejati dan media massa punya kontribusi
besar terhadap kesuksesan sekaligus sumber kehancuran nama baik Michael
Jackson.
Kisah hidup Michael Jackson memuat banyak pelajaran berharga. Ia
memang kaya raya, penyanyi paling berbakat dimasanya, raja pop yg begitu
populer, bergelimang harta dan dalam banyak hal nyatanya ia harus
membeli kehidupannya dgn harga yg tak murah. Tp apalah artinya, semua
kejayaan duniawi ini bila pd akhirnya mengantarkan Michael Jackson pd
akhir nasib yg boleh dibilang tragis, org2 mungkin takkan terlalu peduli
dan berempati dgn segala penderitaan Michael, mereka hanya ingin
mengenang Michael sbagai penyanyi.
Ada banyak tokoh dunia yg mengalami nasib sama seperti Michael
Jackson. Bahkan salah seorang sahabat Michael, Whitney Houston pun
mengalami akhir hidup yg memilukan. Di dalam negeri, tidak sedikit tokoh
yg pernah mengalami masa2 puncak kejayaan sbagai manusia, namun
mengalami situasi sulit diakhir hidup. Bung Karno pernah mengalami masa2
sulit di era revolusi fisik, berkali2 dirinya diasingkan penjajah,
bertahun2 mendekam dlm rumah tangga, Bung Karno tak menyerah sampai tiba
masa kejayaan, dua puluh tahun lamanya ia menjd pemimpin bangsa
Indonesia, tanpa ada yg sempat berfikir akan menggantikan posisinya.
Kejayaan yg bersifat duniawi selalu memiliki akhir, dan kasus G30S/PKI
menjd awal akhir hidup menderita Bung Karno, diasingkan, tak boleh
membaca koran, dijauhkan dr keluarga, dan meninggal dunia dlm kesepian.
Penggantinya, Pak Harto jg mengalami nasib hampir mirip, Ia 32 tahun
dielu2kan sbagai pemimpin bangsa, bahkan dikala kecil sy sampai berfikir
“gimana ya Indonesia setelah Pak Harto tiada, siapa ya yg pantas
menggantikan posisinya?”. Menjelang tahun2 terakhir kehidupan Pak Harto,
citra pemimpin orde baru ini jatuh sampai pd titik nadzir. Setiap hari
ia dihujat, dimaki dan disimbolkan dgn idiom2 buruk. Tp sbagai pemimpin,
Pak Harto punya sisi baik, dan segala kebaikan itu sedikit banyak
menyelamatkan nasib Pak Harto, ia memang sempat dijadikan tersangka
kasus korupsi, namun secara fisik masih menjd tokoh yg disegani.
Presiden setelah Pak Habibi, Gus Dur jg punya kisah tersendiri,
tentang besarnya pengaruh Gus Dur di ormas Islam terbesar Indonesia, NU.
Ia cerdas, jenius, humoris, unik dan sederet ciri khas yg demikian
membekas dlm ingatan bangsa Indonesia. Sayangnya, puncak kejayaan Gus
Dur cuma berlangsung singkat. Sy bukan termasuk Gusdurian, sy rasanya
tidak pernah mengidolakan Gus Dur. Tp ia adalah sedikit pemimpin yg sy
rindukan keberadaanya. Sumber ‘kehancuran’ kejayaan Gus Dur dr sisi
kepemimpinan adlah kepercayaan dirinya yg berlebih. Sebagai pemimpin,
Gus Dur terlalu polos dan apa adanya, setelah jd presiden, ia tetap org
yg sama. Ia jd pioner acara open house, dan sering juga merepotkan
protokoler istana, karena Gus Dur tetap menerima tamu2 non-formal
seperti biasanya.
Kepercayaan diri yg berlebih akhirnya membuat Gus Dur merasa tidak
perlu memperhitungkan kekuatan parpol dan elit politik. Dan ketika
situasi politik memburuk akibat kasus skandal dana non-budgeter Bulog,
Gus Dur tak mampu mengendalikannya. Bahkan beliau jg tak mampu
mengontrol loyalitas elit TNI-Polri yg melakukan insubordinasi
(pembangkangan) setelah Gus Dur mengeluarkan dekrit. Ujungnya Gus Dur
diberhentikan dan setelahnya, popularitas Gus Dur kian menurun. Seperti
biasa, keberadaan Gus Dur, Pak Harto dan Bung Karno kembali dihargai
justru setelah ketiganya tiada.
Sebagai org biasa, setiap kita selalu punya masa2 kejayaan, masa2
dimana kita menikmati waktu2 berbahagia yg lebih banyak dr hari2, bulan2
atau tahun2 biasanya. Masa jaya itu bersifat temporer, tidak permanen,
pd suatu ketika kita akan mengalami masa2 sebaliknya, yg bisa kita
lakukan hanyalah berusaha menjaga kejayaan itu berlangsung lebih lama dr
masa2 sulit, caranya tentu saja hati2 dlm bertindak dan mengambil
keputusan. Pilihan lain adlah membiarkan hidup berlangsung monoton,
sederhana, dan biasa2 saja.
oleh Ainul Huda Afandi (Catatan) pada 24 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar