KENANGAN TERAKHIR


Masih lekat dibenak kita, bulan lalu penerbangan promo pesawat komersil Sukhoi buatan Rusia berakhir selamanya di pegunungan Salak, Indonesia. Apapun penyebabnya, itu hanyalah takdir.  Salah satu hal yang saya ingat dari peristiwa itu adlah saat anggota keluarga diperbolehkan melihat untuk terakhir kalinya jasad korban. Sebelumnya, keluarga oleh tim psikolog, dianjurkan tak usah melihat kondisi jasad, karena kondisinya memang demikian parah, umumnya tak bisa dikenali lagi. Alasannya, “untuk menjaga kenangan terakhir”. Mengapa? sebab lazimnya, kenangan terakhir adlh kenangan yg sulit terhapus dr ingatan, terutama pada org2 yg disayangi, dikasihi atau dibenci, baik keluarga, sahabat ataupun org yg paling dimusuhi. Setidaknya itulah yg saya pahami. Kalau terakhir kali mereka, para keluarga melihat korban dlm kondisi sehat, segar bugar, biarlah kenangan itu yg membekas, masalahnya bila mereka memaksakan diri melihat tubuh korban yg tak utuh lagi, maka itu akan jd kenangan terakhir kalinya yg berpotensi mendatangkan kesedihan dlm kurun waktu lama.

Saya kira anjuran tim psikolog 90 % betul. Sebab kenangan muaranya adlah kesan, kalau kita mengenal seseorang yg tidak kita sukai sekian lama, namun di akhir2 perpisahan entah mengapa org itu bersikap baik, atau setidaknya saling bertegur sapa dan saling meminta maaf, yg terjadi ibarat “panas setahun sirna oleh hujan sehari.” Kenangan yg kita bawa adlah kebaikan yg hanya sekejab, seakan2 kita tak pernah saling membenci. Begitu pula sebaliknya.

Saya pernah beberapa kali mengalami situasi seperti ini. Misalnya, dulu saya pernah diajak ke tempat saudara yg seumur2 baru kali itu sy mengenalnya. Maklum nenek moyang turun temurun kami adlh keluarga besar dan terpencar dimana2, faktor jarak menjd pemutus silaturahmi.  Tak semuanya sempat dikenalkan pd anak cucu. Dirumah saudara jauh itu, sbenarnya saya tak lama, namun ada situasi2 tak mengenakkan terjadi disana, walaupun sbetulnya cuma guyonan, masalahnya ‘guyonan’ itu khusus tertuju pd pribadi saya. Dalam hati sy membatin, “sekalipun terhitung masih saudara, bagaimanapun kami baru saja saling kenal, itu guyonan yg kurang sepantasnya.”, Dua-tiga jam terlibat obrolan, sy tidak merasa nyaman. Kenangan terakhir meninggalkan rumah saudara itu menyisakan perasaan tak enak, dan akhirnya tumbuh rasa malas berkunjung kesana lagi.

Maka, hati2 bila ada tamu, entah teman, saudara atau tamu yg memang jarang sekali berkunjung ke rumah kita, yg kita tidak tahu apakah itu kunjungan terakhir kali atau bukan. Berikan kesan sebaik-baiknya, sebab jika perlakuan sebaliknya yg kita berikan, seakan2 kurang menghargai kehadirannya, maka jangan harap ia akan datang lagi, terutama pada tipe org yg sensitif perasaan dan harga dirinya.  Jadi, klo ada org yg dulunya sering datang ke suatu tempat, tiba2 seolah hilang dan enggan kembali berkunjung ke tempat tersebut, boleh jd ia memang punya kenangan terakhir yg kurang mengenakkan.

Tapi toh, kenangan terakhir yg baik tidak selalu awet bertahan dlm ingatan. Tak perlu mencari contoh org lain, semasa sekolah saya punya teman2 akrab, bahkan beberapa diantaranya boleh dibilang sahabat dekat, tempat tinggal berdekatan, kawan main sehari2..tapi begitu berpisah, beberapa diantaranya saya malah lupa namanya siapa. Mungkin juga sebaliknya. Bahkan ada salah satu teman facebook yg sy add, adlah kawan akrab semasa sekolah, malah satu kamar di asrama, tp lebih satu tahun jd ‘teman fb’, tak pernah sekalipun sekedar saling sapa dan mengingatkan. Tak ubahnya teman waton add saja.  Mungkin saya yg aneh karena terkesan cuek, yg pasti sama2 aneh.

Tapi emang sih, sy sendiri orgnya kurang care dalam hal menjalin komunikasi jarak jauh, apalagi klo dah lama sekali.  Ngga hobi iseng2 nelpon ato sms, biasanya klo ada perlunya aja. Jangankan ama temen, dulu waktu sekolah/kuliah, org rumah yg paling sering nelpon, terutama Ibu yg kadang pagi jam 5 lebih, menghubungi, “ws tangi, Da..ws shubuhan rung?”. Biasanya klo bangunnya telat, suara agak saya kerasin biar ngga kelihatan baru bangun tidur, “sudah, Bu. ws sholat shubuh...wingi.” (pada bagian kata “wingi” sengaja sy ucapkan lirih setngah berbisik, soalnya klo tetep lantang, wah berabe..bisa panjang urusannya, hehe..). Jujur saja, sy jarang kirim sms ato nelpon ke rumah, kecuali momen tertentu, seringnya sih, klo lg butuh duit, hehe..(ketawa, lagi..kyk ngga merasa berdosa, aja..).

Tapi beginilah Ainul Huda Afandi, fair n terbuka (dlm banyak hal, walaupun suka misterius dlm sedikit hal). Secara karakter sy tak banyak berubah, masih org yg sama seperti belasan tahun silam (menurutku, entah menurut org lain). Ingatan sy masih tetap terjaga pd teman2 lama (klo yg baru mestilah, masa sih lupa..), dgn siapa dulu sy asyik terlibat perdebatan berjam2 sampai2 tetangga sebelah pd protes, dgn siapa dulu rajin patungan beli getuk, siapa saja yg pernah sy bantu utangi, maupun siapa yg banyak ngasih utang ke saya, hehe..Tapi pada akhirnya semua kenangan pahit dan indah itu berlalu sebagai sebuah kenangan, suatu saat sy ingin berjumpa lagi dgn org2 itu, semoga masih tetap sama seperti yg dulu saya kenali, biar kenangan baik itu tak lantas berubah.

Tak selamanya pertemanan itu hanya berdasarkan kepentingan, walaupun umumnya harus diakui memang begitu. Lama atau tidaknya pertemanan bergantung seberapa nyaman, cocok dan pentingnya keberadaan seorang teman bg kehidupan kita. Dulu, semasa KKN, saya pernah mengatakan hal ini, saat ada dua org cewek anggota kelompok terlibat konflik, justru diakhir2 penugasan. Menjelang perpisahan, sebagai anggota kelompok tertua, saya memberi nasehat, “harus diakui, pertemanan kita lebih banyak disebabkan karena kita satu kepentingan, dikumpulkan dlm satu kelompok, berkumpul tiap hari, terlihat akrab, tp sebenarnya pertemanan kita masih semu, itu karena kita dipaksa berpisah dengan habitat asli teman2 kita di kos. Tapi, apapun namanya, saat kepentingan kita berakhir, tak sepantasnya kita meninggalkan kesan dan kenangan buruk pd teman2 se-KKN karena kita tlah terlanjur diikat oleh pertemanan sementara, syukur2 masih tetap berlanjut sekalipun KKN ini berakhir.” Suasana yg awalnya beku menjadi mencair, dengan derai air mata khas kaum wanita.  Point dr catatan ini, layaknya pertemuan, maka perpisahan adlah takdir dan keniscayaan bagi manusia di dunia ini. Penilaian dr Tuhan adlah yg paling utama, tp kesan dr manusia bukan tak ada gunanya, sebab klo tak ada gunanya, buat apa para hadirin acara pemakaman ditanyai kesaksiannya ttg kebaikan kondisi si jenazah. Nasehat agama, kenanglah hal2 yg baik saja dr org2 yg telah berpisah dgn kita, sebab terbiasa mengingat hal2 baik pribadi org lain adlah salah satu ciri jiwa yg sehat. Wassalam.

oleh Ainul Huda Afandi pada 5 Juli 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar