SAHABAT YANG BURUK


Saya ingin mengawali catatan ini dgn sebuah kisah nyata tentang persahabatan dua org bapak. Sebut saja yg pertama Pak Ramlan dan orang yg kedua adalah Pak sunan [nama samaran, sengaja sy rahasiakan nama aslinya supaya tdk terkesan menyebarkan aib]. Keduanya berteman dan bersahabat sejak terbilang masih separuh baya, sudah puluhan tahun lamanya. Ceritanya Pak Ramlan adalah salah seorang pejabat dinas suatu kementrian ditingkat kabupaten, sementara Pak Sunan adalah tokoh supranatural yg cukup kondang di daerahnya. Awal perkenalan bermula dr Pak Ramlan yg mengidap beberapa penyakit lumayan berat, mungkin karena tak kunjung puas dgn proses penyembuhan lewat jalan medis, akhirnya ia beralih pd pengobatan alternatif. Lantas atas saran seseorang, datanglah Pak Ramlan ke kediaman Pak Sunan. Berkat seizin Tuhan, lambat laun Pak Ramlan merasa kondisi tubuhnya semakin membaik. Dari beberapa kali kunjungan ke rumah Pak Sunan, terciptalah pertemanan, tdk saja antar keduanya, tp jg antar keluarga.

Tak hanya soal kesehatan, diantara keduanya beberapa kali terlibat urusan bisnis dan saling meminta bantuan, situasi yg wajar dlm hubungan pertemanan. Misalnya, waktu Pak Ramlan mengadukan perihal adiknya yg lama hidup membujang, Pak Sunan membantu menjadi makcomblang untuk meminang salah seorang gadis disekitar rumah Pak Sunan. Demikian hubungan baik itu terjalin sampai suatu waktu Pak Sunan meninggal dunia. Pak Ramlan dan keluarganya turut hadir saat acara pemakaman, bahkan menjd wakil keluarga Pak Sunan untuk mengumumkan bahwa siapapun yg merasa memiliki urusan yg belum terselesaikan, termasuk misalnya menyangkut utang-piutang dgn Pak Sunan agar segera menghubungi keluarga.

Setelah Pak Sunan tiada, Pak Ramlan dan istrinya mulai jarang berkunjung ke rumah Pak Sunan. Begitulah waktu terus berjalan hingga 13 tahun kemudian sampai suatu hari tiba2 Pak Ramlan dan istrinya muncul dirumah keluarga Pak Sunan. Pak Ramlan sudah menua, mungkin hampir berumur 80 tahun, tp kondisi tubuhnya tetap terlihat sehat. Dalam pertemuan yg tak lama itu, Pak Ramlan menyampaikan bahwa sekitar lebih dr 30 tahun silam almarhum Pak Sunan pernah meminjam 3 ekor sapi dgn istri Pak Ramlan. Tidak terlalu jelas kronologis dan teknis ceritanya, tp Pak Ramlan menguatkan dgn kalimat sumpah. Kedatangannya kali ini untuk menagih hutang tersebut.

Cerita ini tentu saja mengagetkan keluarga Pak Sunan. Yg utama bukan soal 3 ekor sapi, tp bagaimana org yg sejak lama dikenal baik sebagai sahabat tdk pernah bercerita soal pinjaman itu bahkan sejak Pak Sunan masih ada. Menjd aneh karena istri Pak Sunan pun tak pernah tahu menahu, tidak ada saksi ataupun bukti. Termasuk Pak Ramlan sendiri awalnya mengaku jg tak tahu, hanya belakangan dikasih tau istrinya. Kendati waktu itu 3 ekor sapi mungkin hanya berharga satu jutaan, namun sebenarnya tetap bukanlah jumlah nilai yg kecil untuk hitungan masyarakat biasa. Sehingga aneh jika keluarga keduanya tak ada yg tahu.

Seandainya yg bercerita bukanlah seorang yg dianggap sahabat, cerita ini bg keluarga Pak Sunan susah dipercaya. Apalagi pd kedatangan Pak Ramlan dan istrinya kedua kalinya, jumlah sapi yg dipinjam tdk lg 3, tp 4 ekor. Saya yakin, kita pun akan bersikap sama dgn keluarga Pak Sunan bila mendengar cerita samar yg susah dibuktikan kebenarannya.

Akhirnya, keluarga Pak Sunan memilih bersikap bijak melunasi walau tak berbentuk sapi. Itu karena Pak Ramlan tdk mampu menjelaskan apakah dulu pinjaman berbentuk duit yg diperuntukkan membeli sapi atau memang benar2 berwujud sapi. Menurut keluarga Pak Sunan, mereka memutuskan tak terlibat konflik atas pertimbangan kenangan dan hubungan baik dimasa lalu. Tp yg pasti setelah kejadian ini, hubungan pertemanan itu otomatis lenyap, berganti sesal dan kesan yg buruk.

Apa yg bisa kita tarik pelajaran dr akhir kisah persahabatan antara Pak Ramlan dan Pak Sunan diatas ? Pertama, selepas pensiun Pak Ramlan mengalami pasang-surut problem keuangan. Rumahnya memang masih berdiri megah, tp tampak tak terawat. Kalaupun ia mengada2 dgn ceritanya, barangkali itu semua akibat konsekuensi umur panjang. Saat usia sudah renta, tubuh kian rapuh, pemasukan ekonomi tak lg produktif, sementara kebutuhan hidup terus berjalan. Apalagi anak-cucu tak bisa diandalkan untuk sekedar membantu mencukupi keperluan. Saat itulah, terkadang org sering kehilangan pikiran jernihnya, lalu tuntutan hidup menjd motif melakukan hal2 yg merugikan org lain.

Kedua, keluarga Pak Sunan jelas merasa sakit hati. Bukan sebab harus menanggung warisan hutang, tp tak habis pikir kalaupun misalnya benar mengapa Bu Ramlan tega menyimpan masalah ini begitu lama dan membiarkan almarhum Pak Sunan belasan tahun dlm kubur dlm status memiliki piutang. Padahal justru Pak Ramlanlah yg menjd wakil keluarga saat pemakaman, ia sendiri yg mengumumkan. Ketiga, akhir hubungan persahabatan kadangkala mirip pepatah, "panas setahun terhapus oleh hujan sehari". Betapa susah kita bayangkan sakitnya dikhianati oleh sahabat sendiri.

Kisah diatas memberi kita kesadaran bahwa sahabat itu dapat bermakna keluarga tanpa pertalian darah. Seringkali kita merasa lebih dekat dan lebih akrab dgn sahabat drpada saudara kita sendiri. Ketika muncul konflik rasa sakitnya lebih terasa dibandingkan sekedar teman biasa. Persahabatan itu indah dan kenangannya takkan pupus oleh zaman. Seperti halnya anda, sy jg memiliki sahabat2 yg selalu lekat dlm ingatan, beberapa diantaranya memang seakan hilang terbatasi oleh jarak dan pertemuan. Namun, kesan dan bayangannya tetap membekas, selalu muncul kerinduan untuk bertemu lg dgn sahabat dan teman dekat itu disuatu hari nanti.

oleh Ainul Huda Afandi pada 4 Oktober 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar