KENAL BELUM TENTU SAYANG


Kita tentu sudah berkali2 mendengar pepatah klasik, “tak kenal maka tak sayang”, betul juga sih. Sudah hal yg biasa terjadi, rasa suka atau suka terhadap sesuatu bergantung seberapa intens kita mengenalnya. Jika kita mengenal sesuatu atau seseorang hanya permukaannya saja, yg lebih dominan adlah kesan. Persepsi kita banyak dipengaruhi oleh kesan2 yg lalu jadi pembungkus kesimpulan. Kesan bersifat subjektif, namun dpt berubah menjadi objektif jika kita mampu mengenali sesuatu secara mendalam dan utuh. Dulu (mungkin juga sekarang), diantara org2 yg mengenal maupun kurang mengenal saya, ada yg kurang suka dgn beragam cara pandang dan penilaian. Begitu pula sebaliknya. Hampir semua org mengalami hal seperti ini. Tentu sepenuhnya sy memaklumi dan memahami, itu semua disebabkan karena kurangnya saling kenal.

Demikian pula yg terjadi pada Anas Urbaningrum. Sudah berbulan2 lamanya, sebagian besar perbincangan publik tentang sosok Anas Urbaningrum lebih didasarkan pd kesan dan subjektifitas banyak org. Karena sebagian besar org tersebut, hanya mengenali figur Anas sebatas tampilan di TV, maka persepsi yg terbentuk (dan memang sengaja dibentuk) bergantung materi pemberitaannya. Saya adlah bagian dr anda yg tidak mengenal Anas secara pribadi, baru sebatas katanya. Namun, saya berusaha mengenali Anas lewat bahasa tubuh, pilihan kata,  intonasi dan materi yg dibicarakan. Upaya mengenali seperti ini, akan mempermudah kita untuk tidak terbiasa menilai sesuatu atau seseorang sekedar warna hitam atau putih semata. Kenal saja belum tentu sayang, apalagi klo tak kenal.

Mengapa ada sebagian masyarakat cenderung percaya Anas adlah koruptor. Pertama, beberapa ‘nyanyian’ Nazarudin ternyata terbukti di pengadilan benar adanya. Tapi ada satu hal yg kita tak boleh lupa, sewaktu mengaku masih berobat di Singapura, Nazarudin belum meributkan kasus-kasus yg melibatkan koleganya di Demokrat. Ia menyerang MK, persisnya Sekjen MK. Ia menyebut Sekjen MK telah menerima korupsi, tp versi lain menyebutkan bahwa sudah menjadi watak Nazarudin untuk gemar ‘bersedekah’ dgn investasi uang tanpa ‘sebab’, ia mengirim sejumlah uang pd sekjen MK dgn modus taktik tanam budi. Tiba2 ngasih begitu aja, dgn harapan suatu saat jika dirinya atau mungkin jg partainya terlibat perkara di MK dpt memperoleh keuntungan strategis. Kedua, masyarakat umumnya masih punya kepercayaan besar terhadap KPK, jadi sekalipun belum terbukti bersalah, siapapun yg dikenakan status hukum tersangka oleh KPK, diyakini memang bersalah. Ketiga, sudah bukan rahasia lagi jika Anas berlatar belakang keluarga yg biasa saja, katakanlah pas2an. Tp bagaimana ceritanya sehingga kini Anas memiliki rumah yg nilainya miliaran, beberapa mobil mewah, sejumlah org awam mesti berfikir, “darimana lg klo tdk dr uang2 yg ngga jelas”.

Saya memiliki seorang teman yg masih terbilang saudara. Ia dan keluarga besarnya telah melalui cerita kehidupan yg saya yakin luar biasa sulit untuk dilalui. Latar belakang org tuanya termasuk kurang mampu, meninggal disaat putera-puterinya yg berjumlah hampir sepuluh orang itu masih remaja, beberapa diantaranya malah masih anak-anak. Tinggal bersama dlm satu rumah yg sempit. Setelah sekian lama, satu persatu para saudara ini mulai hidup berkeluarga, dan meniti jln hidup masing2. Beban cobaan itu bertambah berat saat salah satu anggota keluarga menderita sakit jiwa, 20 tahun lamanya (hingga kini pun belum sepenuhnya sembuh) akibat komplikasi ilmu. Anda mungkin heran dgn istilah ini.

Ceritanya di saat masih remaja, anggota keluarga yg sakit jiwa, sebut saja fulan namanya punya ghirah yg besar terhadap ilmu, tak cuma ilmu2 agama tp juga ilmu2 yg bersifat spiritual dan supranatural. Maklum turun temurun, ilmu2 semacam ini memang dikuasai nenek moyangnya, termasuk pd pamannya yg merupakan pengasuh pesantren. Ia belajar dan diajarkan ilmu2 hikmah (ilmu putih), tp satu hari dlm dinamika hidup ia memiliki musuh yg lalu mendorong si fulan ini belajar dr guru yg lain. Mempelajari ilmu hitam sebangsa santet, dan semacamnya. Terjadi pergulatan dlm dirinya, pd titik tertentu akhirnya fisik dan pikirannya tak kuat lg menjd magnet masuknya ilmu2 yg kontradiktif, lalu kegilaan adlah efek yg boleh jd sulit dicerna, dan berbeda pula perspektif bila ditinjau dr sudut pandang medis. Merawat dan menjaga anggota keluarga yg mengalami problem kejiwaan tentu takkan mudah, apalagi bila berlangsung puluhan tahun, itulah mengapa saya menyebutnya cerita kehidupan yg begitu sulit.

Sampai suatu ketika, saudara fulan yg sedang sy ceritakan ini memperoleh kepercayaan menjadi kepala sekolah setelah beberapa tahun meniti karir sebagai guru. Tanggungjawab ini diterimanya setelah tak lama berumah tangga, dan tinggal bersama mertua. Ternyata, kursi jabatan yg semula lancar2 saja berubah menjadi panas saat sekolah menerima bantuan. Ketika kebetulan mertuanya membelikan sepeda motor baru, mulai muncul pergunjingan. Ketika ia membeli laptop, ada pengaduan2, bahkan ketika ia memutuskan memberikan gaji lebih awal pd guru honorer pun, kebijakan tersebut justru dicurigai..

Pergunjingan tentu saja manusiawi, apalagi jika menemukan titik argumentasi yg logis. Mengapa? Penyebab utamanya karena teman (sekaligus saudara sy) ini berangkat dr keluarga kurang mampu, sehingga memiliki sesuatu yg agak bernilai akan mudah dicurigai. Situasinya boleh jd akan lain, jika yg terpilih adlah istri camat yg kebetulan bertugas pula di sekolah itu. Mau beli apa aja boleh, lha wong dah dari dulu keliatan banyak duitnya. Saya sendiri maklum, tapi karena saya jauh lebih mengenal teman yg satu ini (terlepas saudara atau bukan), tak secuilpun tersimpan kecurigaan dibenak saya, bahwa ia akan mengkorupsi uang sekolah. Mengapa? karena saya paham dan yakin tentang namanya integritas. Integritas seseorang sulit berubah kecuali adanya situasi yg amat benar2 darurat. Ciri utama dr integritas adlah dedikasi, prinsip2 hidup, kejujuran dan keterbukaan. Perpaduan dari tiga hal ini yg menjadi faktor pembentuk integritas, dan seberapa mudah atau sulit kita menebak integritas seseorang bergantung pd seberapa banyak kita mengenalnya dr dekat.

Banyak cara sbetulnya jika kita ingin menunjukkan integritas, terutama menjaga betul agar terjadi konsistensi antara apa yg diyakini, dinyatakan dan apa yg selanjutnya dilakukan. Seorang yg berintegritas memiliki nilai dan prinsip2 hidup yg dengan teguh dipegangnya. Anas Urbaningrum (sbagai contoh figur publik yg paling aktual) sedang menguji integritas dirinya sendiri. Dlm beberapa wawancara, ia menyertakan beberapa nilai dan prinsip, seperti berfikir sebelum bicara. Ini salah satu indikator, jika Anas tampak selalu mencoba memikirkan pilihan kata sbelum menyampaikannya pd org lain, berarti ia telah memiliki salah satu prasyarat integritas. Kemudian indikator lain adlah pengorbanan, org yg punya integritas selalu merelakan  untuk mengorbankan kepentingan pribadi demi kepentingan banyak org. Lalu keberanian untuk bertanggungjawab atau inisiatif mengambil tanggungjawab. Kalau anda sedang melalui satu insiden kecelakaan di jalan raya, lalu anda baru sebatas menonton supaya memperoleh bahan cerita dan berlalu begitu saja, anda perlu meragukan kualitas integritas anda.

Akhirnya, klo anda membaca sy cukup rajin memposting tulisan di FB tentu bukan tanpa motif dan tujuan. Motif utama jelas karena ini memang hobi saya, salah satu sumber kebahagiaan saya, dan rasanya agak mubazir klo ngga di share pada org lain, siapa tahu ada yg bisa mengambil manfaat dr apa yg saya tulis. Saya tak lg punya cukup minat menulis di media massa karena saya khawatir motif yg muncul berikutnya lebih banyak seputar potensi memperoleh pendapatan ekonomis atau sekedar kebanggaan semu. Saya pun tau diri, kualitas tulisan sy praktis tak berkembang dan saya tak cukup percaya diri akan layak muat.

Motif berikutnya yg memberikan dorongan kuat untuk menyimpan tulisan di FB atau via blog adlah kesadaran bahwa pada saatnya kita akan mati, mungkin pula terjadi tanpa sempat kita meninggalkan pesan2 khusus. Tulisan2 ini adlah wasiat, terutama bagi anak keturunan saya, karena merekalah pihak yg paling berkepentingan untuk mengenali kakek moyangnya.  Dlm konteks ini, kegiatan menulis hendaknya bukan sekedar aktivitas dgn target2 jangka pendek. Surah pertama al-Qur’an, Al-Alaq pun menekankan pentingnya budaya baca-tulis, agar kita dlm hidup senantiasa menyempatkan diri membaca apapun yg bisa dibaca, lalu meninggalkan tulisan dan cerita kehidupan yg bisa dibaca, dipelajari dan diambil pelajaran oleh generasi penerus kita. Salah satu tempat belajar tentang kegagalan dan keberhasilan, tentang curahan hati dan perasaan, tentang nilai dan prinsip-prinsip hidup, tentang pandangan, gagasan dan pemikiran.

Akhirnya, selamat malam. Wassalam.

oleh Ainul Huda Afandi (Catatan) pada 27 Februari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar