EFEK SAMPING BERHAJI


Beberapa hari lalu 5 org tetangga kami yg tahun ini memperoleh keberuntungan menjadi tamu Allah untuk melaksanakan haji pulang dgn selamat. Seperti umumnya org indonesia, haji masih menjadi ibadah yg mungkin paling istimewa, perjuangan melaksanakannya relatif berat, dan boleh jd menjadi kebanggaan (maklum cuma segelintir muslim saja yg mampu memenuhi rukun Islam kelima ini). Tak heran, bila gelar haji dgn resmi dilekatkan didepan nama, budaya seperti ini sih sah2 saja. Walaupun sejatinya, kedudukan haji tdk lebih istimewa dr shalat. Tapi berhubung shalat tak berbiaya dan setiap muslim bisa (dan memang harus) melaksanakannnya, jd akan aneh bila ada org menuliskan gelar “Shalat” (atau “musholli”) di depan namanya.

Hanya berselang dua-tiga hari, lima org tetangga yg masih bertalian kerabat itu secara bergantian mengadakan syukuran. Ada kejadian menarik pd acara syukuran pertama, kebetulan tetangga suami-istri ini masih muda usianya. Sebagai tuan rumah, sebut saja Mas Z memberi kata sambutan yg isinya banyak menceritakan pengalaman menempuh ibadah haji. Tampaknya, ia punya beberapa pengalaman spiritual yg begitu berkesan buatnya. Sampai kemudian Mas Z larut dan hanyut dlm jalinan cerita yg ia tuturkan, bahkan ia sempat menangis. Termasuk ketika ia menceritakan ada seseorang jamaah haji yg mengira ia adalah ustadz Mansyur (memang wajahnya agak2 mirip, sih). Tapi yg paling ‘mengganggu’ pikirannya adalah perbincangan dua org yg menurut anggapannya seperti ‘malaikat’ yg bermaksud mengajaknya (entah kemana, tp kesan yg muncul adlah kematian), “jangan org ini masih banyak dosa..”. Lalu dua org asing ini berlalu tanpa diketahui kemana perginya.

Selesai memberi sambutan, Mas Z duduk, sementara acara dilanjutkan dgn pengajian yg diisi oleh seorang Kiyai. Mendadak Mas Z merasa pusing, ia minta segelas air, begitu oleh istrinya diberikan air, tiba2 segelas air yg belum sempat diminum itu jatuh, Mas Z pingsan. Kebetulan salah seorang tamu undangan ada seorang mantri kesehatan senior yg istrinya pernah menderita lama penyakit stroke dan hampir sembuh total, sehingga setelah sebentar memeriksa kondisi Mas Z, ia berkesimpulan Mas Z terserang gejala stroke. Sementara pengajian tetap dilanjutkan, tuan rumah diantar ke rumah sakit. Belakangan diketahui dokter rumah sakit setempat angkat tangan, karena kondisi Mas Z memburuk (sperti koma), dan Mas Z pun dirujuk ke Palembang.

Saya tentu tidak ingin sekedar bercerita, tp mencoba memahami apa sebenarnya yg terjd pd diri Mas Z (mungkin jg pada sejumlah jamaah haji lainnya), walaupun sbenarnya sy sendiri belum pernah berkesempatan pergi ke tanah suci. Tp setidaknya kita semua punya gambaran tentang apa yg dilakukan muslim disana. Mengingat ibadah haji merupakan ibadah yg sebenarnya cukup berat, maka mayoritas muslim yg menempuh ibadah haji biasanya akan melaksanakannya dgn sepenuh hati dan konsentrasi tinggi. Ada org yg sehari2 sbetulnya jarang menangis, bahkan tdk suka menangis, tp begitu beribadah di depan ka’bah, situasi sekitarnya akan membuat ia mudah menangis. Ia akan seperti berada di dunia lain, yg jauh dr urusan dan pemandangan yg bersifat duniawi.

Tak dapat dipungkiri bahwa nyaris seluruh tingkatan derajad manusia secara spiritual hadir disana saat ibadah haji, mulai dr org awam, ulama, bahkan wali hadir tanpa mudah dikenali. Tak heran bila kemudian ada saja kejadian2 aneh yg bernilai spiritual, atau sesuatu yg sebetulnya normal namun berhubung peristiwanya ditempat yg disakralkan maka dipahami sbagai sesuatu yg bermakna spiritual.

Seperti dua makhluk yg katanya menemui Mas Z. Soal benar itu malaikat atau bukan Wallahu a’lam, sy tentu tak bisa membenarkan atau mengingkari, tp saya meragukannya sesuai apa yg sy pahami. Kalau malaikat sy kira bukan, cara kerja malaikat tidak seperti manusia yg terbiasa team order yg dlm pelaksanaannya lumrah berbeda pendapat. Misalnya kalau perintahnya cabut nyawa, ya cabut nyawa saja, ngga perlu berkonsultasi lg dgn ‘mitra kerja’. Kalau org iseng saya kira bukan, kalaupun manusia jelas punya tendensi tertentu (entah apa). Tapi mungkin saja yg menemui Mas Z adalah sebangsa jin yg begitu kuat pengaruhnya secara psikologis, sehingga efek yg ditimbulkan juga mendalam buat Mas Z.

Mengapa perbincangan yg sebenarnya sederhana itu menjadi membekas, karena apa yg dinyatakan diyakini Mas Z sebagai kebenaran. Seperti menyentuh sesuatu yg dirahasiakan. Boleh jd Maz Z memang memiliki kesalahan berulang yg menurut ukuran agama termasuk dosa besar, sehingga ketika ada ‘seseorang’ yg menyatakan ia berdosa ditempat yg disakralkan, org tersebut akan merasa ‘seseorang’ tersebut tengah mengetahui persis apa bentuk kesalahan/dosa yg pernah ia lakukan.

Pengalaman spiritual seperti ini umumnya memang akan berdampak positif, ada perubahan mendasar pd perilaku, namun bila menimpa org awam baik dr segi ilmu keagamaan maupun pengalaman spiritual yg kondisi fisiknya tak fit (misalnya punya riwayat jantung atau darah tinggi), ia akan mudah jatuh sakit berat. Mungkin mirip dgn dosen sy dulu, seorang doktor yg sebetulnya usianya terbilang masih separuh baya. Ia mulanya seorang dosen dgn cara berfikir liberal, ia punya beberapa karya tulis buku yg isinya memuat pendidikan Islam menurut paradigma liberal ala UIN dan IAIN. Sampai suatu hari, ia terserang stroke yg lumayan berat, membuat dosen saya ini sempat koma sekitar 40 hari. Dalam situasi koma, katanya beliau mengalami berbagai pengalaman spiritual, seperti bermimpi bertemu Rosulullah dan sejumlah pengalaman spiritual lain yg lumrah terjadi pd org dgn situasi krusial, antara hidup dan mati.

Begitu berangsur sembuh (sekalipun tidak pernah sembuh total) Pak Dosen ini kembali mengajar ke kampus, tp ia telah menjd sosok berbeda, baik dr segi penampilan, gerak tubuh dan pembicaraan. Katanya, beliau sudah menyingkirkan semua koleksi buku2 liberal dan mengganti dgn banyak menulis tulisan bertema islam tradisional, beliau mengajar dgn memakai kopiah dan pakaian putih seperti yg dipakai kelompok wahabi. Beliau berjuang keras mengikuti setiap sunnah nabi, memakai siwak, berjenggot, makan dgn porsi sedikit dgn tangan, murah dlm bersedekah, singkat cerita, beliau ingin menghabiskan hidup menurut konsep keislaman yg menurut beliau paling ‘murni’. Sejujurnya sy terkesan dgn dosen ini, lebih dr sekedar kenyataan bahwa beliau-lah satu2nya dosen (di Fakultas terakhir yg berhasil saya luluskan) yg memberikan nilai A (harap maklum selama kuliah sy memang ngga pernah akrab dgn nilai A, bahkan ketika satu kelompok praktek lapangan mendapat nilai A-, sy sendiri yg dapat nilai B +), aneh. Selang beberapa tahun kemudian, Pak Dosen ini meninggal dunia (moga2 khusnul khotimah, amin).

Pengalaman spiritual adalah salah satu aspek kehidupan yg misterius, datangnya pun kerapkali tak terduga. Secara sederhana, sy memahami pengalaman spiritual terbagi menjadi dua, pertama dlm kehidupan nyata dan kedua terjadi dibawah alam sadar kita. Dalam situasi nyata, pengalaman spiritual memiliki beragam bentuk, ada yg memang sengaja mencarinya, ada pula yg mendatangi seseorang. Sementara pengalaman spiritual melalui alam bawah sadar bisa berupa mimpi, saat2 pingsan dan koma, atau melalui medium lain yg dilakukan para ‘profesional’. Kita org2 awam umumnya mengalami saat bermimpi, sebagian lain waktu pingsan dan koma, dan hanya segelintir org saja yg mampu melakukannya lewat medium berbeda, misalnya kemampuan yg dimiliki para wali dan org2 indigo.

Apakah pengalaman spiritual itu sebaiknya disampaikan kepada org lain atau lebih baik kita rahasiakan? Bergantung apa bentuk pengalaman spiritual tersebut, bila yg terjadi sesuatu yg sepatutnya dirahasiakan ya ngga usah cerita pd sembarang org, tp sebaiknya pengalaman spiritual hanya kita ceritakan pd org yg berkompeten yg mampu memberikan tafsir dan makna yg tepat tentang sesuatu dibalik pengalaman spiritual tersebut. Sebab mayoritas pengalaman spiritual memang bersifat pribadi, sebagai peringatan atau warning, petunjuk atau solusi dan informasi yg akan bermanfaat bagi kehidupan pribadi kita dimasa depan. Org yg memperoleh pengalaman spiritual jngan terburu2, cepat menarik kesimpulan apalagi beranggapan bahwa dirinya adlah org istimewa atau org terpilih, kesalahan cara memahami dan bersikap atas pengalaman spiritual justru akan menghasilkan kondisi yg kontraproduktif.

Apakah haji juga termasuk pengalaman spiritual, bisa iya bisa pula tidak, tak berbeda dgn ritual peribadatan lainnya. Shalat, puasa, zakat dan haji secara formal keagamaan bersifat normatif, hanya akan menjadi rutinitas tanpa makna bila kita kerjakan tanpa menyertakan konsentrasi dan keikhlasan hati. Dinamika hati (kalbu) menjadi kunci atas peristiwa2 spiritual, jangan mengharapkan pengalaman spiritual bila hati kita hambar dan datar. Dinamika hati pula yg menjadi modal dasar bagi setiap org yg ingin meningkatkan status dan derajadnya dihadapan Tuhan. Hati ibarat alat pemancar sinyal, kualitas hati kita bagus dan dinamis bahkan saat kita sedang tidur sekalipun, maka akan ada interaksi dgn sesuatu yg ada disekitar kita, baik yg berasal dr alam kasar maupun alam halus, baik yg kita datangi, maupun yg tiba2 mendatangi. Sungguh benar slogan populer Aa’ Gym, “jagalah hati”.

oleh Ainul Huda Afandi (Catatan) pada 11 November 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar