SISI MANUSIAWI SEPAK BOLA


Sepak bola seperti halnya olahraga lain yg kompetitif terkadang menyisakan banyak drama dan cerita, tentang perjuangan antara kemenangan dan kekalahan (atau terpaksa harus menerima hasilnya imbang). Laga piala FA antara Tottenham Hotspur vs Bolton Wanderers kemarin juga menyimpan drama, namun bedanya kali ini ada drama menyedihkan dan menyentuh perasaan dimana semua pihak di stadion White Hart Land, London hanya punya satu rasa. Saat pertandingan belum sampai akhir babak pertama, salah seorang pemain muda Bolton, Fabrice Muamba tiba2 terjatuh tanpa didahului kontak fisik dgn pemain lain. Muamba, pria dgn kulit berwarna (keturunan afrika), mereka tak peduli..ini lebih soal nyawa manusia. 

Kita bisa merasakan apa yg dirasakan pelatih, wasit, official, para pemain dan segenap penonton yg ada di markas Tottenham itu. Pastilah tegang, sedih, bingung, shock dan cemas atas kondisi Muamba. Kekhawatiran itu semakin memuncak saat tim medis juga terlihat tampak panik karena pertolongan pertama mereka belum membuahkan hasil. Semua menanti dan tak tahan menyaksikan pemandangan kala didepan mata seorang pemuda yg tengah berjuang mempertahankan hidup, bahkan mungkin pula sedang meregang nyawa. 

Untungnya, inggris punya banyak org2 profesional yg patuh terhadap prosedur tetap. Sejak awal sistem persepakbolaan disana menyadari sepenuhnya bahwa sepak bola termasuk olahraga dgn beresiko yg kerap kali memunculkan momen membahayakan keselamatan. Untuk itu jauh2 hari sistemnya sudah tertata dgn baik. Misalnya tim medis tidak membiarkan Muamba terlalu lama diatas lapangan, mereka paham anak ini butuh peralatan medis yg lebih lengkap, lalu tanpa aba2 penonton pun bertepuk tangan tanda dukungan, mengiringi keberangkatan Muamba ke rumah sakit.Bahkan tv yg menyiarkan pertandingan itu pun sangat bijak dan cerdas untuk menyembunyikan gambar2 yg dianggap dapat mengganggu perasaan dan privacy keluarga Muamba. 

Atas nama kemanusiaan, moral dan sensivitas, pertandingan antara Hotspur dan Bolton pun dihentikan. Tak ada satupun orang di stadion yg protes, para penonton pulang perlahan sembari larut dlm duka tanpa perlu merasa rugi karena pertandingan dihentikan. Hingga kini, Muamba masih dlm kondisi kritis. Pada situasi ini, apa yg akan terjadi masih susah ditebak. Sementara, disisi lain muncul gerakan spontan sebagai wujud solidaritas, dlm konteks kasus Muamba aspek kemanusiaan dipandang jauh lebih berharga ketimbang segala macam rivalitas khas olahraga. Pelatih Bolton punya statement bagus, ”Dalam kondisi seperti ini, sepak bola jadi tak penting”. 

Apa yg terjadi di inggris dan di eropa dalam insiden Muamba patut diteladani. Insan sepak bola indonesia harus banyak mengambil pelajaran.Harus timbul kesadaran bahwa sepak bola melibatkan kepentingan tidak sedikit, bukan cuma segelintir pengurus federasi, klub dan pemain,tapi jg menyangkut kepentingan sekian juta rakyat indonesia yg menjadikannya sebagai sumber kebahagiaan. Ada banyak sekali contoh positif yg bisa ditiru dan diadopsi, sayang persoalan ego dan gengsi itu seringkali lebih menarik untuk ditonjolkan ketimbang esensi dan urgensi. 

Baru saja kita dipertontonkan sikap menghargai arti kemanusiaan dlm dunia olah raga, Namun sikap seperti ini mestinya tak hanya terjadi dalam dunia olah raga, tapi harus ditradisikan dlm bidang lain, termasuk persoalan negara dan kemasyarakatan, bahkan agama. Betapa banyak kasus pengabaian aspek kemanusiaan akibat mementingkan ego, hegemoni, kekuasaan dan klaim kebenaran. Kita selalu lupa bahwa sebagai manusia kita berasal dari satu keturunan yg sama, sekalipun kini kita dibedakan oleh ras, bahasa dan sekat-sekat lain. 

Dalam konteks dunia, saya memahami sebetulnya didunia ini memang takkan ada idealitas, yg ada hanya keyakinan berbalut realitas. Idealnya, semua penduduk bumi semuanya beriman, semuanya muslim, tp akankah harapan itu terwujud dlm bilangan jumlah penduduk yg sama? mungkin saja, tp kita semua pasti pesimis. Idealnya dlm hidup ini tak ada permusuhan dan pembunuhan, mungkinkah idealitas semacam ini? pada bilangan jumlah manusia yg sekarang sekitar 7 milyar, harapan seperti ini rasanya lebih mirip impian ketimbang cita2. Idealnya semua manusia itu sejahtera tanpa kemiskinan,... idealnya begini, idealnya begitu..sepanjang kita hidup di dunia maka semua ini hanyalah nonsens!. Idealitas hakiki bukanlah milik dunia, idealitas hanya ada ditataran akhirat. 

Karena idealitas duniawi itu sesungguhnya sebatas cita2 semu, maka dlm hidup ini kita ’terpaksa’ harus berpihak, ’terpaksa’ hidup dlm sekat2, ’terpaksa’ harus memilih. Kita yakin berada dipihak yg benar sementara ada kelompok lain ada dipihak yg salah, kita klo mau boleh menjadi kelompok org kaya kalau tak mau masuk ke golongan org miskin. Adakalanya kita harus mengambil resiko bermusuhan, karena kemajemukan dimanapun selalu mengundang benturan-benturan. Inilah namanya kodrat, kita tak bijak bersikap abstain. Bila disekeliling kita ada kemunkaran, apapun bentuknya sungguh tak bijak kita memilih netral dan mengambil pilihan paling aman bagi kepentingan kita sendiri. Bila disekeliling kita ada fenomena kemiskinan, sungguh tak bijak kita berfikir nafsi2. 

Memang, salah satu tantangan tersulit dlm hidup ini adalah mewujudkan kata2 dan keyakinan. Sungguh mudah berkata2, tidaklah sulit meyakini sesuatu, bagian paling berat adalah memberikan bukti. Selalu tidak mudah. Saya dan anda sendiri pasti pernah mengalami perjuangan susah ini, saat kita sekian lama tidak jua menemukan kesejatian dan justru terjebak dlm kemunafikan yg berkepanjangan. Semoga, keindahan menjadi ujung dari perjalanan hidup kita. 


oleh Ainul Huda Afandi pada 19 Maret 2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar