JANJI YG TAK KUNJUNG DITEPATI


Sungguh perjuangan luar biasa bagi Bung Karno dan founding fathers lainnya tatkala mendirikan Negara Republik Indonesia. Ini tadinya kawasan yg tercerai berai kemudian ditaklukkan dan disatukan dibawah kekuasaan colonial belanda. Sebelumnya, kita adalah bangsa dan suku yg berbeda. Sampai kemudian Bung Karno dkk. mewujudkan mimpi dan obsesinya bahwa wilayah yang membentang dari sabang hingga merauke ini bersatu, bergabung dalam wadah Negara. Seandainya jawa dijajah oleh inggris, Kalimantan dijajah oleh spanyol, sumatera oleh Amerika dan pulau lain dianeksasi oleh Negara berbeda, Negara Indonesia itu tak bakal jd lembaran sejarah. Oleh karena itu, Bung Karno, dkk. Sangat cerdas dan lihai memainkan diplomasi dan maneuver memperluas wilayah Negara Indonesia yg sempat disadari oleh belanda namun tidak berhasil menggagalkannya.

Kesulitan terbesar Bung Karno adalah ketika berjuang merebut pulau Papua dr tangan belanda dan menyakinkan petinggi Aceh agar mau bergabung dalam wadah NKRI. Bung Karno harus mengerahkan operasi militer ke tanah papua, dan memberi banyak janji pada pemimpin Aceh. Atas pemahaman inilah, kita harus sadar bahwa Aceh bersedia bergabung atas dasar kesepakatan2 [yg sayangnya lebih banyak bersifat lisan], logikanya kalau salah satu pihak melanggar isi kesepakatan, maka konsekuensi konflik menjadi wajar adanya. Situasi Papua berbeda dgn Aceh, karena Papua awalnya adalah tanah luas tak bertuan yg hanya dihuni oleh suku2 kecil. Negara Indonesia telah merebutnya dr tangan belanda, dan kita tentu saja berhak mempertahankannya.

Selepas proklamasi kemerdekaan, Bung Karno punya mimpi indah tentang Negara Indonesia, wilayah yg begitu luas dan kaya sumber daya alamnya. Mimpi tentang kemakmuran dan kesejahteraan, mimpi tentang toleransi dan kemajemukan, mimpi tentang keadilan. Semua mimpi itu lantas tertuang dalam konsep Pancasila dan Undang2 Dasar. Bersama tokoh lain, beliau merumuskan bahwa Negara baru ini suatu saat harus menjamin 20 % anggarannya untuk kepentingan pendidikan dan mencerdaskan bangsa, menjamin anak yatim piatu dan fakir miskin dipelihara oleh Negara, semua kekayaan Negara [tanah, air dan udara] dimanfaatkan demi kesejahteraan setiap warga Negara. Konsep Negara dalam untaian kata yg indah itu ibarat janji2 dan para founding fathers merasa perlu membuat janji2 agar NKRI tetap utuh. Agar rakyat percaya Negara seluas ini akan mampu mendatangkan lebih banyak manfaat ketimbang berdiri diatas negara2 yg terpisah.

Sayangnya, setelah lebih separuh abad lamanya Negara ini bertahan, sebagian besar janji itu tak kunjung menjadi kenyataan. Setiap ada kelompok yg coba menagih janji dituding melakukan tindak subversif, separatisme, dan pemberontakan yg layak ditumpas sampai ke akar2nya. Setiap demo dan gerakan yg coba mengingatkan pemerintah dgn janji Negara, segera diberangus atas nama undang2, tak ada izin polisi dan dalih-alasan lainnya. Presiden kita, SBY sebetulnya punya komitmen menepati janji2 negara, seperti misalnya alokasi 20% anggaran untuk pendidikan, sayangnya pidato dan keputusan diatas kertas, tidak selalu sesuai dgn fakta. Pendidikan masih jd 'barang' mahal. Belum lagi kewajiban Negara memelihara anak yatim dan fakir miskin, memang ada panti asuhan disejumlah tempat, memang ada bantuan Raskin dan BLT, tapi istilah "memelihara" tidaklah multimakna, ini ungkapan sederhana yg mudah dipahami, bahwa Negara menjamin warga miskinnya tdk kelaparan, punya sandang-pangan-papan yg manusiawi, jaminan pengobatan dan pendidikan.

Tapi apa yg terjadi, para fakir miskin banyak yg digusur, diusir dari rumahnya, dikejar2 trantib, makan tiwul, nasi bekas, dan segala macam penderitaan hidup lainnya. Bernegara itu penting karena adanya negara dapat memberi jaminan keamanan, jaminan keadilan dan kesejahteraan. Tapi bernegara bias jadi bukan lagi pilihan hidup jika negara ternyata tidak mampu menjamin keamanan pribadi kita, kebebasan kita mengakses ilmu pengetahuan, kemudahan mendapatkan perawatan kesehatan dan peluang besar memperoleh penghasilan ekonomi yg mencukupi. Secara jujur, saya lebih suka melihat Indonesia ini terpecah belah, biarlah hidup sendiri2 bila itu lebih mendatangkan kemanfaatan ketimbang berada dibawah satu negara besar namun penuh dgn problem kemanusiaan, tapi tentu saja akan lebih baik dan lebih membahagiakan bila negara kesatuan ini segera sadar dan berbenah, dikelola oleh orang2 yg tepat, yang menjadikan jabatan sebagai amanah dan tanggungjawab, sehingga segala janji satu demi satu terpenuhi. Semoga.

oleh Ainul Huda Afandi pada 8 Agustus 2011 pukul 16:48 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar